Butet Belanja Impulsif

Setengah empat sore, ada telepon. Butet. Tumben nelpon. Biasanya paling SMS saja kalau sudah dapat bus. Eh, tapi bukannya hari Kamis jadwalnya baru selesai jam setengah 5?

"Ma, jam terakhir kosong. Boleh nggak, aku jalan-jalan ke kota sama Lisa?" tanyanya to the point.

"Memangnya kamu bawa duit?" Aku pikir Butet dan sahabatnya ingin mencari kado untuk acara tukar-menukar kado di kelasnya sebelum libur tahun baru tiba...

Aku tau dia tak suka membawa uang ke sekolah kalau tak ada perlunya. Makan siang dibayar dengan kartu pelajar, bus ada kartu langganannya juga. Buat apa, katanya. Dan itu juga jawabanku saat dia meminta kami menaikkan uang saku bulanannya!...

"Aku nggak mau beli apa-apa kok. Mau jalan-jalan aja sedikit. Refreshing." Halah!

"Mau sampai jam berapa?" Memang kami biasa membiarkan anak-anak menentukan jam pulangnya sendiri. Untuk melatih tanggung jawab mereka. Dan selama ini baik Ucok maupun Butet tak pernah pamit berlebihan, dan tak pernah terlambat tanpa alasan dan pemberitahuan...

"Jam 5 maksimal. Ada PR juga yang belum aku kerjakan." Nah, kan!?...

Telepon ditutup, aku pun melanjutkan baringan. Kesempataaan... Istirahat dulu. Sambil menyiapkan telinga. Tiap Butet pulang sekolah, aku harus meluangkan waktu dan terutama konsentrasi mendengarkan cerita-ceritanya. Tentu dengan senang, aku melayaninya berbincang...

Aku perhitungkan paling cepat setengah 6 dia baru sampai rumah. Bisa jadi molor kalau keasikan ngobrol dengan sahabatnya. Yang jelas dari jam 5 aku siap memantau telepon. Kalau-kalau dia SMS minta ijin molor. Tapi ternyata jam 17.10 Butet sudah SMS : sudah di bus!

Dia pulang sendiri. Padahal sahabatnya tinggal di jalur bus yang sama dengan kami. Tapi sahabatnya itu masih mau belanja. Mencari kado ulang tahun untuk adiknya, katanya. Butet memilih pulang karena matahari sudah terbenam juga...

Masuk rumah, dia senyam-senyum. "Mama, aku belanja impulsif," katanya sambil mengeluarkan boneka warna oranye.

"Lisa yang bayarin. Besok aku ganti," jelasnya tanpa kuminta.


Butet pun cerita bagaimana dia menemukan boneka gurita yang bisa dibalik inside-out itu. Ada dua sisinya. Satu oranye dengan ekspresi cemberut, satu sisi kuning dengan ekspresi senyum. Aku tau bahwa sebenarnya sudah lama dia menginginkannya...

"Yang ini lebih bagus dan lebih murah daripada yang kita lihat di toko buku kemarin. Makanya aku membelinya," begitu argumentasinya. "Agak mahal dari yang kita lihat online sih. Tapi ini kan aku bisa pegang langsung."

Belanjanya ada landasan alasannya. Ada proses menimbangnya. Tak murni impulsivitas? Tetap saja! Buktinya, sampai hutang segala!

Dasar perempuan ya? Suka belanja?...

Pikir-pikir, kalau sahabatnya tak memiliki kartu debit—Butet belum kami beri itu—dengan isi yang cukup banyak—Butet tak akan kami beri sebanyak itu!—, pasti belanja impulsif tak akan terjadi. Kesempatan membuahkan kejadian...

Aku ceramahi Butet dengan pentingnya membawa uang. Jelas tak akan cukup untuk membeli boneka kalau tidak sengaja merencana. Tapi minimal untuk jaga-jaga membayar tiket bis kalau ada masalah dengan kartunya, misalnya...

Uang saku bulanannya yang cuma 5 euro pun ludes. Kurang, bahkan! Musti nombok dengan tabungannya...

Padahal dia sudah mengumpulkan uang itu berbulan-bulan untuk membeli alat-alat untuk menggambar yang diincarnya. Yang kami tak mau membelikannya karena tidak penting. Dan terakhir kali kami belikan, dia tak bertanggung jawab, membiarkan alat-alat gambarnya berantakan... Butet harus bersabar menabung lagi beberapa bulan ke depan...


Tidak aku marahi, kok, anaknya. Tak apalah, sesekali. Asal tak berlebihan juga. Terlihat bahagia di binar matanya. Dan dia bertanggung jawab atas aksinya... 😉


Comments

  1. Emaknya luar biasa ketatttt *sambil mikir2 yang mana adalah jawaban emak Butet yang terpilih jadi "kata Mamah" di artikel MGN hihihi..
    Luar biasa Alfi, aku mengangumi cara parenting kamu, jempol!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ooups! Ketat ya? 😅
      Blm layak dapet jempol sampe anak2 terbukti bisa mentas dengan baik. Yg ini juga termasuk gimana mamaknya menghadapi tahap itu... 😜

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berbagai Hidangan Kambing Khas Solo

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi