Menginap di Rumah Sakit

Jejak kemaren sebenarnya sebagian besarnya sudah saya tulis beberapa hari sepulang dari rumah sakit. Agar tidak lupa... Dan benar saja; saya sudah mulai lupa detil selanjutnya...

Seingat saya, saya tidur nyenyak dan bangun subuh. Sholat berbaring. Saya dilarang bangun. Nanti, dibantu. Harus pelan-pelan. Baiklah...

Saya dijatah sarapan air hangat dan air rebusan sayur. Jelas, tidak enak!...

Saya lupa detilnya bagaimana. Agak siangan, dokter yang mengoperasi saya datang memeriksa dan menawari saya untuk pulang atau tinggal, sedangkan bangun dari tempat tidurpun saya belum diijinkan! Saya meminta menginap di rumah sakit saja dulu semalam lagi. Daripada pulang dan malah merepotkan orang rumah...

Laïla datang menengok sebelum pulang dari jaga malamnya. Dan entah mengapa, hari itu ada beberapa teman yang menelepon padahal tidak biasanya. Saya memang tidak berkabar. Selain merasa tak perlu, tapi juga karena memang sangat mendadak. Seorang sahabat menelepon untuk mampir ke rumah! Saya bilang maaf, saya tidak sedang di rumah. Hasilnya saya diomelinya karena tidak mengabarinya untuk membawa saya ke rumah sakit! Dan diapun datang berkunjung. Ke rumah sakit, bukan ke rumah!...

Saya hanya berkabar ke satu orang; seorang teman SMA yang akan datang ke Cannes keesokan harinya. Saya meminta maaf tidak bisa menemuinya. Padahal itu adalah kesempatan langka sesudah 20 tahun tak berjumpa...

...

Hari itu hujan lebat. Suami saya datang tengah hari membawa sekotak sushi. Untuk saya. Tapi akhirnya dia makan sendiri. Karena makan siang dan malam saya masih berupa cairan. Hanya ditambah yoghurt. Bagaimana mungkin saya pulang hari itu?...

...

Tapi yang masih teringat dan ingin saya catat dari menginap di rumah sakit adalah saat malam tiba...

Sebagai pasien operasi usus buntu, saya menginap di bagian penyakit dalam. Rata-rata tetangga kamar, tentunya adalah orang-orang lanjut usia. Saya tak melihat secara langsung. Tapi terdengar dari kamar yang isolasi suaranya boleh dibilang tidak ada...

Malam pertama, keluar dari ruang operasi, saya masih di bawah pengaruh obat bius dan penahan rasa sakit. Malam ke dua, karena perawat menawarkan penahan rasa sakit, saya merasa berarti tidak perlu. Dan di sinilah keseruan dirasakan...

Dari satu ujung, terdengar seseorang yang beteriak kesakitan. Memanggil-manggil perawat, meminta obat penenang. Diam sebentar, lalu berulang lagi... Di ujung lain terdengar seseorang yang mengeluh "aahhh, aahhh, aahhh" secara berkelanjutan. Bukan teriakan keras. Keluhan saja. Tapi semalaman!... Menjelang pagi terdengar perawat di depan kamar saya menyapa seseorang, mau ke mana? Suara nenek-nenek menjawab, mau pulang. Perawat dengan sabar menjelaskan ke nenek, sudah malam, hujan lebat pula, besok saja ya...

Malam itu, saya susah tidur! Saya harus pulang keesokan harinya!...

Itu adalah malam terakhir saya di rumah sakit. Dan semoga tidak ada lagi ke depannya...

Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah