Kopenhagen 2024: Hari Pertama

Saat ini daerah kami yang masuk dalam zone B masih dalam periode libur sekolah musim semi. Tahun ini kami mendapat giliran terakhir. Kami ... sempat liburan dong! Tapi sudah lewat. Kami berangkat di hari pertama libur, tanggal 20 April yang lalu.

Paksu sudah mengajukan ingin jalan-jalan sejak libu sekolah musim dingin Februari yang lalu. Namun Butet menolak. Saat itu, dia dalam periode banyak ujian. Dan ada rasa kecewa karena sejatinya dia ingin ikut pelatihan animasi, tapi terlambat mendaftar hingga sudah penuh.

Saat ditawari pergi liburan musim semi ini pun tadinya Butet enggan. Tapi setelah dibilang kalau kami pergi di minggu pertama, dia mau juga.

Keberangkatan

Kopenhagen adalah kota tempat kerja Paksu. Sudah beberapa kali dia business trip ke sana. Tak sempat jalan-jalan. Dan setelah gagal membawa kami ke Madrid dan Toulouse, dua tempat kerja sebelumnya, diputuskannyalah untuk ke sana. Apalagi kami mendapatkan tiket maskapai lowcost Norvegian murah. Total hanya 150-an euros per orang termasuk 1 bagasi pulang-pergi! Ditambah tas tenteng untuk membawa charger masing-masing dan laptop untuk suami, cukup untuk kami yang biasa jalan-jalan minim bagasi. 

Pesawat berangkat pukul 9.55 pagi. Kami ke bandara menggunakan Uber. Dengan tiket bus yang per orang sudah 19€90, tarif Uber yang menjemput kami ke rumah dan mengantar kami langsung ke terminal 1 (bus berhenti di terminal 2) jelas sudah menarik. 

Dari Nice, suhu 15°C. Kami tiba 2 jam 10 menit kemudian di Kopenhagen dengan suhu setengahnya!

Sebelum berangkat kami sudah melihat prakiraan cuaca yang menunjukkan penurunan suhu udara di berbagai negara di Eropa. Saya sudah mengingatkan Butet dan papanya untuk menyiapkan syal, sarung tangan, dan beanie. Mereka abai. Akibatnya, sarung tangan saya dipakai Butet, dan belakangan mereka harus membeli beanie dadakan.

Kami mengalami listrik statik yang cukup parah. Terutama di awal-awal. Hanya Butet yang terus mengalaminya sampai akhir, meski cukup mereda.

Gedung Bursa Efek

Kami menginap di NH Collection. Kami menuju ke sana menggunakan metro. Cukup 15 menit. Stasiun metro tak jauh dari hotel.

Sampai di hotel, ternyata sudah ada kamar yang siap. Kami bisa meletakkan bawaan, selonjoran sejenak, lalu keluar lagi mencari makan siang. 

Kami berjalan kaki menuju pusat kota. Selain pusat kota tak jauh (hanya 1 km), kami belum memiliki kartu untuk transportasi umum. Dan kalau dibandingkan Paris, metro di Kopenhagen kurang sekali jaringannya. Hanya ada 4 jalur.

Jalan besar di depan hotel ditutup untuk kendaraan. Kami yang pejalan kaki tak masalah, bisa lewat sana. Rupanya, kebakaran di gedung bursa efek Kopenhagen yang kebetulan tak jauh dari hotel masih berasap. Sepertinya jalan ditutup untuk berjaga-jaga jika api kembali menyala. 

Ada banyak sekali orang berkumpul di sana. Kami sudah mendengar kabar kebakaran itu. Melihatnya langsung, tak menyangka juga sedemikian efeknya. Apalagi asap yang belum padam padahal sudah 4 hari sejak kejadian.

Burger Vegetarian

Meski tahu bahwa paksu tak sempat benar-benar jadi turis di sana, saya masih berharap dia tau arah. Atau paling tidak ada ide mau ke mana. Salah besar! Kami di bawanya ke sebuah pusat perbelanjaan yang katanya ada food court-nya. Ternyata hanya ada beberapa konter burger, sandwich, dan pizza potongan.

Sudah terlalu lambat. Kami sudah lelah dan lapar untuk mencari tempat makan lain. Kami pun memutuskan untuk makan burger vegetarian. Alhamdulillah, enak juga!

Kami keliling mall sejenak sesudah makan. Ke Muji membeli coklat. (Lho? Hahaha.) Tak tahu mau ke mana dan barang di mall terlalu mahal untuk budget kami (lah? hihihi), saya usulkan ke Nyhavn saja, objek wisata yang selalu jadi nomor 1 setiap kali mencari informasi turistik Kopenhagen!

Kongens Nytorv

Kami menyusuri sebagian Strøget, jalan khusus pedestrian yang merupakan pusat pertokoan di Kopenhagen. Ada banyak sekali orang, hari itu. Entah sama-sama sedang periode libur sekolah, atau karena hari Sabtu. Kami tak belanja, tapi menyempatkan mengunjungi benerapa toko suvenir untuk mencari beanie.

Strøget berujung di Kongens Nytorv. Tempat yang memang pembangunannya diinspirasi gaya Prancis ini unik untuk kami. Di sekelilingnya ada dua gedung yang dinamai dalam Bahasa Prancis: Hotel d'Angleterre dan pusat perbelanjaan Magasin du Nord. Belakangan baru saya ketahui bahwa di daerah itu juga terdapat kedutaan Prancis, dan patung Raja Christian V yang ada di tengahnya adalah karya pematung Prancis Abraham César Lamoureux.

Nyhavn

Nyhavn, pelabuhan baru, terletak di sisi seberang dari Strøget. Ada lebih banyak orang lagi di sini. Cukup sulit mengambil foto. Harus sabar, atau rela dihiasi pengunjung lain.

Cuaca dingin tak menghalangi para pejalan kaki. Ada banyak turis yang entah makan siang kesorean atau makan malam kesiangan di restoran-restoran di sepanjang Nyhavn. Sayang sih, tempat-tempat makan di pinggir jalan itu menutupi bangunan warna-warni ikon Kopenhagen yang seperti susunan balok Lego!

Kami menyusuri kanal di sisi kiri, sampai ke jembatan terakhir yang bisa membawa kami ke sisi kanan, ke arah balik ke hotel. Setelah itu tak ada lagi jembatan yang menyeberang ke kanan! Harus balik arah atau berputar jauh sekali.

Awas Kanal!

Padahal sudah diingat-ingat: jangan sampai melewatkan jembatan. Ternyata tetap kejadian juga! Niatnya berganti jalan, kami jadi memutar jauh sekali karena tak bisa menyeberang. Padahal hotel tinggal di kiri, di seberang kanal. Karena tak mau menyeberang ke kanan dulu, kami harus memutar 2 km!

Jangan lengah juga, karena ada banyak trotoar yang langsung nyemplung ke kanal. Tak ada pembatas di pinggir kanalnya. Datar saja. Apalagi kami tinggal di daerah Christianhvn yang dikelilingi kanal-kanal. Kami ngeri membayangkan orang-orang yang kalau malam dan mabuk berjalan di daerah itu.

Kami melewati Museum Perang, Perpustakaan Kerajaan, dan Pusat Arsitektur Denmark yang terakhir ini masuk dalam agenda junjungan kami. Masih ada satu jam sebelum jam tutup. Tapi karena biasanya waktu kunjung kami ke museum minimal 2 jam, kami skip dulu. Kaki juga sudah tak kuat, rasanya. Dan kami perlu istirahat sejenak serta menjamak salat Duhur dan Asar sebelum makan malam di restoran.

Østre Anlæg

Paksu sudah merencanakan dari awal untuk makan masakan Jepang selama di Kopenhagen. Katanya banyak sushi yang enak. Eh tapi bukannya kami dibawa ke kedai sushi, malah dia memesan tempat di restoran. 

Restoran terletak jauh dari hotel. Tak mungkin jalan kaki. Kami sekalian saja membeli tiket metro untuk 48 jam. Perkiraan tambahan waktu kami untuk membeli tiket kemudian berganti metro ternyata berlebihan. Masih ada setengah jam sebelum waktu yang dijanjikan. Kebetulan di dekat stasiun metro ada taman. Kami berjalan-jalan saja di sana.

Taman terlihat sepi padahal matahari belum terbenam. Masuk sedikit, ada gerombolan orang di kerimbunan semak. Entah apa yang mereka kerjakan di luar yang dingin begitu. Mereka bicara kencang dalam bahasa yang tak kami mengerti. Karena tak mengerti itulah jadi terasa seram, sepertinya.

Kami berjalan cepat menuju daerah yang ditunjukkan oleh peta taman sebagai Taman Bunga Mawar (Rosenhaven). Tamannya tak kami temukan. Mungkin ketemu tapi bunganya tak ada? Yang jelas kami menemukan danau yang cantik dengan pemandangan matahari terbenam.

Kappo Ando  

Masih ada 700 meter ke restoran. Kami melalui jalan besar yang tak ramai. Jalan yang luas membuat angin menerpa lebih terasa. Untung kami bisa segera berlindung di kehangatan restoran.

Restoran Kappo Ando lebih mirip bar. Mengambil model izakaya Jepang, sepertinya. Restoran ini dikelola suami Denmark dan istri Jepang, dibantu beberapa personil. Kami ditempatkan di meja bar dan makanan disajikan dari balik meja atau diantar ke sisi kami. Jadi meski untuk ke restoran ini harus pesan sebulan sebelumnya, suasananya cenderung santai. Walaupun tetap saja kurang cocok untuk keluarga.

Kami mengambil menu standar dengan 7 hidangan. Banyak amat? Kecil-kecil kok. Tapi pada akhirnya kenyang juga!

Tiap penyajian, kami diberi informasi tentang hidangannya. Kami bahkan sempat menanyakan salah satu bahan yang dicarikan di internet! Pemilik restoran santai berbincang dengan semua pelanggan, termasuk kami. Mereka dengan baiknya menyiapkan hidangan penutup khusus untuk kami, modifikasi tanpa alkohol!

Dingiiin!

Kami keluar dari restoran sudah lebih dari jam 10 malam. Pulang mengambil jalur yang sama dengan agak was-was, melihat banyaknya orang tak jelas di jalanan dan di stasiun metro. Saya rasa, selain ada kendala tak paham bahasa, ada efek kota yang besar dan terlihat lengang. Kami terbiasa dengan Cannes yang kecil yang kelengangannya tak terasa. Kalau Paris sih nggak ada matinya!

Ada rasa heran juga, kok bisa-bisanya mereka berkeliaran di suhu yang tak sampai 5°C. Sedangkan kami berjalan cepat saja masih kedinginan. Kami bahkan melihat tunawisma yang tidur di depan stasiun metro yang terbuka lebar! Padahal suhu diperkirakan minimal 1°C malam itu! 

Tapi semua baik-baik saja. Tak ada insiden. Hari pertama kami di Kopenhagen dilalui dengan lancar. Kami mandi, jamak Magrib dan Isya, lalu tidur nyenyak berselimut dalam ruangan yang telah diatur dengan suhu yang pas. Nyaman istirahat, menghimpun tenaga untuk hari kedua!


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah