Webinar Berpikir Komputasional
Sabtu pagi, biasanya adalah waktu bermalas-malasan. Namun tanggal 11 kemarin, saat sesudah salat Subuh cek-cek messenger, saya diingatkan tentang acara webinar Informatika Mengajar yang diadakan oleh Ikatan Alumni Informatika ITB.
Webinar yang diadakan dalam rangkaian peringatan 40 tahun jurusan Teknik Informatika ITB kali ini bertema Berpikir Komputasional Sebagai Kunci Keterampilan Abad 21 dengan pembicara dosen saya saat kuliah dulu, Ibu Dr Inggriani Liem. Selain sebagai dosen senior IF ITB, beliau berbicara dalam kapasitasnya sebagai pembina tim Olimpiade Komputer Indonesia dan BEBRAS Indonesia NBO, serta narasumber kurikulum Informatika untuk Kurikulum Merdeka.
Saat diajak beberapa hari yang lalu oleh Kak Risna, saya mengatakan kalau tak bisa janji. Jadwalnya yang jam 7 pagi waktu Prancis, di hari Sabtu pula, membuat saya tak yakin bisa mengikutinya. Kebetulan sambil menunggu kabar suami yang sedang dalam perjalanan pulang dari business trip-nya, saya iseng saja mengikuti webinar di tablet. Agak terlambat bergabung karena aplikasi zoom di tablet minta di-update. Niatnya mendengarkan sambil baringan santai, eh ternyata perlu konsentrasi penuh. Nggak bisa sambil browsing yang lain. Tapi nggak rugi kok!
Menarik sekali sedikit mengulang ilmu keinformatikaan, mengingat-ingat logika kealgoritmaan. Dan webinar ini membahas pengaplikasiannya pada bidang pendidikan. Pendidikan anak, pula!
Bu Inge menjelaskan apa itu berpikir komputasional (computational thinking). Bagaimana pengintegrasiannya ke dalam Kurikulum Merdeka. Menjelaskan bahwa CT itu conceptualizing, bukan programming. Menenangkan saya yang selama ini gusar pada pendidikan IT yang saya tangkap selama ini di Indonesia. Di mana anak-anak kecil diajari programming. Ya, kalau memang anaknya berminat ke sana, kalau tidak, saya rasa itu akan membebani saja.
CT merujuk bagaimana manusia berpikir. Bukan bagaimana cara komputer menyelesaikan masalah. Karenanya, CT bisa dimulai dari rumah. Bisa ditanamkan dari keseharian. Kalau sekolah tak memberikan materi ini, orang tua bisa menjadi proxy. Menjadi perantara.
Webinar ini terbuka untuk umum. Dan materinya memang global. Bisa diterapkan oleh semua orang tua. Meski dalam paparannya, Bu Inge beberapa kali merujuk peserta sebagai alumni Informatika saja.
Saya tak mau memaparkan keseluruhan materinya kali ini. Tak mampu juga. Sulit sekali menyusun isi materi yang saya tangkap di kepala. Nanti kalau sudah rilis video rekamannya saja, saya update lagi tulisan ini.
Yang jelas, haru sekaligus kangen kembali melihat dan mendengar suara Bu Inge. Masih tetap enerjik, seperti dalam ingatan saya di masa kuliah dan mengasisteni beliau dalam program D3 Pos 25 tahun yang lalu.
Ingin sekali ikut bicara, tapi tak tau mau ngomong apa. Dan saya takut oot juga. Mengingat bahwa pertama, saya jelas tidak mengenal konteks pendidikan Indonesia; lalu kedua, saya sempat telat masuk tadi, takutnya yang saya sampaikan sudah dibahas. Mau sekedar berhai-hai beramah-tamah? Saya tak yakin Bu Inge masih ingat mahasiswi biasa-biasa saja seperti saya ini.
Seperti Bu Inge yang beberapa kali menyatakan ingin menebus kekurangan pada saat mengajar dulu --yang entah apa kekurangannya itu--, saya berharap ide-idenya bisa diterapkan dalam kurikulum pendidikan, baik pendidikan formal dalam Kurikulum Merdeka, maupun pendidikan informal orangtua di rumah-rumah. Untuk bisa menebus kekurangan --yang kali ini nyata saya rasakan-- dalam sistem pendidikan secara umum sebelumnya.
Comments
Post a Comment