Full of Love

"Nggak terlalu kaget kan, berada di kehebohan seperti ini?" mbak Linda di sebelah mencolekku.

"Nggak laaah," jawabku tertawa.

"Perasaan di antara kita memang cuma mbak Lin yang pendiem deh. Yang lain rame semua!" timpal dik Wati.

"Ya kan siapa tau sudah lupa. Sudah empat tahun nggak kumpul-kumpul," kilah mbak Linda yang aku jawab dengan merangkul bahu sepupu yang kata orang paling mirip denganku itu. Dulu. Saat kami masih muda. Masih sama-sama kurus tirus. Sekarang kami berdua sudah lebih berisi. Bedanya aku membengkak, sedangkan mbak Linda jadi langsing ayu.

Senang sekali bisa kembali berada di tengah mereka. Sepupu-sepupu dari pihak ibuku yang sama juga seperti dari pihak ibu mertuaku; kebanyakan perempuan! Empat tahun tak bertemu rasanya malah justru menambah keakraban kami.

Ya, empat tahun!

Terakhir kami berkumpul bersama begini saat piknik Trah Darsono Kusumo pada tahun 2018. Piknik yang rutin diadakan sekaligus Halal bi Halal sesudah Idulfitri, yang sengaja diundur ke bulan Juli demi menungggu kedatanganku dan keluarga dari Prancis. Keluarga yang ternyata tak datang lengkap karena suamiku baru bisa datang belakangan. Tak bisa cuti lama, dia.

Kali ini pun ternyata sama. Hanya tinggal aku dan Butet yang hadir karena si Ucok batal berlibur ke Indonesia, dan suami sudah harus kembali ke Prancis, karena masa cutinya sudah keburu habis.

Bukan... Pertemuan kemarin bukan dalam rangka piknik Lebaran. Kemarin adalah kumpul-kumpul dalam rangka ulang tahun bapak dan ibu yang kebetulan berturutan, sekaligus syukuran pengukuhan guru besar bapak. Karenanya yang diundang tak hanya Trah Darsono Kusumo, tapi naik sampai Trah Bani Thoyib, keluarga sangat besar di level eyang buyut.

Kami sepersepupuan, cucu-cucu eyang Darsono Kusumo relatif seumur. Paling jauh jaraknya hanya belasan tahun. Status sebagai ibu membuat kami lebih dekat. Sama-sama ribet, tak bisa konsentrasi ngobrol karena harus selalu fokus pada anak-anak.

Aku bergabung agak lambat karena Butet kurang sehat. Begitu selesai mengantar Butet tiduran, semua menyambutku dengan hangat.

Makan dulu. Makan dulu. Padahal seharusnya, akulah tuan rumah acara itu!

"Dawet mbak?" dik Yani menawarkan sesudah kami saling menyapa.

"Wah, banyak sekali!" seruku takjub melihat dua macam cendol dan berpanci santan.

"Iya. Tadi aku sama mas Mun nyari dawet secara terpisah. Ternyata sama-sama dapat. Ya sudah, bawa semua saja," jelas dik Wati sambil tertawa.

Dua hari sebelumnya memang kami sempat menggodanya di wag persepupuan. Dik Wati yang sedih tak bisa datang karena tak ada yang mengantar malah kami beri tugas membawa dawet. Suaminya sudah ada jadwal piknik.

Karenanya aku terkejut senang bertemu dengan keduanya. Dan terharu mendengar bagaimana mereka mencari dawet yang dibanggakan kota Purworejonya.

"Sebentar. Aku salim-salim dulu ya," pamitku.

Senang sekali bertemu dengan Bulik Ning dan Om Sugeng, adik bapak yang mirip sekali dengan bapakku itu. Lalu Om Adib dan Bulik Dar, adik ibu yang seperti kembaran ibuku. Kemudian Budhe Sri, kakak ibuku, kembar satunya lagi. Senang melihat mereka sehat-sehat semua.

Mbak Ida, sepupu tertua, eh, tersenior kami memelukku erat. "Sosis solomu ada di meja tuh," bisiknya sambil melirik dengan sudut matanya ke arah tumpukan dadar gulung berisi daging cincang.

Mbak Dewi menempelkan pipinya kanan-kiri tanpa melepaskan pincuknya. "Ada brambang asem juga," katanya sambil mengangkat dagunya ke meja sebelah sosis solo. 

"Wah, ada tempe gembus!" seruku girang. 

Ampas tempe yang tadinya merupakan makanan orang susah itu memang favoritku. Sayang, sulit sekali mendapatkannya. Karenanya, seakan memperoleh harta karun melihat sebaskom begitu.

Aku sapa sekilas semua, mohon maaf karena tidak bisa duduk-duduk berlama-lama dan harus mondar-mandir menengok Butet yang ternyata waktu itu kemudian demam.

Aku lihat dik Yanik, iparku yang tipikal putri Solo nan anggun dan kalem itu gesit menata hidangan. Ada kue tar ulang tahun bapak dan ibu dari keluarga Budhe Sri. Ada sekotak roti dari Bulik Ning. Ada rentengan plastik berisi rambak, beberapa kotak coklat bubuk, ... ada banyak sekali makanan. Belum lagi nasi kotak dan kudapan yang disiapkan oleh Bulik Dar.

Ada panci besar berisi es degan yang tinggal sedikit. Tapi masih ada beberapa butir kelapa muda di sampingnya. Segar, baru dipanen dari kebun. Siap dibuka kalau ada yang menginginkannya.

Mbak Nita yang menyempatkan datang meski sudah cukup lambat membawa serabi Notosuman. Lalu ternyata mbak Retno masih mengeluarkan buah potong yang cukup menghebohkan. Pertama, karena sempat diklaim dibawa oleh dik Arfi yang juga lambat datang. Ke dua, karena bahkan mbak Niken, adiknya sendiri, sempat terkagum kok mbak Retno tiba-tiba rajin memotong-motong buah!

Tapi, tanpa makan pun aku sudah merasa kenyang. Kenyang dengan limpahan kasih sayang, perhatian, pandangan mata rindu keluarga besarku. Hanya dengan melihat sajian berbagai makanan kesukaan yang aku impikan selama jauh di perantauan itu saja sudah cukup. Dan aku merasa kenyang tanpa mengonsumsinya.

I'm full indeed. Full of love...

Tapi yakin, nggak makan?

Perasaan saat mondar-mandir dari ruang depan ke kamar, tangan tak pernah bebas deh. Gelas dawet, pincuk brambang asem, sosis terbungkus tisu, ...

Heu...

Hehehehe... 😁


---

Tulisan ini diikutkan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Agustus 2022 dengan tema Cerita Cinta




Comments

  1. senang ya berkumpul dengan saudara -saudara yang dulu sama2 kecil, sekarang sama2 repot dengan kehidupan masing2. btw si Butet gimana demamnya? semoga lekas sembuh ya. Semoga semua sehat sampai kembali ke rumah nantinya.

    ReplyDelete
  2. Mba Alfiiii. Saya membaca tulisan Mba Alfi sudah langsung menemukan OST yang perfect, Jill Scott - "Family Reunion".

    Pastilah sebuah kebersamaan yang indah dan priceless ya Mba. Ikut senang banget bacanya, Mba. Kompak, rukun, damai, alhamdulillah. Plus ada tempe gembus! Huwaaa uwenak pol itu sambil nyeplus lombok ehehe. *ngelap ilerrr

    Oiya, selamat ulang tahun untuk Bapak dan Ibu Mba Alfi, semoga makin berbahagia dan selalu dalam lindungan Allah. Juga selamat untuk Ayahanda telah dikukuhkan sebagai guru besar. :)

    ReplyDelete
  3. barakallah ... happy moment ini ya teh Alfi. jadi kangen Solo hiiiksss ... oya semoga selalu sehat ya untuk bapak dan ibu sekeluarga besar juga.

    ReplyDelete
  4. Teh ikut senangg bacanya, Alhamdulillah bisa kumpul2 lagi dengan keluarga setelah sekian lama ya.. Semoga sehat2 semua ya teh dan keluarga <3

    ReplyDelete
  5. Kayaknya ini kepulangan kalian ke Indonesia yang paling 'penuh' ya Fi... ya senang, ya sedih, ya ketemu, ya berpisah. Tapi itu semuanya judulnya cinta. Kalau nggak full of love, nggak akan senang waktu bertemu, dan nggak akan sedih waktu berpisah. It proves how deep the love is. Lhooo kok jadi aku yang puitis. Bisa aku setor nih hihihi.

    Terus semangat ya Fi, semoga waktu bisa membantu mengurangi rasa kehilangan kalian atas berpulangnya Oppungnya Ucok dan Butet...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berbagai Hidangan Kambing Khas Solo

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi