Bekal Jetlag

Siapa sangka bahwa kami harus kembali ke Prancis dalam keadaan tak siap, sama seperti saat kami berangkat?

Kami pergi ke Indonesia dalam keadaan tak tenang. Ucok yang tiba-tiba terdeteksi positif Covid 19 membuat kami kelabakan. Tak hanya soal usaha mengatur bagaimana Ucok tetap bisa berangkat --yang pada akhirnya ternyata tak bisa--, namun juga perasaan khawatir, menambah jarak dengan si sulung di perantauan. Dari Prancis ke Swedia saja sudah cukup jauh kan!? Apalagi dari Indonesia...

Karenanya, tak ada hati untuk mengambil waktu belanja oleh-oleh untuk keluarga besar dan teman-teman di Indonesia. Untungnya oleh-oleh untuk orang tua dan keponakan sudah disiapkan sebelumnya... 

Saat harus pulang, kami dihadapkan pada duka. Kepergian ayah mertua membuat agenda harus disesuaikan. Lagi-lagi tak sempat, dan tak ada hati juga untuk belanja oleh-oleh untuk dibawa kembali ke Prancis...

Lalu datang ibu dan bapak dari Solo ke Bandung. Berbela sungkawa ke besan, sekaligus bertemu dengan Butet dan saya yang harus segera berangkat. Dengan membawa oleh-oleh, tentunya! Empat kardus banyaknya!

Telur Asin

Kardus pertama, berisi telur asin. Tidak kurang dari 70 butir!

Telur asin memang oleh-oleh andalan ibu saya kalau berkunjung. Untuk dikirim atau jadi bekal bawaan tamu juga. Produksi tetangga yang tinggal ditelepon, langsung diantar ke rumah. Praktis, dan memang enak. Dan saya sendiri suka!

Tapi tentu saja saya menolak saat ibu menawarkan untuk membawa 100 butir telur asin ke Prancis. Bukan cuma buat saya. Buat dibagi dengan teman-teman juga, katanya...

Secara ide, saya setuju. Secara pelaksanaan, itu cerita lain lagi!

Bukan hanya bahwa membawa bahan hewani dan nabati dari luar negeri ke Prancis itu resminya dilarang, membawa 100 butir telur jelas bukannya gampang! Berat, dan sangat riskan. Tak mungkin dibawa di kabin. Tapi di bagasi pesawat, sulit membayangkannya tidak remuk setelah dibanting-banting!...

Tujuh puluh butir telur yang dibawa ke Bandung saya bagi-bagikan dengan keluarga di sana. Dan saya menyisihkan sembilan butir saja. Yang saya masukkan ke dalam kotak terlebih dahulu sebelum menyelipkannya di antara pakaian-pakaian... 

Abon dan Kering Kentang

Kardus ke dua dan ke tiga adalah titipan dari adik saya...

Saya memang meminta tolong padanya mencarikan daster batik sebelumnya. Tak sempat serah-terima karena mendadak harus ke Bandung. Karenanya dititipkannya pada bapak-ibu saja...

Bukannya hanya 4 helai daster pesanan, namun ada piyama untuk Butet dan tunik untuk saya. Tapi tentu saja itu tak memakan 2 kardus! Ada 3 bungkus besar karak Solo, dan entah berapa bungkus abon serta kering kentang-teri-kacang! Entah berapa? Ya! Saya tak sempat benar-benar menghitungnya!...

Hanya kering kentang yang saya angkut semua. Abon dan karak sempat saya bagi-bagi. Karena tak mungkin bisa saya bawa seluruhnya. Meskipun agak sedih juga karena karak yang sebagian sempat digoreng di Bandung itu uenak sekali. Eh? Hehehe...

Bekal Berharga Selama Jetlag

Memang saya biasa membawa makanan saat kembali dari liburan di Indonesia. Tidak banyak. Secukupnya saja. Minimal untuk hari-hari pertama saat baru tiba. Saat kulkas masih kosong dan belum sempat belanja. Saat masih lelah dan malas memasak. Saat tiba-tiba bangun tengah malam kelaparan karena masih terbiasa dengan jam sarapan...

Seperti kemarin di mana saya terbangun-bangun mulai jam 2 pagi. Sulit tidur sampai Subuh, dan setelah Subuh tak bisa tidur lagi. Sudah masuk jam makan siang di Indonesia!

Saya ingat ada sisa nasi di freezer. Saya panaskan di microwave. Makan dengan kering kentang dan telur asin, aduh lezatnya!... 

Kardus ke empat?

Isinya pempek. Kiriman sahabat bapak dan ibu, langsung dari Palembang. Kebetulan saya sempat bertemu saat mereka ke Solo. Mereka memang mengatakan mau mengirim pempek "biar dicicipi sama yang dari Prancis". Tak saya sangka benar-benar dikirimkannya...

Saat paket sampai di Solo, saya sudah berada di Bandung. Karenanya dibawakan juga saat bapak-ibu berkunjung. Sesuai amanah, katanya. Tapi tak saya bawa ke Prancis. Barang segar. Terlalu riskan...

Tenang. Sudah saya makan sebelum berangkat ke bandara. Saya bawa ke Prancis di dalam perut saja!... 😋




Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah