Curcol Asli

Belum lama saya menulis pesan di telegrup Mamah Gajah Ngeblog tentang bagaimana saya termotivasi untuk menulis gara-gara ikut nge-list.

Ceritanya, di MGN ada program listing mingguan. Anggota diajak untuk mengisi blognya, lalu mencantumkannya dalam list mingguan. List ini nantinya dipublikasikan juga pada Selasa Baca, partisipasi MGN meramaikan FBgroup ITB Motherhood tiap Selasa.

Anggota MGN cukup mencantumkan nama dan url artikel blognya. Tak ada kewajiban blogwalking dan saling meninggalkan komentar. Mudah saja, kan!?

Dengan adanya listing mingguan ini, memang saya terdorong untuk menulis yang bagus. Yang layak untuk dibagikan. Karena tak cuma sesama anggota MGN, pembacanya meluas ke anggota ITBMH juga.

Minggu lalu seorang anggota mengeluh kurang motivasi. Dan saya dengan polosnya menceritakan tentang listing yang memotivasi itu. Eh lah trus ternyata di minggu yang sama, saya malah nggak ikut ngelist! Gibraks dah!

Bukannya nggak nulis sih. Saya ada menulis dua kali selama seminggu yang lalu. Satu di blog ini, dan satu lagi ulasan buku di A Thousand Readings. Namun menurut saya keduanya tak layak dibagi.

Tulisan tentang perjalanan Butet ke Dublin sebenarnya menarik. Hanya saja ditulis secarafree writing. Tak cukup terstruktur.

Tulisan ulasan buku sebenarnya adalah andalan saya untuk ditonjolkan. Namun kali ini reviu saya tentang Destination: Jakarta 2040 cenderung negatif. Lebih banyak kekurangan yang saya ungkapkan ketimbang nilai positifnya. Rasanya kurang pas untuk menonjolkan reviu negatif seperti itu. Biarkan pembaca yang memang menginginkan umasan jujur saja menemukannya dari googling kalau beruntung.

Akibatnya, tak ada tulisan saya yang muncul di Selasa Baca minggu ini!

Seperti yang saya tulis di cerita tentang Butet ke Dublin, sebenarnya ada banyak sekali yang perlu dicatat. Namun ternyata banyak yang terlewat.

Misalnya tentang bahwa lutut saya kumat tepat seminggu sebelum jadwal keberangkatan Butet! Ya, lutut kiri saya kambuh. Cukup parah, pula, sakitnya. Padahal tentu saja seminggu sebelum jadwal Butet berangkat, banyak yang harus dipersiapkan.

Lutut kambuh hari Selasa 9 Mei. Saya tak mungkin lupa. Ada dua agenda penting hari itu. Yang pertama adalah ujian kursus bahasa Jepang. Ujian akhir tahun untuk mengukur kemampuan diri. Tidak menentukan kelulusan. Kata Sensei, semua peserta di kelas saya bisa naik ke level 2 tahun depan.

Agenda kedua datang belakangan. Cukup dadakan. Tapi penting juga: rapat informasi perjalanan ke Dublin! Sayangnya, minggu itu jadwal suami datang ke kantor. Tak ada pilihan, hanya saya yang bisa hadir rapat, kan!?

Rapat dijadwalkan pukul 17 di aula sekolah. Ujian dimulai pukul 18.15 seperti biasa. Saya sudah sempat minta izin ke Sensei untuk datang terlambat. Dengan rencana izin ke guru di rapat bahwa saya harus pamit cepat.

Saya sudah memperhitungkan perjalanan dari sekolah Butet ke tempat kursus. Memutuskan untuk tidak membawa mobil, dan mungkin jalan kaki saja menuju tempat kursus. Daripada deg-degan menunggu bus yang sudah mulai suka terlambat di jam sibuk begitu.

Selasa pagi, terlalu semangat menyikat kamar mandi, saya lupa dan berjongkok. Saat bangun, tak langsung terasa. Namun saat sempat duduk sejenak, bangunnya langsung sakit mendera! Parah!

Memang sebenarnya saya sudah merasa tak nyaman di lutut sejak dari Marseille. Jalan-jalan cukup intensif dengan boots jelas tak akan diulang lagi. Sakit di lutut masih tertahan, bahkan saat harus menyetir ke Antibes untuk halal bi halal. Ada rasa tak nyaman. Boleh dibilang malah saya menunggu-nunggu, kapan sakit itu benar-benar datang. Sayangnya, datangnya di saat yang benar-benar tidak tepat!

Hari itu saya memutuskan untuk tidak datang ke pertemuan di sekolah Butet. Apa boleh buat. Bagaimanapun ke sana masih harus berjalan 500an meter dari halte bus. Sedangkan ke tempat kursus, saya tinggal masuk saja. Halte bus tepat ada di depan. Meski pada akhirnya, ternyata saya harus berjalan kaki pulang karena pintu depan terlunci dan harus lewat pintu belakang. 500 meter saja. Sampai rumah. Bukan sampai halte!

Atau sebenarnya sakit itu datangnya tepat waktu? Jadi saya sudah sembuh saat harus mengantar Butet ke bandara?

Kalau lihat dari sisi baiknya memang begitu. Saya jadi bisa mengantar, kemudian menjemput meski tak berani sendirian dan memesan suami untuk cuti seharian. Selain menemani, juga berjaga-jaga kalau dia malah harus antar-jemput sendiri.

Meski jadinya, saking stressnya, saya jadi melewatkan rencana-rencana mencatat tentang ujian, ulang tahun almarhum Bapak yang ke-70, perjalanan Butet sendiri, atau tentang kacamata progresif saya. Ya, akhirnya saya punya hypermetropi juga.

Tapi itu nanti dulu lagi saja. Free writing ini sudah cukup panjang dan harus segera disetorkan. Sudah tanggal 29 dan masih baru 8 setoran, coba yaaa. Akhirnya menulis berbaring meringis karena sakit punggung bawah, sambil tersenyum-senyum menyimak pengumuman tantangan MGN.

Tapi sekali lagi, itu cerita lain kali saja...!

Cuma ya tulisan ini nggak bakal dimasukkan ke list mingguan MGN. Cukup buat melengkapi setoran KLIP saja. Hihihi.

Yuk, semangat! Kurang satu setoran lagiii!






Comments

Popular posts from this blog

Berbagai Hidangan Kambing Khas Solo

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi