Berbagai Hidangan Kambing Khas Solo

Sebelum liburan ke Indonesia, kami suka mencatat agenda apa saja yang ingin kami lakukan berempat. Kuliner adalah salah satunya. Dan satu kesepakatan hakiki adalah menyantap hidangan kambing di Solo!

Ya, di Solo! Bukan hanya karena saya orang Solo nih ya. Namun kami berempat setuju bahwa belum menemukan kota lain yang masakan kambingnya lebih enak, atau bahkan sama enaknya dari yang ada di Solo! Apa yang bisa lebih dipercaya dari lidah anak-anak? Apalagi yang lahir dan besar di rantau, coba?

Dari rumah makan kambing terkenal, hingga warung-warung kecil pinggir jalan, semua enak. Seluruh Soloraya. Hmmm... mungkin berlebihan sih ya. Kan jelas saya dengan kriteria kebersihan yang pada dasarnya sudah akut apalagi didukung anak-anak belum pernah mencoba semua tempat makan hidangan kambing. 

Disclaimer dulu: hampir semua foto masakan kambing yang ada di tulisan ini berasal dari aplikasi GoFood. Saya memilih mengambil ilustrasi dari Sate Kambing Pak Bunder, warung sate yang berlokasi tak jauh dari rumah adik saya di Kartasura, tempat singgah saya saat mudik ke Solo. Hanya satu foto (sate buntel) yang saya ambil dari sebuah warung sate di Bandung. Sayangnya GoFood langsung kembali sadar bahwa saya tidak sedang berada di Indonesia dan menutup aksesnya, padahal saya belum sempat mencatat nama warungnya. 

Update 19 Mei 2023: GoFood (dan fitur-fitur Gojek lain) sudah bisa saya akses kembali! Ternyata nama warungnya adalah Bang Sate Bang yang beralamat di Burangrang.

Sate Buntel

Sate buntel adalah yang langsung dengan cepat diteriakkan (tentu hiperbola, ini!) oleh Ucok kalau ditanya soal makanan Indonesia. Daging kambing cincang berbumbu yang dibungkus dengan lemak lalu dibakar dan dilumuri kecap ini harus ada dalam agenda. Pernah dalam sekali mudik kami makan sate buntel sampai tiga kali. Padahal kami cuma di Solo selama seminggu! Gubraks dah!

Sate buntel membuat Ucok mau menutup mata dengan kondisi warung yang gerah karena penuh pengunjung dan ventilasi yang tidak bagus. Untung asap yang memenuhi ruangannya wangi sate. Hmmm.

Tongseng

Nah, kalau mau Butet tak terlalu mengomel dengan lokasi warung yang di pinggir jalan besar berpolusi, tongseng lah menunya! Gulai manis-pedas atau yang juga dikenal sebagai "sate masak" ini memang favoritnya. Paduan bumbu kari dengan kecap, ditambah kesegaran tomat dan kol masak memang sungguh lezat.

Tongseng ini adalah salah satu masakan yang bisa saya masak sendiri. Semua bilang enak. Namun Butet tetap berkomentar bahwa itu bukan tongseng, dan selalu meminta tongseng dalam daftar makanan yang ingin disantapnya saat liburan ke Solo.

Sate Bakar

Sate bakar adalah default yang pasti ada di warung masakan kambing. Bahkan biasanya warungnya pun dinamakan warung sate. Sengaja saya sebut sate bakar untuk menekankan perbedaannya dengan sate masak alias tongseng.

Sate ini klasik yang tak tergantikan. Sate kambing di Solo disajikan dengan kecap manis, taburan merica yang buanyaaak, irisan tomat, kol segar, dan bawang merah atau acar lengkap. Idealnya berisi 100% daging. Tapi saya suka sengaja memesan sate jeroan yang meski tetap ada berisi potongan daging, divariasi dengan hati dan jantung kambing. Nggak tiap hari ini, kan!? Dan tetap saja saya tak suka jika mendapatkan potongan lemak!

Gulai

Hidangan kari khas Indonesia ini adalah hidangan berkuah yang sepertinya sudah jadi pasangan sate. Standar selalu ada di tiap warung sate kambing. Potongan babat, usus, paru, hati, dan jantung mendominasi. Standarnya, hanya ada sedikit daging. Kecuali kalau spesifik disebutkan gulai daging. Ada versi gulai goreng yang dihidangkan dengan kuah terpisah.

Gulai sering dihindari. Tak hanya konten jeroannya, tapi juga kuah santannya. Apalagi kalau dengan beralasan menghabiskan kuah gurih dan pedas itu, kita jadi berkali-kali nambah nasi. Hadeuh!

Tengkleng

Nah ini hidangan yang banyak dicari di Solo! Gulai encer tanpa santan berisi tulang belulang ini lezat dinikmati panas-panas. Mungkin keasyikannya terletak dari mencari daging yang masih menempel di tulang. Lalu menyeruput sumsumnya. Sluuurp! 

Seperti gulai, tengkleng juga ada versi gorengnya. Kami sih tak begitu suka. Meski secara teori berisi kambing dari kepala hingga kaki, pada kenyataannya tak banyak yang bisa dikonsumsi! Hahaha.

Nasi Goreng Kambing

Nasi goreng kambing khas Solo itu enaaak sekali. Daging kambingnya diambil dari sate bakar. Bumbu untuk memasak nasinya diambil dari kuali tongseng. Legit, gurih, tak bisa dibandingkan dengan hidangan nasi kambing dari negara manapun, dan belum bisa saya temukan di daerah lain selain di Solo. Tapi memang di luar Solo, saya belum pernah makan nasi goreng dari warung sate sih. Nasi goreng kambing di rumah makan biasa hanya sekadar nasi goreng standar dengan daging kambing. Jelas bedaaa!

Untuk nasi goreng kambing ini, Ucok dan Butet sama-sama lebih memilih masakan saya. Pedasnya jelas lebih sesuai dengan level mereka. Dan tentu saja, takaran dagingnya jauh lebih banyaaak!

Kolesterol

Saya memiliki kadar kolesterol tinggi karena faktor keturunan. Saat terdiagnosis, yang pertama saya tanyakan adalah pantangan makan. Dokter menjawab tidak ada! Kurangi mentega, krim, dan produk turunan susu hewani lainnya saja. Santan? Itu bagus, katanya. Malah bisa menggantikan krim. Kambing? Tak masalah! Semua boleh, asal jangan berlebihan.

Mitos daging kambing tinggi kolesterol ternyata memang hanya mitos saja. Belakangan, sudah mudah menemukan informasi mengenai kandungan kolesterol dalam makanan. Sudah beredar luas peringatan bahwa yang harus dicermati dari daging adalah lemaknya. Lalu cara memasaknya yang kadang terlalu gosong, yang paparannya dalam jangka panjang membawa resiko berbahaya.

   

Jadi, jangan memusuhi kambing ya! Apalagi hidangan kambing itu enaaak. Rugi, lah! Jangan lupa batasan makannya saja! Karena, apapun yang berlebihan itu tidak baik, kan!?

Bon appΓ©tit! Sugeng dhahar! Selamat makan!


---

Tulisan yang tidak disponsori baik oleh GoFood, Sate Kambing Pak Bunder, maupun Bang Sate Bang ini disusun karena lapar ... eh, karena kangen Solo ... heu ... untuk mengikuti Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Mei 2023 yang bertema Makanan Favorit.





Comments

  1. Kangen Solo very much ... teh Alfi ih meni bikin laper. Semuanya aku suka ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nulisnya juga sambil terlapar-lapar itu teeeh! Hihihihi...

      Delete
  2. Sate buntel di Bandung, dari warung Sate Pak Karjan ya? Recommended, memang. πŸ‘πŸ»
    Kalau ke Solo lagi, mesti coba tongseng dan sigobing rekomendasinya Teh Alfi ah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ternyata Bang Sate Bang teh! Aku update di tulisan deh, abis ini. Tapi aku catet juga Pak Karjan itu buat nanti pas mudik πŸ˜‹πŸ‘

      Delete
  3. Happy banget baca posting ini karena mendapat pembenaran meskipun kolesterol tinggi tetap boleh makan kambing.hihi. Dulu setiap lebaran pergi ke rumah kakak tertua eyang di solo, kami selalu makan sate kambing, tongseng, atau temgkleng.maknyusss

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kaaan? Hidangan kambing di Solo emang juara kaaan? πŸ˜‹πŸ˜‹

      Delete
  4. Tulisan teh Alfi fix bikin ngiler. Iyakah mitos saja kambing bikin kolesterol tinggi? Wah bahaya kalau gitu hehe, bisa pengen makan lagi dan lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang betul itu yang bahaya: makan lagi dan lagi tak mengukur batas ituuu πŸ«£πŸ˜…

      Delete
  5. Saya jadi agak sering makan kambing karena suami, yang memang keturunan Solo dan doyan semua makanan yang teh Alfi sebut di atas. Sebelum nikah gak pernah tuh saya sengaja beli olahan kambing, walaupun kalau tersedia di meja (kalau papa saya beli) ya saya makan lahap juga. Tapi suami agak sering kepengen beli kambing, jadi ya saya ikutan makan karena anak-anak yang masih kecil jelas sulit makan gulai atau tengkleng atau tongseng. Cuma memang kambing ini tricky ya,, kalau dapat yang pengolahannya kurang oke terus masih bau kambing, suka jadi hilang nafsu makannya karena terganggu dengan bau kambing yang terlalu kuat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi mikir apakah semua orang Soloraya suka kambing ya? Apa karena secara kultural sudah biasa makan kambing? πŸ€”πŸ˜

      Delete
  6. Mba Alfi, sepertinya kalau berkunjung ke Solo, list makanan 'kambing' yang Mba Alfi rekomendasikan wajib saya coba ya ehehe. Mator suwon Mba Alfi atas informasi kuliner mantebbnya ini. :)

    Saya tuh dulu gak doyan kambing, Mba, karena baunya itu lho hiks hiks. Baru suka tuh ya beberapa tahun terakhir ini, dan itu saat pertama kali saya diajak ke Tegal oleh suami saya untuk mengunjungi saudara-saudaranya. Awalnya saya ga mau, tapi pas dihidangkan, kok kayak gak bau amis ya, akhirnya pas nyobain, enaaak alhamdulillah. Bergizi pula. :)
    Betul seperti yang Mba Alfi tuliskan, menghindari bagian lemak dan cara memasak yang benar adalah koentji sebuah kesehatan. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mencicip kuliner kambing saat berkunjung ke Solo itu wajiiib! Miam! Hehehehe πŸ˜‹πŸ˜‹

      Delete
  7. Pokoknya segala yang berbau daging aku suka. Baru tahu Solo punya banyak kuliner dengan bahan dasar daging yang enak-enak kaya gini. Simpan ah buat kalau nanti main ke Solo.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini baru kambing teh. Masih ada selat Solo, sosis Solo, dan jangan lupa abonnya, tentunya! πŸ˜‹πŸ˜‹

      Delete
  8. kalau soal kolesterol itu mitos, gimana soal makan kambing untuk menaikkan tekanan darah? Karena biasanya kami makan menu kambing ini kalau mamaku tekanan darahnya turun. Tapi kalau benar bisa naikkin tekanan darah, kebanyakan makan daging bisa bikin tekanan darah tinggi dong?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mitos juga kak. Bukan makan kambing yang naikin tekanan darah, tapi makannya aja. Cuman mungkin krn kambing enak, makan jadi lebih berselera. Jadi we makan banyak, asupan kalori banyak, tekanan darah naik deh 😁

      Delete
  9. aduh enak-enak semuanyaa itu teh.. btw, jadi konsumsi ayam lemaknya lebih tinggi dari kambing ya? hmmm, bisa jadi alesan buat makan sop kaki kambing nih :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk massa yang sama ya. Bukan jumlah potongannya. Satu kaki ayam kan jauh lebih ringan dari satu kaki kambing tuh. Hihihi.

      Delete
  10. Semua setuju tulisan teh Alfi beneran bikin ngiler. Apalagi saya fans gulai kambing.

    Sebenernya bingung dengan istilah sate bakar. Bulannya sate memang dibakar ya teh. Wawasan kuliner perlu ditambah nih hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Istilah di Solo aja kyknya, untuk membedakan dengan sate masak alias tongseng πŸ˜πŸ˜‹πŸ˜‹

      Delete
  11. Solo, aku jatuh cinta dengan Solo karena makanannya haha. Pernah waktu itu main ke rumah teman di Solo, 2 hari memang makan aja agendanya..semua enak-enak banget

    Jadi pengen tongseng dan tengkleng deh Teh Alfi huhu, makasih dah ikutan tantangan bulan ini ya Teh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makan di Solo, enak2 dan murah2. Makasih atas ide dan penyemangatnya selama tantangan ya teh πŸ€—πŸ˜˜

      Delete
  12. Baca perkambingan ini pingin nangis teeh. Dulu sering makan perkambingan ini di Bandung. Nama tempat makannya aja sampai lupa karena udah lama 😭

    Mungkin harus coba yang di Solo kalau pulang kampung ya? Hihi, bikin listnya dulu deh, eksekusinya belum tahu tahun berapa πŸ˜…

    ReplyDelete
    Replies
    1. Membuat list menunjukkan niat dan usaha. Semoga lekas diijabah πŸ™ Sambil menunggu, masak sendiri dulu teeeh. Hehehe πŸ€—πŸ˜˜

      Delete
  13. Toss pisaaan. Aku orang Solo dan aku suka banget makan kambing. Kayaknya daging kambing itu daging paling enak sedunia haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setujuuu. Gampang masaknya, cepat empuk dan pasti gurihnya πŸ˜‹πŸ‘

      Delete
  14. Wah, saya beum bisa menikmati hidangan kambing. Karena seringkali tercium bau kambing yang khas itu. Aroma itu merusak seleraa banget jadinya.
    Baru bisa menikmati susu kambng aja, hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini Sari Rochmawati, maaf kok malah jadi anonymous…

      Delete
    2. Harus makan kambing di Solo, mbak Sari. Yuk yuk, deket ini! πŸ€—πŸ˜˜

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi