Kacamata Progresif

Iyes! Kacamata baru!

Kacamata kali ini spesial. Karena yang ini menggunakan lensa progresif!

Yak! Akhirnya saya dinyatakan menyandang hipermetropi juga. Untuk tak perlu menyebutkan usia, saya cukup lambat bermata plus dibanding orang-orang sekitar saya. Kebanyakan sepupu dan sahabat saya yang seusia sudah berkacamata plus. Terutama mereka yang pada dasarnya tidak mengenakan kacamata. Atau mungkin justru karena itu ya?

Dua sahabat dekat saya di Prancis, orang Indonesia, tidak memiliki miopia. Mereka sudah mengenakan kacamata plus sejak beberapa tahun yang lalu. Selalu kebingungan membaca dalam jarak dekat. Memilih memfoto tulisan dengan smartphone mereka dan mengezumnya terlebih dahulu. Dan tentu saja, sering men-capture layar untuk kemudian dizum juga sebelum membaca! Hahaha.

Saya sendiri sebenarnya sudah mulai merasa gangguan untuk melihat dalam jarak dekat sejak sebelum pandemi. Inget amat? Karena waktu itu saya sudah mengeluhkannya ke dokter mata saya yang lama. Beliau pensiun pada masa-masa pandemi. Sekarang kami, saya, suami, dan anak-anak harus ganti dokter mata.

Waktu itu, pak dokter mengatakan yah, namanya juga umur. Berarti harus istirahat. Gubraks dah! Memang gangguan pengelihatan saya rasakan mulai senja hari saja. Siang hari rasanya baik-baik saja.

Saat ke optik dan meminta lensa progresif, saya jadi menyesalkan Pak Dokter. Lensa progresif itu mahal bangeeeettt!!!

Sebagai penderita miopia yang lumayan, saya sudah harus membayar mahal lensa minus yang di kombinasi dengan astigmatis saya. Membuatnya cukup tipis dan layak masuk ke dalam frame itu tidak mudah. Ini saja masih belum minus 5 per mata ya. Apa kabarnya mereka yang minus sampai belasan? Dan ada beberapa teman saya yang begitu!

Kadar miopia saya tak berubah sejak usia 13 tahun. Eh kok ya pas periksa November lalu, ternyata bertambah! Tak heran Butet beberapa kali memergoki saya tak mampu membaca tulisan di kejauhan. Saya pikir karena lelah saja.

Saya pernah mendengar teman yang menggunakan lensa progresif mengeluhkan harganya. Namun  saya tak menduga bahwa harganya sampai hampir 3 kali lipat lensa minus saya, yang sudah 2 kali lipat harga lensa minusnya suami itu!

Bersyukur, saya ke optik bareng suami. Kebetulan dia juga sudah merasa perlu kacamata. Sudah beberapa lama dia tak mengenakan kacamata sejak frame-nya patah. Namun belakangan dia merasa membutuhkan kacamata. Dan ternyata, memang dia hipermetropi juga seperti saya!

Beruntung. Karena biasanya saya nego ke optik langganan kami itu, berusaha menekan harga semaksimal mungkin agar bisa masuk ke tanggungan asuransi. Kali ini, dengan batas asuransi yang naik 2 kali lipat untuk lensa progresif pun, harga yang harus saya bayarkan masih jauh dari batas minimal. 

Sudah memilih konfigurasi standar, yang harus kami rogoh dari kantong sendiri masih hampir setara dengan membeli kacamata minus baru. Untuk minusnya suami sih. Bukan untuk yang saya! Dan memang bukan konfigurasi minimal juga. Karena ya tak mungkin. Lensa saya akan jauh melampaui tebal frame-nya.

Bersama suami yang tak terlalu perhatian akan harga, dengan mudahnya dia oke-in tawaran optik. Saya biarkan saja. Optik kami terpercaya kok. Dan tentunya masih dalam jangkauan batas anggaran kami juga. Meski saya tetap berusaha negosiasi untuk menurunkan biaya untuk kacamata sendiri.

Bagitulah. Saya resmi bergabung dalam klub progresif. Eh? Hihihi.

Dan ternyata, mengenakan kacamata progresif itu susah, sodara-sodaraaa ....

Secara lensa negatif dan positif tetap saja erpisah, mau seprogresif apapun, tetap harus bisa memosisikan pandangan. Lihat dari bagian atas untuk kejauhan, dari bagian bawah untuk posisi dekat. Pada prakteknya, kita harus tetap menjaga posisi kepala tegak dan hanya melirikkan mata ke bawah untuk membaca dekat!

Tidak mudah! Dan itu juga yang membuat saya beralasan untuk tak banyak menulis seminggu kemarin. Karena memang sulit mencari posisi yang pas untuk menulis di ponsel, seperti yang biasa saya lakukan saat ngeblog.

Jadi, kalau Anda berdiri terlalu dekat dengan saya, dan memandang Anda dengan posisi yang terlihat sombong, itu karena saya masih belum benar-benar beradaptasi dengan kacamata progresif saya! Hahaha.  


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah