Ulang Tahun Melankolis
Saya berasal dari keluarga yang biasa memperingati ulang tahun. Memperingati, bukan merayakan. Seingat saya, belum pernah ada pesta bersama banyak orang yang duduk rapi dengan balon-balon dan tiup lilin secara spesial.
Ulang tahun yang menurut saya cukup "besar" mungkin adalah saat mengajak teman-teman TK saya ke kebun binatang. Hmmm ... sepertinya bahkan satu TK, tak hanya teman sekelas. TK Dharma Wanita tempat saya sekolah itu didirikan oleh ibu saya, Ketua Dharma Wanita Kecamatan, alias ibu camat! Bisa jadi pikniknya dipasin sama ultah saya aja sih, memang. Hehehe.
Saya menolak saat orang tua saya menawarkan pesta ulang tahun sweet 17 yang marak diadakan oleh teman-teman SMA saya. Namanya juga seumuran ya!? Saya tak suka jadi pusat perhatian. Saya kemudian tak bisa menolak saat bapak dan ibu mengundang keluarga besar makan bersama di sebuah rumah makan lesehan. Seingat saya, tak ada tiup lilin atau acara-acaraan saat itu. Kumpul makan biasa saja.
Bukan karena kami anti tiup lilin lho ya. Kue ultah dan/atau bancakan (nasi putih ataupun kuning ditemani urap dan lauk-pauk), entah berbentuk tumpeng atau disajikan biasa saja, selalu disediakan secara istimewa. Dan tentunya kado ulang tahun!
Ulang tahun untuk saya di waktu kecil adalah masa memiliki baju dan sepatu baru. Membeli pakaian sepertinya memang jadi momen istimewa. Belanja fesyen hanya dilakukan saat Hari Raya dan ulang tahun saja.
Kalau saya tak merasa "dikit amat?", mungkin karena ada dua Hari Raya; Idulfitri dan Iduladha, dan baju baru saya terima juga saat ulang tahun adik saya. Meski tentu, tak sebanyak yang diterima yang sedang berulang tahun, ya!
Sistem pemberian kado ala orang tua saya itu saya terapkan juga ke anak-anak. Di ulang tahun si Ucok, kami juga memberikan sesuatu ke Butet. Begitu juga sebaliknya. Sesuatu yang kecil saja. Sekedar penanda. Sekaligus menunjukkan bahwa itu hari istimewa untuk abang atau adiknya. Dan mereka punya hari istimewa masing-masing.
Itu kami lakukan sampai Ucok SMA. Setelah itu dia sudah sepenuhnya mengerti dan tak ada perasaan iri sama sekali saat adiknya menerima kado ulang tahun. Lagipula, di usianya, sudah tak banyak lagi barang kecil yang diinginkannya secara spesial.
Saat anak-anak masih kecil, mereka biasa meminta kado mainan--ya, agar kadonya lebih bermanfaat, mereka memang kami minta membuat daftar keinginan, yang tentunya belum tentu dikabulkan! Kado kecil untuk yang tidak berulang tahun biasanya berupa mainan juga. Mainan kecil. Makin besar, anak sudah kurang tertarik pada mainan. Kado pun bergeser sesuai dengan minat mereka. Termasuk di antaranya misalnya kartu Steam untuk si Ucok! Heu ...
Buku? Tentu saja selalu ada dalam daftar permintaan kado mereka. Makin besar, mereka cenderung lebih sering meminta buku. Buku tipe coffee table book yang tebal dan mahal itu memang tidak masuk dalam buku yang bisa dibeli "secara keseharian". Tentu saja, makin besar, makin berkurang jumlah kadonya, meski secara nominal sepertinya malah lebih besar! Hahaha.
Anak-anak tak biasa memberi saya dan Paksu kado ulang tahun. Namun mereka berpartisipasi dalam pemilihan kado. Pernah sih, si Ucok membeli wadah terigu, spesial untuk ulang tahun saya. Si Butet suka membuat kartu ulang tahun, juga memberi voucher layanan istimewa: pijat kaki, pijat kepala, membacakan cerita, ...
Tahun ini pun begitu. Dia yang sedang berlibur bersama sahabat-sahabatnya di rumah kakek-nenek salah satunya di Perpignan ternyata menyiapkan kartu ulang tahun. Dalam pesan Whatsapp-nya, dia mengatakan bahwa kartu itu disembunyikan di buku Monte Cristo!
Saya tak langsung menemukannya. Sempat salah mencari di buku Monte Cristo yang terbaru. Saya sendiri sudah memiliki 2 set Monte Cristo sebelum yang itu. Ternyata Butet menyimpannya di set yang terbaik!
Butet melukisi kartunya dengan aquarelle yang manis, yang merangkum hal-hal yang saya sukai: membaca dan menulis. Butet menghiasinya dengan paha ayam yang katanya menggambarkan ayam oven kesukaannya. Dan dia menambahkan gambar kami berpelukan. Di balik kartu ditulisnya bahwa dia suka saat-saat saya memeluknya.
Memang Butet anak yang sangat romantis ....
Kartu itu tak urung membuat saya semakin mellow. Sudah 4 kali berulang tahun tanpa kehadiran si Ucok, kali ini Butet pun tak di rumah. Hanya ada suami saja. Jadi makin merasa bahwa mulai tahun depan mungkin bakal demikian, jika Butet tak lagi tinggal bersama kami untuk melanjutkan pendidikannya.
Sepulang dari liburan, ternyata Butet membeli kado untuk saya: sekotak Lego. Memang sudah beberapa lama dia mengusulkan untuk membeli Lego bunga untuk ulang tahun saya. Namun papanya selalu saja menolak! Hahaha. Akhirnya Butet membeli sendiri Lego bunga Mawar dengan uang sakunya yang "tak terpakai" selama libur sekolah musim panas lalu.
Dari Ucok?
Entahlah ....
Tahun lalu dia membawakan teh khas Swedia, khusus untuk saya. Namun sepertinya itu karena dia sempat melupakan hari ulang tahun saya sih! Karena dia biasanya tak membawa apa-apa. Hahaha.
Comments
Post a Comment