Tallinn H—3

Hari ketiga di Tallinn, kami mulai dengan makan siang lagi. Kali ini, makan siangnya cukup terencana. Kami mengincar Balti Jaam Turg, pasar Baltik di daerah stasiun kereta api Tallinn.

Untuk ke sana, kami berjalan kaki 2 km. Lebih, sih. Karena sempat salah jalan saat ingin melewati Gerbang Viru, lalu berhenti sejenak di Town Hall Square, mengejar mendokumentasikan apotek tertua di Baltik yang masih beroperasi hingga saat ini, dan kemarin terlewat.

Dari sana kami melanjutkan menyusuri jalan-jalan kecil, melintasi kota tua. Memang, stasiun kereta terletak di seberang utara kota tua, sisi lain dibanding hotel kami yang di selatan.

Pasar Stasiun Baltik bersih dan rapi. Kami berjalan-jalan di lantai 1 yang menjual sayur, buah, dan warung-warung makan. Kami sempat ke lantai 2 juga yang menjual pakaian. Masih ada lantai bawah tanah yang tak kami datangi. Dari lantai 1, terlihat beberapa toko lebih moderen, model swalayan. Tak menarik dan kami sudah lapar.

Paksu memilih warung makan khas Uzbekistan. Lumayan sih, meski agak hambar dibanding bayangan saya. Apakah memang begitu, atau disesuaikan dengan lidah Eropa barat? Entahlah.

Dari pasar kami menuju Museum Maritim Estonia. Lagi-lagi usulan si Ucok. Karenanya kami biarkan dia mencari jalur perjalanan. Enak juga tak perlu mikir dan bisa menikmati pemandangan. Meski ternyata, saat perginya kami sempat berputar-putar tersasar! Hahaha.

Kami membeli tiket keluarga (40 eur) ditambah satu tiket mahasiswa (10 eur) yang memberi hak untuk mengunjungi museum Lennusadam dan beberapa kapal yang dipamerkan di pelabuhan. Banyak yang bisa dieksplorasi. Saya masuk ke dalam kapal selam di dalam museum dan menyusuri kapal pemecah es zaman perang dunia dulu. Butet dan papanya mengunjungi lebih banyak tempat, dan Ucok lebih banyak lagi.

Sambil menunggu Ucok yang masih asyik menelusuri dengan detil kapal-kapal yang dipamerkan di pelabuhan, kami menunggu di kafe museum. Di sana, Butet menyelesaikan buku pertamanya di liburan kali ini. Buku Sans Etat d'Ame yang saya sarankan. Dan dia suka!

Kami berada di museum sampai menjelan jam tutupnya. Agenda kami berikutnya adalah makan malam. Lagi-lagi jadwal makan ala Skandinavia. Kami memesan restoran Estonia jam 18.30. Sengaja agar sejalur dengan perjalanan kembali ke hotel. Karena restoran yang direkomendasikan teman si Ucok yang asli Tallinn ini terletak di daerah stasiun kereta api.

Namun setelah makan kami memutuskan le hotel dengan naik tram saja. Selain lelah, kami ingin merasakan tram di Tallinn. Sudah dekat stasiun ini juga kan!? Lebih banyak pilihan transportasi umumnya.

Kami tak memesan dessert di restoran. Berharap bisa membeli kue yang terlihat menarik dari bar di hotel yang katanya tutup jam 20.30. Kami jelas-jelas sampai hotel sebelum itu. Bagian dessert sudah kosong!

Kami pun segera ke mall di sebelah hotel. Sekalian memenuhi rasa penasaran saya akan mall itu. Tak jalan-jalan juga sih. Karena mall tutup jam 21.

Kami langsung menuju ke kafe Katharinental di lantai 1 yang namanya tercantum di dinding luar mall. Kami membeli 4 potong kue yang berbeda-beda, sesuai selera masing-masing, membawanya ke hotel, dan memakannya di kamar.

Dan demikianlah kami mengakhiri hari yang praktis merupakan hari terakhir di Tallinn dengan cukup cepat lagi. Matahari masih cukup tinggi. Tapi kami sudah lelah juga. Tak mampu untuk berjalan-jalan lagi.

Meski harus bangun pagi untuk ke bandara dan pulang ke Cannes, kami tak bisa tidur cepat. Kami menunggu Magrib dulu sebelum beristirahat. Tak lupa mencicil menyiapkan bagasi. Agar pagi tinggal finalisasi.


Comments

Popular posts from this blog

Menengok Ketentuan Pemberian Nama Anak di Prancis

Perjalanan Bela Bangsa

Foto Kelas