Visby H—3
Kamis, kami—saya, paksu, dan Butet—bergerak lebih pagi. Agendanya ke Bergmancenter. Museum tentang Ingmar Bergman, penulis skenario dan sutradara ternama asal Swedia, yang banyak membuat film di pulau Fårö, dan menghabiskan 3 tahun terakhir hidupnya serta dimakamkan di sana.
Ya. Museumnya berada di pulau lain, yang terletak di utara Gotland. Hanya ada 2 bus yang dijadwalkan pulang-pergi ke sana dari Visby. Kami memilih pergi pukul 10.50 dan pulang pukul 18.50.
Lebih pagi, tapi tak cukup pagi seperti harapan saya.
Saya berpikir untuk memutar menyusuri daerah wisata sebelum menuju terminal bus. Ternyata kami baru siap jam 10. Saya pun memutuskan untuk memutar sedikit saja ke taman Almanhet yang praktis hanya di seberang penginapan kami.
Dan seperti yang sudah saja duga, Butet senang di sana. Niat hanya sekedar lewat mengambil foto, jadi agak lama karena bebek-bebeknya pun tampak senang dengan kedatangan kami. Mereka datang mendekat dengan ributnya. Memang selain kami, hanya dua anak kecil di taman, pagi tadi.
Perjalanan ke terminal yang seharusnya hanya 700 m bertambah menjadi 1 km karena memutari taman tadi. Kami tiba 10 menit sebelum jadwal keberangkatan. Sudah ada beberapa penumpang lain yang menunggu.
Perjalanan panjang 1,5 jam. Bus berhenti di 42 halte!!! Memang bus 20 adalah bus antar kota. Ada beberapa penumpang yang berhenti di halte sepanjang perjalanan. Kami jadi melihat bagian lain dari Gotland. Selama ini kan kami hanya berkutat di Visby saja.
Perjalanan didominasi warna hijau hutan dan pertanian. Entah apa. Mungkin mulberi. Ada petunjuk peternakan kambing di beberapa tempat, tapi saya tak melihat adanya kambing. Malah ada sapi perah. Yang jelas, sangat sulit memprediksi jarak antar satu halte ke halte lain di mana ada beberapa jalur panjang hutan saja. Keluar dari Visby pun jarang terlihat perumahan.
Menjelang tempat penyeberangan pulau, terlihat banyaknya mobil yang berjalan merambat di lajur antrian. Bus kami memiliki prioritas. Bus masuk terlebih dahulu ke atas platform penyeberangan sebelum kemudian disusul mobil-mobil lain.
Saya menyebutnya sebagai platform karena terbuka, meski istilahnya tetap feri. Tak terlihat alokasi tempat khusus untuk penumpang tanpa kendaraan. Tapi saya tak bisa melihat-lihat dan foto-foto juga sih. Secara tak diperkenankan keluar dari bus.
Penyeberangan cepat saja. Memang tak jauh. Untuk keluar dari platform, bus menunggu sebagian besar mobil keluar dulu. Toh busnya berhenti-berhenti juga sih ya!?
Kami sampai di Bergmancenter jam setengah 1 siang. Kami makan siang terlebih dahulu di kafe di dalam museum. Petugas yang melayani sangat ramah. Dia mengajak mengobrol saat kafe sepi, yang kemudian kami dapati ternyata pelanggan yang lain memilih makan di luar yang hangat, cerah, bermatahari.
Kami mengambil tiket kombinasi Bergmancenter dan museum Fåro yang terletak tepat di sebelahnya seharga 150 sek per orang. Tak ada harga pelajar. Gratis untuk di bawah 16 tahun.
Bergmancenter tidak besar. Tak sampai 1 jam, kami sudah selesai berkeliling. Padahal kami cukup rajin membaca satu per satu keterangan berbahasa Inggris, dan menerjemahkan yang berbahasa Swedia dengan memanfaatkan Google Lens.
Ya! Banyak keterangan museum yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Ini membuat lama kelamaan kami lelah. Kami merasa, yang ditampilkan bisa dibuat buku saja. Hanya sedikit koleksi yang bisa dikatakan barang museum: kamera, buku catatan Ingmar Bergman yang herannya bebas untuk dibuka-buka (asli atau reproduksi?), ...
Museum Fårö sayangnya tidak lebih baik. Hampir tak ada koleksi benda bersejarah di dalamnya. Hanya ada catatan sejarah ... dalam bahasa Swedia! Untungnya ada buku yang dibagikan oleh petugas. Namun jelas, kalau harus membaca, bisa di mana saja, kan!?
Baru jam 2 lebih kami sudah menyelesaikan kunjungan utama. Jadwal bus masih sangat lama. Kami memutuskan kembali ke kafe Bergmancenter yang menyediakan banyak tempat duduk untuk istirahat. Sebelumnya, kami berputar ke arah pantai yang terletak di belakang kedua museum.
Pantai yang tenang dengan air jernih. Sayangnya pasirnya bercampur ranting-ranting sehingga kami malas buka sepatu mengetes pasirnya. Lebih parah lagi: banyak kotoran anjing! Baru kali itu kami dikecewakan dengan kekurangdisiplinan orang Swedia.
Kami duduk lama di teras kafe museum. Hingga pukul 16 lebih. Kebetulan. Saya jadi bisa menutup wag KLIP dengan cukup tenang. Eh? Hehehe. Tak urung saya minta digantikan dulu karena Jumat siang saya harus perjalanan. Dan dari pengalaman Rabu, repot juga kalau tetiba harus online whatsapp saat sedang jalan-jalan.
Bosan, kami bergerak. Niatnya ke gereja Fårö di mana Ingmar Bergman dimakamkan. Bukan. Bukan untuk ziarah. Lebih ingin mengunjungi bangunan gerejanya yang terlihat indah, saat kami melewatinya dengan bus.
Sebuah pilihan salah! Tak ada tempat duduk nyaman di lingkungan gereja yang juga merupakan sebuah rest area. Tak ada tempat makan atau swalayan seperti di Indonesia. Hanya ada satu toko yang menjual produk UMKM Fårö, yang itupun tutup jam 16! Ada toilet!
Walhasil, hampir 3 jam kami menunggu di luar begitu. Baterai ponsel sudah menipis, dan kami tak membawa buku fisik. Beruntung udara tak terlalu dingin—kami berpakaian hangat—dan pemandangannya bagus. Saya pun menghabiskan membaca brosur dari museum! Hahaha.
Bus datang agak terlambat sedikit. Kami tenang karena toh melihatnya naik. Agak menyesal tidak mengambil sekalian bus saat naik. Bayar lagi sekalipun. Lumayan kan, bisa lihat-lihat bagian lain pulau Fårö!?
Sampai di Visby 20.30an, kami langsung mencari tempat makan saja. Sebenarnya kami ingin ke Bakfickan, mengulang pengalaman 4 tahun yang lalu. Sayangnya penuh. Memang pas waktu makan juga. Pilihan pun jatuh pada Shawarma Bar. Enak juga, meski terlalu asin untuk selera kami. Dan kami masih lebih memilih kebab Prancis. Atau kebab buatan rumah, kata si Ucok yang ikut makan malam bersama. Baiklah. Dicatat!
Kami berpisah di rumah makan. Butet sempat mengajak menonton Kiki's Delivery Service, tapi saya ketiduran. Memang hari yang melelahkan.
Comments
Post a Comment