Rezeki Anak Salihah
Alhamdulillah agenda makan siang bersama sahabat berjalan lancar. Saat makan, sang suami berkomentar betapa banyak masakan saya. Dan saya pun baru menyadarinya.
Nasi kuning, rendang, ayam oven, bakwan sayur, plus tarte aux poires. Belum lagi memotong-motong tomat dan mentimun sebagai sayuran pelengkap karena saya sudah tak ada ide. Dan tak ada tenaga. Tak heran, karena ternyata saya masak cukup banyak juga! Hahaha.
Lelah, tapi puas. Masakan saya diapresiasi dengan bagus. Dan memang tak ada yang keasinan atau kepedasan. Atau kemanisan. Itu yang penting kan!?
Kedua kawan datang jam 12an siang, kami langsung mengobrol panjang. Tak terputus sambil menyajikan makanan, makan, dessert, kopi, dan dessert kedua. Ya! Kedua! Karena kawan kami datang dengan membawa sekotak dessert juga. Kesempatan karena sulit menemukan patisserie Prancis di Inggris sana, katanya.
Sampai jam 5 sore, obrolan kami tak ada putusnya. Kami tak ingat kapan kami bertemu sebelumnya. Setahun? Dua tahun? Yaang jelas, sudah 4 tahun mereka meninggalkan Prancis. Kontak saya dan kawan perempuan saya itu tak putus. Memang dia adalah salah satu dari sedikit yang bisa disebut teman dekat saya, selain satu lagi yang masih ada di Cannes.
Kalau saya masak banyak, ada beberapa alasan. Saya berjaga-jaga kalau kawan yang di Cannes bisa bergabung datang. Kami memang akrab bertiga. Sesama tinggal tak jauh, dan kami sepantaran. Seumuran.
Sayang sekali kawan kami itu bekerja di hari Minggu. Saya tetap mengundangnya datang menyusul seusai bekerja. Kalau dia tak terlalu lelah juga, tentunya.
Ternyata kawan itu agak lebih lambat selesai kerjanya. Dia mengirim pesan tak bisa bergabung. Menyayangkan melewatkan momen ketemuan bertiga.
Yah, tak apa. Kawan dari Inggris masih akan tinggal di Cannes sampai Sabtu. Katakan saja malah gantian nemeninnya lah ya!?
Makanan masih banyak, saya tawarkan ke kawan-kawan yang diterima dengan antusias. Seneng lho. Rasanya puas bahwa masakan saya mereka terima.
Tak lupa saya menyisihkan sebagian untuk satu alasan lain memasak banyak: untuk dibawa ke Valenciennes!
Baru beberapa hari di rantau, Butet sudah meminta saya untuk membawakan ayam oven saat saya menengoknya. Memang dapur yang cukup lengkap di kamar asramanya kurang satu: oven! Padahal itu jadi andalan untuk memasak di rumah. Dan ayam oven adalah menu favorit Butet!
Karenanya, kalau saya terkesan kok repot amat mau bepergian malah ngundang orang makan, sebenarnya yaaa ga repot-repot amat sih! Tinggal masak dengan porsi lebih besar saja. Toh listrik yang digunakan sama, mau masak ayam 4 potong atau 16 potong kan!?
Ya, kemaren saya masak ayam 16 potong. Paha atas saja, bagian ayam kesukaan Butet!
Memang dasar rezeki anak salihah. Sudah beberapa lama ke swalayan, kok stok ayam halal suka kosong saja. Paling tidak sudah dua minggu saya hanya mendapat sayap saja! Saya sudah sempat membeli paha ayam (atas, bawah, dan sedikit bagian punggung, standar yang disebut "paha ayam" di Indonesia, lah) saat ke boucherie. Tetap Sabtu saya ke swalayan dan mendapatkan pas 4 kotak paha atas masing-masing isi 4! Cocok dengan niatan memasak 8 untuk makan siang bersama dan 8 untuk Butet!
Pada akhirnya, hanya 6 potong ayam yang terbawa karena ternyata besar-besar dan tak masuk ke kotak yang kami punya. Saya juga tak mau ambil resiko ketemu petugas strict yang tidak memperbolehkan membawa makanan dalam jumlah besar.
---
Tulisan ini saya buat sepanjang perjalanan menuju Valenciennes. Saat menulis ini saya sudah sampai di kamar Butet. Dia juga sudah makan 2 potong ayam yang saya bawa dengan sukses. Katanya sih sisanya mau langsung dimakan juga, tak mau dibekukan seperti yang saya pikirkan sebelumnya. Hahaha.
Cerita tentang perjalanan dan lain-lainnya, insya Allah menyusul ya!
Comments
Post a Comment