The Voice of Hind Rajab

Film ketiga yang saya tonton dalam rangka Rencontres Cinématographiques de Cannes 2025 adalah The Voice of Hind Rajab. Pernah dengar beritanya kan!? Lupa? Saat baca judulnya, saya sendiri juga tak langsung terpikir. Tapi sesudah mulai membaca sinopsisnya, saya jadi teringat.

Film ini menceritakan tragedi Hind Rajab dari sisi tim Bulan Sabit Merah.

Misi Penyelamatan Hind Rajab

Omar, salah satu sukarelawan Bulan Sabit Merah (BSM), menerima telepon permohonan bantuan evakuasi dari Gaza utara. Awalnya dia sempat agak gusar karena penelepon terdeteksi berasal dari Jerman. Namun si penelepon menjelaskan bahwa dia adalah anggota keluarga dari yang dimintakan bantuan evakuasinya.

Si penelepon memberikan nomor ponsel yang bisa dihubungi. Saat Omar menelepon, penerimanya adalah seorang anak perempuan. Si anak menjelaskan bahwa mereka berada di dalam sebuah mobil tetapi terhentikan oleh tembakan tentara. Tak lama berbincang, terdengar suara tembakan dan telepon terputus.

Omar mencoba menelepon lagi berkali-kali tetapi tak ada yang menjawab. Tim BSM pun menyatakan si anak dan keluarganya meninggal dunia. Namun kemudian sang paman penelepon dari Jerman mengabarkan bahwa masih ada salah satu keponakannya yang mengangkat teleponnya. Tim BSM pun kembali mencoba menghubungi, dan tersambunglah dengan Hanood.

Sulit sekali mengorek informasi dari Hanood yang dari suaranya terdengar masih sangat muda. Omar dibantu oleh Rana, atasannya, untuk menenangkan Hanood dan berusaha mendapatkan informasi lebih banyak, sementara anggota BSM yang lain mengoordinasi evakuasinya.

Dokumentasi—Rekonstruksi

Ya, Hanood adalah panggilan sayang untuk Hind Rajab Hamada. Sudah ingat beritanya pada Januari 2024, kan!?

Seperti sebelum menonton Les Gouteuses d'Hitler dan Furcy: Né Libre, saya sudah tahu ceritanya. Bedanya, kedua film tadi berakhir positif—untuk tidak menyederhanakannya menjadi sekedar bahagia. Kali ini, kisah berakhir tragis. Kemirisan peristiwa nyata yang perihnya masih terasa, apalagi karena belum lama berlalu itu membuat saya amat sangat ragu untuk menontonnya. 

Tadinya saya berencana menonton A Sad and Beautiful World yang diputar praktis pada jam yang sama, Kamis pagi itu. Apalagi pemutaran film Libanon yang sama-sama masuk ke dalam kompetisi ini dijadwalkan dihadiri oleh dewan juri. Namun saya memutuskan untuk memberanikan diri menonton The Voice of Hind Rajab. Dan saya tak menyesalinya!

Sutradara Tunisia Kaouther ben Hania berhasil menghadirkan sisi lain tragedi dengan luar biasa. Penonton dibawa menyelami perasaan tim BSM, kepanikan mereka, keputusasaan, ketidakmampuan untuk berbuat lebih banyak, tanpa menghadirkan gambar kekerasan akibat perang.

Seluruh film berlatar di markas BSM. Hanya sedikit gambar kondisi mobil keluarga Hamada, ambulans BSM, dan evakuasi korbannya—yang baru bisa dilakukan dengan waktu berselang dari kejadian—di akhir film. Itupun dengan menghargai kepatutan. Memang ini yang membuat saya jadi menguatkan diri untuk menontonnya: saya ingin tahu bagaimana sutradara menyajikan kisah Hind Rajab.

Rekonstruksi aktivitas BSM dipadukan dengan dokumen rekaman telepon dan video sudah cukup untuk mencabik-cabik perasaan saya. Mata saya sempat berkaca-kaca, tetapi saya tahan untuk tak sampai menangis hebat. Bukan kesedihan yang melingkupi, melainkan kegeraman yang menemani saya keluar dari Theatre de la Licorne.

Membuka Mata Lebih Lebar

Ya, film ini menggunakan rekaman asli pembicaraan telepon antara tim BSM dengan Hind Rajab. Mendengar suaranya saja, perih langsung terasa. Apalagi saat ditambah dengan latar tembakan yang sesekali terdengar. Saya bisa merasakan kegalauan tim BSM saat beberapa kali telepon tetiba terputus dan sulit untuk tersambung lagi.

Anggota tim BSM yang diperankan oleh aktor dan aktris di dalam film benar-benar ada. Tanpa melupakan dua petugas ambulans yang hanya diperlihatkan fotonya dan kita ketahui perannya lewat pembicaraan telepon dengan tim di markas.

Beberapa kali diselipkan juga dokumen rekaman video internal yang memperlihatkan kegigihan bercampur keputusasaan tokoh-tokoh aslinya dalam melakukan koordinasi, yang astaghfirullah rumit sekali. Di situ saya jadi mengerti bagaimana sebuah ambulans tak bisa dengan mudahnya serta-merta memberikan bantuan. Ada sistem birokrasi yang harus diikuti demi meminimasi korban. Di daerah yang seharusnya bebas militer sekalipun!

Di akhir film saya mendengar para penonton yang berbincang mengenai "horrible"-nya tragedi itu, dan bagaimana hal semacam itu, sayangnya, masih saja terus terjadi sampai saat ini. 

Jangan Lewatkan!

RCC 2025 sudah usai, Minggu 24 November kemarin. Sudah ada pengumuman pemenang untuk film yang masuk kompetisi. A Sad and Beautiful World yang batal saya tonton memenangi penghargaan tertinggi Le Grand Prix du Jury. The Voice of Hind Rajab meraih Mention Spéciale. 

The Voice of Hind Rajab sudah masuk dalam seleksi berbagai festival film internasional dan antara lain sempat meraih Silver Lion di ajang Festival Film Venezia, September 2025. Film ini didaftarkan mewakili Tunisia dalam ajang Oscar 2026 untuk kategori Film Internasional.

Di Prancis, film ini baru akan ditayangkan untuk umum di bioskop mulai Rabu 26 November 2025. Dari hasil googling, saya lihat film ini juga akan diputar di Indonesia di tanggal yang sama.

Sampai saat menulis ini, saya belum mendapatkan informasi akan seluas apa distribusinya, baik di Prancis maupun di Indonesia. Namun saya sangat merekomendasikan film ini jika Anda berkesempatan!


Comments

Popular posts from this blog

Berbagai Hidangan Kambing Khas Solo

Perjalanan Bela Bangsa

Tanpa Internet? Bisakah?