Mulai Kursus Bahasa Jepang Level 2

Kamis 28 September 2023 adalah hari pertama kembali kursus Bahasa Jepang di Cannes Université. Bukan Selasa lagi, seperti tahun lalu. Karena sensei menyatakan saya bisa naik tingkat. Level A1-2/A2. Seharusnya!

Ceritanya panjang.

Sejak awal liburan sudah diumumkan bahwa pendaftaran dibuka 4 September. Bersamaan dengan rentrée scolaire Prancis. Kursus bahasa biasa dimulai minggu terakhir September. Kursus-kursus yang lain malah Oktober baru bergerak.

Dari hari pertama saya sudah cek website. Level A1-2 dan A2 memang biasa digabung dalam satu kelas. Hanya ada kelas untuk level A1-1 seperti yang saya ikuti tahun lalu, kelas untuk level A1-2/A2, dan kelas untuk level B1. Untuk mempermudah, sebut saja level 1, 2, dan 3 ya!

Semua kursus diadakan di Lycée Carnot, pukul 18.15-19.45. Waktu Prancis. Mau CEST atau CET, sama saja. Level 1 hari Selasa, 2 Kamis, dan 3 Rabu.

Saya sempat ragu, apakah saya akan mendaftar level 2, atau mengulang level 1 saja. Mengingat sudah beberapa bulan libur kursus, sepertinya kok kemampuan saya luntur parah. Masih perlu diasah biar mengakar lah.

Namun saya menetapkan hati. Kalau mengulang level 1, kembali ke perkenalan lagi, sepertinya tak akan memotivasi. Lebih baik ikuti tahapnya, dan berusaha mengejar ketinggalan.

Baiklah. Saya coba mendaftar. Eh, kok bermasalah. Katanya kursus sudah penuh. Padahal di halaman deskripsinya dinyatakan masih ada belasan tempat tersedia dari 20 yang ditawarkan!

Mungkin error. Saya tunggu saja esoknya untuk coba lagi. Dan ternyata masih error juga. Rabu masih masalah, saya telpon ke kantor Cannes Université.

Saya sampaikan permasalahannya. Entah sudah ada yang mengajukan keluhan atau belum, bagian administrasi mencobanya dan gagal juga. Beliau menyarankan untuk saya datang mendaftar langsung ke kantor. Saya sampaikan keberatan saya, dan memilih menunggu perbaikan website saja.

Memang sulit bagi saya untuk ke kantor yang terletak di kota, tapi di bagian yang tidak ada apa-apanya itu. Bus jarang, parkir susah. Enggan ke kota, kalau tidak sekalian mengerjakan sesuatu. Apalagi harus pagi. Karena kantor hanya buka di hari kerja, pukul 9-12 saja!

Namun sepertinya keengganan saya lebih ke prinsip. Saya mengambil kursus karena letaknya yang jarak jalan kaki. Saya mendaftar karena semua prosesnya bisa dilakukan secara daring. Saya tak mau bersusah payah untuk sesuatu yang bukan kesalahan saya.

Ditambah, ada kesombongan pribadi. Ya, harus saya akui. Ada pikiran bahwa apa susahnya sih, mengedit kode dan memperbaiki kesalahan itu? Entah di html-nya atau di basis datanya, sepertinya sederhana saja. Asal disampaikan ke programmer-nya, tentunya ya! Dan entah keluhan saya disampaikan, entah kontrak dengan programmer sudah usai, error tidak diperbaiki sampai minggu lalu.

Karena sudah tinggal satu minggu sebelum kursus dimulai, saya menelepon kantor lagi. Mungkin sudah menerima keluhan lain, bagian administrasi langsung berinisiatif mendaftarkan saya secara manual, dan meminta saya datang untuk membayar. Atau mengirimkan cek. Saya berkeras kepala tak mau!

Saya usulkan padanya kalau saya akan mendaftar untuk level 3, dan minta tolong padanya untuk memindahkan secara manual ke level 2. Toh tarifnya sama ini. Kebetulan saat itu saya kurang sehat, tak mungkin keluar rumah, dan ingin membayar secara daring saja. Tapi itu tak saya sampaikan padanya.

Ternyata si ibu malah memberitahu saya bahwa level 2 dan 3 akan digabungkan ke hari Kamis. Rupanya kuota minimum peserta tidak terpenuhi. Jadi usul saya diterimanya dengan senang hati!

Ada rasa lega, tapi cemas juga. Masuk level 2 saja saya ragu, bagaimana digabung dengan level 3? Apalagi saya yakin di antara peserta level 3 sudah ada yang mengulang. Mungkin beberapa kali. Karena hanya ada 3 level, dan bahkan saya sendiri pun berpikir untuk tetap kursus agar terus mengasah kemampuan.

Kelas level 1 sudah penuh sejak minggu kedua, saya tetapkan tekad mendaftar level 2 melalui form level 3. Di kolom komentar saya tuliskan  permohonan untuk mendaftarkan saya ke level 2.

Sukses mendaftar, saya kirim email ke sensei. Memberitahunya tentang masalah pendaftaran ini. Memintanya untuk memasukkan saya ke level 2, kalau melihat nama saya di level 3.

Keesokan harinya saya menerima mail dari bagian administrasi. Saya didaftar ke level 2, dan kartu tanda anggota—untuk tidak menyebutnya sebagai kartu pelajar—saya sudah dikirimkan. Yang saya terima Seninnya.

Dan tibalah hari kursus.

Saya datang terakhir. Kelas sudah penuh. Hanya dua wajah peserta yang saya kenal dari tahun lalu. Selain itu asing semua.

Saat perkenalan, rata-rata menyebutkan sudah 3 tahun kursus. Ada yang bolak-balik ke Jepang. Ada yang berencana dekat tinggal di Jepang. Ada yang sudah lulus ujian bahasa Jepang. Gubraks ga sih?

Kebetulan saya yang terakhir. Saya katakan jujur kalau saya jadi nggak pede. Mau lihat perkembangan, bisa jadi minta diturunkan ke level 1 lagi saja.

Dan saat sensei menanyai kelas, siapa yang belum bisa baca hiragana, hanya satu peserta yang mengangkat tangan selain saya! Sensei hanya mengatakan untuk berusaha mengejar saja, dan akan menulis romajinya untuk sementara.

Kursus dimulai. Sensei membagikan kertas berisi gambar. Kami diminta membuat satu kalimat dari gambar yang ada. Kali ini, saya termasuk yang awal. Masih ada kosa kata yang bisa saya sampaikan sebelum disebutkan yang lain, kan!?

Sesudah saya, giliran peserta yang tak bisa baca hiragana tadi. Dia menyatakan menyerah! Tak bisa membuat kalimat, katanya, meski memahami kosa katanya. Dia meminta sensei menurunkannya ke level 1 saja, lalu pamit keluar.

Si peserta keluar, diusulkan untuk sensei yang semula menulis dengan romaji berganti ke hiragana saja. Mereka melupakan saya. Hicks. Tak ada yang protes, saya diam saja. Minoritas. Dan salah sendiri!

Pontang-panting menyalin kalimat-kalimat contoh, saya menyerah. Menyerah dalam artian mencatat lengkap. Saya mencatat kata-kata baru saja. Dalam hiragana. Biar melatih dan terbiasa.

Saya mengikuti kursus dengan tidak berkonsentrasi penuh. Sambil berpikir, apa yang akan saya lakukan nanti: tetap di level ini, atau minta turun seperti peserta yang tadi? Tapi saya sih berprinsip, kalaupun minta turun kelas, saya akan mengikuti minimal kelas kemarin itu sampai selesai.

Selain soal hiragana, sepertinya saya baik-baik saja. Saya bisa mengikuti kursus dengan baik. Tak banyak kosa kata yang benar-benar baru untuk saya. Apalagi kalau mengingat bahwa saya baru setahun kursus, dibanding pengalaman berbahasa peserta lainnya.

Saat kelas usai dan beranjak bubar, salah satu peserta menegur saya, "Gimana, bisa ngikutin kan!?". Begitu kira-kira katanya. Saya bercerita bahwa pontang-panting mengejar hiragana. Dia menanggapi dengan bercerita bahwa dulu mengalami hal yang sama saat naik dari level 1 ke level 2, seakan, atau memang, ingin menenangkan dan membesarkan hati saya.

Masih ada 3 tempat, sampai saat saya menulis ini

Sampai saat ini saya masih berniat melanjutkan level 2 dulu. Level 2 yang tak murni. Bahkan lebih cenderung level 3 karena hanya 3 peserta dari belasan yang ada, yang baru naik dari level 1. 

Hmmm... jadi berpikir: apakah kelas digabung karena level 2 yang tidak memenuhi kuota? Selama ini saya pikir level 3 yang kurang kuotanya karena kursus digabung ke hari Kamis, harinya level 2. 

Seperti yang saya tuliskan tadi, saya harap di kelas ini bisa lebih memotivasi. Lebih giat belajar dan memantapkan kemampuan agar mengakar. Namun tidak menutup kemungkinan untuk minta turun ke level 1 kalau memang suatu saat merasa tak mampu lagi. Saya pikir, lebih baik turun kelas ketimbang berhenti sama sekali!

Oh ya, tahun ini suami saya mendaftar kursus Bahasa Cina. Selain ingin mengasah dan melanjutkan kursusnya dulu di kantor, untuk berganti suasana juga. Agar tidak bosan di rumah saja. Karena tahun ini jam WFH-nya jadi jauh lebih banyak dari taun lalu.

Kebetulan jam kursus kami sama. Kelasnya pun bersebelahan. Jadi tiap Kamis, kami "kencan" kursus berdua. Meninggalkan Butet sendirian di rumah, bebas berkaraoke dan menari, katanya! Hahaha. 

Yuk, ah, semangaaaat! 


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah