Museum: Tujuan Wisata Favorit Keluarga

Kalau saat liburan sebagian besar keluarga dan teman-teman merekomendasikan kunjungan ke tempat rekreasi atau wahana permainan, kami lebih memilih ke museum. Terlebih kalau kami ke suatu kota atau negara yang mungkin akan sulit kami kunjungi kembali. Rasanya sayang sekali melewatkan koleksi museum lokal. Kalau komidi putar dan kincir ria kan ada di mana-mana. Walau memang, pemandangannya pasti berbeda.

Karenanya, untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan November 2023 dengan tema "Kegiatan Favorit Bersama Keluarga" yang diusulkan oleh Mamah Dewi ini, saya ingin bercerita tentang hobi kami mengunjungi museum.

Memilih Museum Ketimbang Wahana Rekreasi

Saat ke Bali 2016 yang lalu, kami menghabiskan seharian di Museum Puri Lukisan, sampai-sampai nyaris terlambat menyaksikan pertunjukan kecak di Tanah Lot. Tidak menyangka bakal tertahan kemacetan Bali yang ternyata luar biasa juga, sih.

Pulang dari Bali, baru terpikir: heu, kok kami boleh dibilang tak ke pantai sama sekali kecuali saat jalan malam sesudah mencari makan di daerah Sanur! Yang tentu saja kami tak menyentuh air laut di sana. Tapi memang, rumah kami hanya 2 km dari pantai sih. Jadi nggak penting-penting amat ke pantai. Meski lautnya beda ya!? Hehehe.

Di reruntuhan Madinat Al Zahra di Cordoba, Spanyol (2010)

Kami tidak tertarik ke Disneyland yang langsung diusulkan oleh beberapa teman dan sepupu yang saya mintai rekomendasi tentang Tokyo pada tahun 2018. Tidak menyangka juga bahwa banyak yang seide begitu. Tapi lha wong Disneyland Paris saja belum pernah! Anak-anak juga tak berminat. Yah, biar mereka ke sana sama teman-temannya saja suatu hari nanti!

Kami lebih memilih ke Museum Nasional sampai jam tutupnya. Memasuki semua galerinya, mencoba semua aktivitasnya, permainannya, dan menikmati keindahan tamannya. 

Mungkin perlu ditekankan bahwa itu semua bukan hanya ide saya dan suami ya. Tapi memang anak-anak sendiri menyetujui. Bahkan kadang mereka sendiri yang meminta.

Suka Museum dari Kecil

Dalam setiap perjalanan, kami diskusikan dan sepakati apa saja yang hendak kami kunjungi. Lalu anak-anak dibebaskan untuk memilih masing-masing satu tujuan, yang mungkin kurang sesuai dengan selera anggota keluarga lain. Pilihan bebas ini tak boleh dibantah, dan semua harus mengikuti dengan ikhlas, tanpa bersungut-sungut! Pilihan biasanya jatuh ke museum atau tempat bersejarah.

Sejak kapan mereka suka museum? Saya tak ingat lagi, tepatnya. 

Saat masih suka cetak foto. Entah di mana file aslinya. (2004)

Untuk Ucok, seingat saya, pertama kali benar-benar keliling museum adalah di Galleria dell'Accademia di Venezia, Italia. Usia 3 tahun. Sebelum itu sih sudah ke museum. Tapi rasanya baru di sana dia benar-benar bisa menikmati, melihat dengan cukup cermat koleksi-koleksinya.

Kalau Butet, seingat saya saat mengantar eyang-eyangnya ke Louvre, di usia 3 tahun juga. Ya, Museum Louvre Paris. Bukan untuk La Gioconda yang buat dia malah menyebalkan karena ramai antriannya untuk berfoto bersama lukisan seupil itu. Hahaha. 

Di depan lukisan Penobatan Napoleon karya Jacques-Louis David di Museum Louvre (2011)

Butet benar-benar menolak berfoto dengan Mona Lisa. Dia justru tertarik dengan lukisan-lukisan besar yang terpampang di museum. Lama sekali dia di melihat dari kiri ke kanan lalu ke kiri lagi, sambil mengomentari segala yang dilihatnya di lukisan yang tak mungkin masuk ke rumah susun kami itu!

Sebelumnya juga sudah ke museum beberapa kali. Apalagi mengingat perbedaan usia yang hampir 7 tahun dengan abangnya kan!? Namun baru di Louvre itu, seingat saya, dia benar-benar menikmati. Sampai eyang-eyangnya, yang merupakan alasan utama kami ke sana, malah kewalahan mengikuti.

Museum Gratis

Museum biasanya terletak di pusat kota. Suatu pilihan aman untuk kami yang suka berjalan kaki saat berkunjung ke suatu daerah. Namun bukan berarti tak perlu merencanakan kunjungan. Selain waktu yang tidak tak terbatas—jam buka museum, durasi liburan, banyaknya museum yang ingin dikunjungi apalagi kalau masing-masing dari kami memiliki preferensi sendiri-sendiri—, kita harus menyiapkan dana juga kan!? Karena tak semua museum gratis.

Memang ada yang gratis?

Ada dong! 

Coba cek dinas pariwisata kota yang ingin kita kunjungi. Di sana terdaftar museum-museum yang bisa dikunjungi secara percuma. Cek langsung juga website museumnya. 

Ada museum yang benar-benar gratis. Dibiayai oleh pemerintah. Misalya kalau di Solo ada Museum Pers. Ada pula museum swasta yang menyediakan tiket gratis secara terbatas, misalnya Museum Tumurun yang baru saja kami kunjungi Agustus lalu.

Abang-adik serius di Museum Tumurun Solo

Museum gratis tidak selalu kecil. Misalnya Nationalmuseum dan Moderna Museet di Stockholm, hanya berbayar di bagian pameran temporer saja. Untuk melihat-lihat koleksi permanennya gratis tis. 

Museum-museum di Prancis—saya belum sempat riset karena sudah mepet deadline tantangan, tak berani klaim untuk negara lain—banyak yang menggratiskan tiket masuknya di hari Minggu pertama setiap bulannya. Dinas Pariwisata Paris memiliki daftar yang cukup lengkap untuk museum yang gratis penuh atau periodik saja.

Setiap akhir pekan ketiga bukan September, ada acara European Heritage Day. Di sini kita bisa mengunjungi museum di seluruh Eropa secara gratis. Ada banyak acara yang diadakan pula. Dari kunjungan dengan pemandu, workshop, pertunjukan musik, tari, drama, ...

Mengenalkan Museum ke Anak

Saya sempat mendapatkan komentar mengenai hobi kami ke museum ini. Komentar-komentar semacam, "Jelas saja anak-anak suka. Museum di Eropa kan cantik-cantik. Tidak seperti di Indonesia yang suram berdebu." dan sejenisnya.

Memang harus diakui, masih banyak museum yang kurang terawat. Pencahayaan minim dengan neon yang berkedip. Label informasinya hanya ketikan di atas kertas yang ditempel, yang itupun mulai terkelupas. Tidak menarik!

Museum Macan Jakarta

Namun saya lihat belakangan museum-museum di Indonesia sudah berbenah. Sudah cantik, menarik, dan nyaman. Lebih moderen dengan segala fasilitasnya. Plus informasi mengenai acara-acara yang diadakan terbuka untuk umum di berbagai media sosial. Acara-acara ini bisa jadi sarana kita mengenalkan museum kepada anak. 

Untuk mulai mengenalkan museum ke anak, sedapat mungkin, cari museum yang sesuai dengan minatnya. Adaptasikan juga dengan karakter anak. Kalau anak susah diam, rasa ingin tau besar, dan susah dikendalikan, jangan langsung ajak ke Museum Batik Danar Hadi dulu, misalnya. Koleksinya batiknya ditampilkan terbuka. Sangat mengundang untuk menyentuhnya. Eh? Hehehe. Coba ajak ke Puspa Iptek Sundial, di mana anak-anak bisa mencoba berbagai alat peraga di sana.

Bukan berarti kita tidak bisa mengajak anak ke museum "serius" sama sekali lho ya. Coba museum yang kecil dulu. Atau yang gratis. Siapkan mental saja jika sewaktu-waktu anak bosan dan minta keluar.

Jangan lupa untuk sabar menjelaskan. Tanyakan pendapat anak. Diskusi mengenai koleksi yang sekira menarik perhatiannya. Izinkan dia mengambil foto sendiri, atau minta dia menunjukkan koleksi mana yang ingin difoto. Hubungkan suatu koleksi dengan keminatannya, kalau memang tak ada yang langsung berkaitan.

Dengan bertambah besarnya anak-anak, pilihan museum yang bisa dikunjungi juga lebih banyak. Karena memang, tak semua koleksi museum bisa, dan terutama layak, dinikmati oleh anak-anak. 

Cat Litter oleh Robert Gober
Ya, ini karya seni koleksi Moderna Musset Stockholm!

Museum seni kotemporer, misalnya. Beberapa karya terlalu vulgar atau terlalu rumit. Beberapa yang lain, dan kebanyakan, unik, lucu, plus seru! Jangan lupa cek informasi dan tanda peringatan yang biasa dipasang di depan pintu masuk ruangnya saja. Kalau belum sesuai usia, mungkin bisa ditunda dulu kunjungannya.

Yuk, ke Museum!

Jadi, tunggu apa lagi untuk ajak anak-anak ke museum?

Kalaupun tiket masuknya gratis, jangan lupa untuk cek informasi museumnya. Mungkin perlu reservasi untuk tempat yang terbatas. Dan tetap siapkan dana. Siapa tahu perlu membeli minuman, makanan, atau tertarik membeli suvenir. 

Namun tanpa belanja pun, semoga kesan yang terekam dalam kepala cukup berarti, sehingga membuat kita tertarik untuk mengunjungi museum lagi dan lagi!

  

 


Comments

  1. Sejujurnya aku ingin menulis hobby ke museum sama keluarga...tapi belum kesampaian.huhu. ya anak jg msh kecil, siapa tahu tahun2 ke depan bisa kaya teh Alfi gini, hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang belum kesampaian apanya nih? Ke museumnya, atau nulisnya? Hehehe.
      Kalem aja teh. Ntar tau-tau anaknya sendiri yang minta ke museum tuh πŸ˜‰

      Delete
  2. Melihat foto dokumentasinya, jadi serasa melihat proses singkat tumbuh kembangnya Ucok dan Butet ya Teh ehehe.
    Masya Allah sejak kecil sudah dikenalkan oleh Teh Alfi dan suami, akan ke-majestic-an sebuah museum. Btw, kenapa Butet gak mau foto sama Monalisa? Pasti asa serem ya lihat wajah tanpa ekspresinya itu ya Teh 😁

    Kita sepemikiran teh, mengenai taman rekreasi, naik wahana yang menghibur dan atau memicu adrenalin; gak suka Teh. Apalagi denger berita tentang kecelakaan naik-naik permainan di Theme Park begitu, makin yakin dengan ketidakinginan kami berkunjung ke situ. Walapun probabilitasnya sangat kecil, tapi tetap saja ada peluangnya. Sudah paling aman, dihindari saja.
    ***

    Suka dan setuju sekali dengan narasi Teh Alfi mengunjungi museum bersama keluarga. Produktif, bermanfaat, dan menyenangkan. Alhamdulillah. πŸ₯°


    ReplyDelete
    Replies
    1. Butet males ngantri teh. Mana musti digendong kl foto sama Mona Lisa karena anaknya msh kecil. Makanya dia seneng lulisan2 yang besar. Bisa foto sendirian tanpa perlu digendong! 😁

      Delete
  3. Teh Alfi terima kasih sudah menuliskan pengalaman bermuseum Ucok dan Butet sedari dini. Berasa jadi gak ajaib sendiri, ngajakin anak dari bayi ke museum terus dapat komentar,"Emang anaknya bakalan ngerti?" Ternyata mereka merekam ya Teh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget teh. Dikenalkan dari kecil, anak2 jadi tau kalau museum itu menyenangkan juga πŸ€—

      Delete
  4. Mengunjungi museum itu memang menenangkan. Sayangnya sejak SD, SMP, SMA, anak-anak sudah keburu mendapat aktifitas sekolah yang sangat padat. Baru setelah mereka lulus kuliah, kemarin ini, kami sempatkan berkunjung ke museum Sonobudoyo Jogja. Pernah buat agenda untuk mengunjungi museum-museum di Jogja, apalagi setelah tahu bahwa musem di Jogja ada 40 lebih. Tentunya ini menarik untuk menambah cakrawala ilmu anak-anak ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Biasanya memang museum di kota sendiri malah suka kelewat ya? Hehehe πŸ˜…

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah