Kriteria Teman Dekat

Seorang kawan yang belum lama ini mulai merantau di manca negara bertanya, ada banyakkah orang Indonesia di sekitar daerah tempat tinggal saya?

Pertanyaan itu membuat saya teringat betapa sudah lama saya tak bertemu muka dengan sahabat-sahabat saya di rantau ini. Lho, kok? Hehehe.

Alasan untuk Dekat

Dibanding kota rantau kawan saya tadi, ada cukup banyak orang Indonesia di daerah saya. Dalam radius 10 km, ada belasan perempuan Indonesia yang saya kenal. Saat menjadi Pantarlih tahun 2023 lalu untuk Pemilu 2024 yang baru berlalu, saya mencatat ada ratusan WNI di Departement (setingkat kabupaten) Alpes Maritimes. Tentu, tak semua saya kenal! 

Dari yang saya kenal, ada beberapa yang menjalin komunikasi secara rutin dengan saya. Dan di antara dari mereka, ada 3 orang yang memang komunikasinya lebih intens. 

Hidangan potluck (botram) dengan teman-teman dekat

Ada beberapa faktor yang menurut saya bisa membuat kami dekat:

Kedekatan Fisik

Kebetulan, dua dari tiga orang teman tadi tinggal tak jauh dari rumah saya. Kedekatan lokasi tempat tinggal, bagaimanapun juga jadi faktor kedekatan karena kami jadi bisa lebih mudah bertemu.

Kami biasa bertemu untuk minum teh pagi. Sesudah mengantar anak-anak sekolah, kami bertemu di boulangerie di pusat kota. Kami juga sering bertemu di rumah saya yang kebetulan berlokasi di antara rumah mereka dan paling mudah aksesnya. 

Usia Sebaya

Dua teman tadi cukup spesial, karena sepantaran. Kami seangkatan. Usia mereka tak sampai 6 bulan bedanya dengan saya. Saya di tengah. Karena anak-anak saya yang paling besar, orang sering mengira saya yang tertua di antara kami bertiga. Nggak mau ngaku punya muka tua, nih, ceritanya! Hahaha. 

Faktor seumuran bagaimanapun juga membuat kami lebih bebas berbincang. Meski tentu, tidak semua rahasia saling kami ungkapkan. Saya tahu, dua sahabat saya ada menyimpan sesuatu dari saya. Karena saya pun tak menceritakan semuanya pada keduanya. Dan saya menyimpan beberapa perbincangan yang dipesankan untuk tidak dibagi sama sekali.

Kesamaan Daerah Asal

Usia dan kedekatan lahiriah bukanlah faktor utama. Teman dekat saya di rantau yang ketiga berusia 10 tahun di atas saya. Tempat tinggalnya di kota sebelah membuat kami tak mudah untuk bertemu. Namun saya merasa dekat. Kami rutin komunikasi, saling menanyakan kabar.

Teman saya yang ketiga ini, yang juga merupakan salah satu teman terlama saya di rantau, sudah seperti kakak saya sendiri. Kebetulan kami sama-sama orang Solo. Dia Solo Kota, saya Solo coret! Kami biasa jadi prioritas untuk saling nitip saat salah satu dari kami mudik. Eh? Hehehe.

Ada kedekatan kultural yang menjadikan kami cocok berbagi mengenai berbagai aspek kehidupan, terutama saat tinggal di perantauan.

Komunikasi yang Terjaga

Sejak pandemi, saya makin jarang bertemu teman-teman. Banyak faktor yang kebetulan kok ya pas datang sesudah pandemi berlalu.

Suami saya yang lanjut WFH membuat saya tak bisa menerima tamu di rumah. Sekalem-kalemnya orang Indonesia, tetap saja akan bersuara riuh saat berjumpa kan!? Hayo, ngaku saja! Saya baru bisa mengundang teman saat suami business trip. Kalau nggak ya kami ketemuan di luar saja.

Anak-anak dari salah satu teman saya memasuki usia di mana banyak aktivitas sekolah. Hari libur kerjanya, dimanfaatkannya untuk family time. Dan tentu saja itu yang utama. Kami baru bisa ketemuan saat libur kerjanya bertepatan dengan hari sekolah.

Tak lama sesudah pandemi, teman yang kedua ... pindah ke negara lain! Sejak itu kami belum pernah berkumpul bertiga lagi. Karena saat dia liburan ke Cannes, jadwal saya dan teman satu lagi belum pernah bisa cocok.

Namun kami tetap rutin berkomunikasi. Komunikasi kan tak harus secara langsung bertatap muka, ya!? Zaman teknologi begini, lho! Masing-masing kan punya kesibukan sendiri-sendiri. Untuk saya dan 3 teman saya tadi, misalnya, cukup dengan selalu ada salah satu dari kami yang menyapa di Whatsapp jika sudah sekian lama tak ada kabarnya. Ya, kami tak tiap hari saling mengirim pesan juga. 

Toleransi

Jika sudah bersepakat bertemu, kami akan bersama dari sarapan pagi, sering bersambung dengan makan siang, dan bahkan kudapan sore sampai saatnya menjemput anak sekolah. Ya, seharian! Karena kami tidak bisa setiap saat bertemu. Sulitnya mencocokkan jadwal kelonggaran membuat kami benar-benar memanfaatkan kesempatan.

Untuk saling menelepon pun kami sudah biasa mengirim pesan terlebih dahulu. Memastikan memang benar-benar longgar untuk berbincang. Karena tiap menelepon, tak bisa tak panjang-lebar. Kecuali kalau ada keperluan mendesak, tentunya ya. Dan kami saling bisa berterus terang kalau memang tak longgar berbincang.

Kami saling mengerti bahwa sebagai sesama ibu, sesama istri, sesama perempuan, kami memiliki kesibukan masing-masing. Keluarga dan kewajiban rumah tangga dalah prioritas pertama. Meski berteman juga sangat penting ya!

Komunikasi memang kuncinya. Terjalinnya komunikasi merekatkan pertemanan. Tak hanya soal frekuensi, tapi juga bagaimana segala masalah dan ganjalan bisa diselesaikan jika ada keterbukaan.

Di sini pentingnya saling memahami. Tiga teman saya tadi tak semua beragama sama. Yang beragama sama pun masih suka berbeda kan!? Pandangan politik kami pun berbeda. Beberapa nilai yang kami pegang juga. Tapi kami selalu berusaha memahami sudut pandang yang lain. Dan tahu kapan berhenti saat diskusi sudah jelas tak akan ada ujungnya! 

Untuk saya, toleransi lebih utama ketimbang kesamaan visi, misi, atau tujuan hidup, apalagi usia dan latar belakang.

Cappuccino untuk teman, coklat panas untuk saya

Definisi Sahabat

Dalam keseharian, saya menangkap bahwa sahabat didefinisikan sebagai teman dalam level yang lebih dekat. Namun ternyata tidak demikian dalam KBBI.

sa.ha.bat

n kawan; teman; handai: ia mengundang -- lamanya untuk makan bersama-sama di restoran

Dari "kawan", "teman", dan "handai", saya rasa definisi "kawan" yang paling menjelaskan.

ka.wan

n orang yang sudah lama dikenal dan sering berhubungan dalam hal tertentu (dalam bermain, belajar, bekerja, dan sebagainya); teman; sahabat; sekutu: orang ramah banyak --

Di sini saya melihat bahwa KBBI tidak mengategorikan sahabat pada level yang lebih tinggi. Dan memang saya tak mampu mengategorikan, siapa di antara teman-teman saya ke dalam kotak sahabat, seperti yang saya pahami selama ini. Untuk saya, hanya ada dua kategori: teman dan kenalan. Namun tetap saja saya merasakan perbedaan antara sahabat teman dekat dan teman "biasa". 

Kriteria Teman Dekat ala Alfi

Teman yang saya rasa dekat tak terbatas pada 3 teman Indonesia yang saya sebutkan tadi. Ada teman Prancis yang saya kenal di rantau. Ada beberapa teman sekampung, sesekolah, kuliah, ... yang sudah lama tak bertemu dan hanya berkontak daring, tapi saya merasa dekat. Bahkan ada teman yang menurut saya dekat padahal hanya kenal daring dan belum pernah bertemu sama sekali di dunia nyata!

Tempat untuk curhat? Itu salah satunya. Lebih spesifik lagi untuk kriteria di mata saya: teman dekat adalah mereka yang bisa dengan nyaman saya tolak permintaannya, dan saya kritik bahkan omeli saat tak cocok dengannya!

Jadi, kalau Anda melihat saya sebagai orang yang galak dan blak-blakan, itu artinya Anda sudah saya anggap sebagai teman dekat. Terserah Anda mau menganggap saya teman dekat, teman, atau sekedar kenalan saja. Kalau merasa sebagai teman dekat, jangan lupa ingatkan saya saat galaknya sudah tidak pada tempatnya ya! 🤗


---

Tulisan ini diikutkan dalam Tema Tantangan Menulis (TTM) Kelas Literasi Ibu Profesional periode 27 Mei — 2 Juni 2024 dengan tema "Sahabat"


Comments

Popular posts from this blog

Menyusun Tagihan

Blogger Curcoler? Yes!

Menengok Ketentuan Pemberian Nama Anak di Prancis