Empat Film di Bulan Juni
Bulan Juni ini saya menonton 4 film di bioskop! Tak ada rencana untuk menonton sebanyak itu, sebelumnya. Kami tak terlalu memperhatikan jadwal rilis film. Eh kok ya tiga minggu pertama ada saja film baru yang menarik. Lalu ada Ciné Lecture di minggu terakhir.
Tiga film pertama saya tonton bersama Butet. Hanya film terakhir yang saya tonton sendiri.
Tunnel to Summer
Saat ada pengumuman akan dirilisnya anime ini di Prancis, saya membaca sinopsisnya dan merasa pernah menontonnya. Apalagi saat melihat trailernya. Namun saya tak yakin kapan dan di mana. Paling-paling saat di pesawat, dalam perjalanan mudik atau balik dari Indonesia.
Film yang berjudul asli 夏へのトンネル、さよならの出口 (Natsu e no Tonneru, Sayonara no Deguchi) ini memang sudah dirilis pertama kali sejak tahun 2022. Jadi wajar, kalau tahun lalu saya sudah menontonnya di pesawat. Rasanya tak mungkin di Netflix Indonesia. Tak mungkin saya menontonnya tanpa Butet.
Sempat ada keraguan apakah saya benar-benar telah menontonnya atau belum karena Butet yakin, belum menontonnya. Di dalam pesawat perjalanan ke/dari Indonesia, kami punya keisengan menonton anime bersama: memulai "play", dan kalau perlu pause, di layar masing-masing pada waktu yang disepakati!
Saya masih mengingat keseluruhan cerita inti: adegan pertemuan pertama Kaoru dan Anzu di stasiun kereta dengan pengumuman tentang rusa, berbagai detil perjalanan dalam terowongan Urashima, pertengkaran Kaoru dengan ayahnya, pertemuannya dengan adiknya, ... Rasanya bahkan saya pernah mendiskusikan tentang legenda Urashima Taro dengan si Butet.
Namun Butet yakin belum pernah menonton sebelumnya. Dikonfirmasi sesudah menontonnya pagi itu. Dan sampai sekarang belum terjawab kapan saya menontonnya. Sementara dia yakin, saat menonton sendiri di pesawat adalah saat saya sedang tertidur. Eh? Hehehe.
Vice Versa 2
Kami menonton film premier versi 3D, jam 4 sore, di bioskop di kota. Ada premier versi 2D paginya, jam 10.30. Memang kami ingin menonton versi 3D. Bukan karena malas pergi pagi (saja). Sayangnya, keduanya versi dubbing Prancis, bukan versi asli.
Diawali dengan kegusaran karena dipaksa membeli formula "petit dejeuner". Pertama, jam 4 sore jelas sudah bukan waktu sarapan. Kedua, opsi ini tak disebutkan untuk jadwal pemutaran sore. Ketiga, dulu-dulu, opsi sarapan itu gratis. Keempat, hidangan yang disediakan ternyata hanya jus dalam kotak dan kue kecil dalam sachet, bukan mini croissant atau pain au chocolat seperti biasanya. Sudah kami membayar harga tiket penuh plus ekstra "sewa" kacamata 3D, masih ada 2 euro tambahan per orang untuk makanan yang tidak kami inginkan begitu. Dan sekali lagi, ini tak diinformasikan sebelumnya!
Tapi apa daya. Kami tak mau juga pulang begitu saja. Untungnya film yang berjudul internasional Inside Out 2 ini bagus. Ceritanya cukup kuat, dan 3D-nya memuaskan. Sudah lama, kami tak menonton film 3D. Memang tak ada juga. Kami merasakan perkembangan teknologinya.
Saya sudah lupa akhir kisah Riley di film pertama. Saya tidak ingat sama sekali tentang dua sahabatnya. Saya hanya mengingat Joy, Sadness, Anger, Fear, dan Disgust, yang di film kedua ini ditambah Anxiety, Ennui, Embarrassment, dan Envy karena Riley memasuki usia remaja.
Saya dan Butet menikmati filmnya. Tak yakin anak-anak kecil yang berada dalam ruang bioskop bersama kami waktu itu bisa benar-benar memahaminya.
Detective Conan: L'Étoile à 1 Million de Dollar
Kami menonton di sesi pertama, hari pertama pemutarannya. Saya lupa. Biasanya saya jelaskan dulu pada Butet perkembangan terakhir kisah manga yang tidak dia ikuti. Saking semangatnya, kami pergi begitu saja.
Untung di ruangan hanya ada kami berdua dan dua laki-laki lain, sepertinya bapak dan anak. Mereka duduk di baris paling belakang, kami agak ke depan. Saya bisa lebih leluasa berbisik-bisik menjelaskan ini-itu.
Salah satu yang memotivasi Butet menonton pagi itu adalah adanya Kaito Kid dalam poster filmnya. Yang itu artinya, Kaito adalah salah satu pemeran utamanya, kan!? Magic Kaito adalah serial manga karya Aoyama Gosho yang saya tawarkan pada Butet saat saya menilai Detective Conan masih terlalu sulit dan sadis untuknya. Dan dia suka!
Film yang berjudul asli 名探偵コナン 100万ドルの五稜星 (Meitantei Conan: 100-man Doru no Michishirube) ini seperti biasa cukup membingungkan dengan banyaknya tokoh. Namun kami tetap bisa mengikutinya. Puas, Kaito Kid benar-benar menjadi tokoh sentral di film ini. Kalau mau dapat clue, siapa sebenarnya Kaito Kid, jangan lewatkan menonton film Detective Conan ke-27 ini!
Plein Soleil
Dari keempat film, ini satu-satunya yang saya tonton sendirian. Film lawas karya René Clement yang direstorasi ini diputar dalam rangka Ciné Lecture bulan Juni. Penutupan dari Club Lecture 2023–2024.
Sesudah menonton adaptasi novel Mr. Ripley yang Lihai dalam film 1999 dan serial 2024, Plein Soleil terasa dangkal sekali. Memang harus diproyeksikan ke masa pembuatannya di tahun 1960, dan juga kultur Prancis yang sangat spesial: kekerasan tak diperlihatkan, tapi adegan sensual diumbar dengan entengnya.
Penokohan Marge dibuat tipikal perempuan "idaman" masa itu yang cantik tapi kosong. Awalnya sangat tergantung pada Dickie, tapi lalu dengan mudahnya beralih ke Tom. Hadeuh!
Dari semua adaptasi novel karya Patricia Highsmith itu, Plein Soleil adalah film yang paling berwarna. Lebih ritmik, tidak seperti yang lain yang cenderung tegang dan suram. Entah karena memang didukung lokasi adegannya yang banyak berlatar laut biru, atau saturasi saat restorasinya. Yang jelas, film yang dalam bahasa Inggris berjudul Purple Noon ini menghadirkan Tom Ripley terganteng dan Marge Sherwood tercantik menurut saya.
Fête du Cinéma
Tanggal 30 Juni hingga 3 Juli 2024 adalah jadwal diselenggarakannya Fête du Cinéma di Prancis. Benar-benar pesta tahunan setiap awal musim panas, yang ini. Tiket masuk bioskop hanya 5 euro saja, di semua bioskop, jam berapapun, selama 4 hari itu!
Saya dan Butet berencana menonton adaptasi terbaru Le Comte de Monte-Cristo, novel karya Alexandre Dumas pere yang merupakan buku favorit saya sepanjang masa. Tapi itu cerita lain lagi!
Comments
Post a Comment