Freewriting 1300 Kata!

Dua minggu berlalu sejak rentrée scolaire. Praktis seminggu lebih, saya sakit dan tak kunjung pulih. Sakit pilek-pegal-linu saja sih. Tapi jelas mengganggu aktivitas ibu rumah tangga.

Ceritanya dimulai sejak Jumat pagi, 10 hari yang lalu. Saya terbangun tak nyaman. Bersin-bersin layaknya kedinginan. Saya mengeluh ke suami yang masih saja menyalakan kipas angin dengan kecepatan tinggi. Padahal suhu udara malam sudah normal. Sudah mulai masuk di bawah 20°C.

Hari itu saya ada janjian dengan teman. Tak terpikir sama sekali untuk membatalkan. Entah karena langkanya kesempatan, atau memang tak merasakan ketidaknyamanan badan.

Kami berjanji temu di boulangerie langganan, tak jauh dari rumah. Saat berjalan menuju ke sana, saya mulai merasa tak nyaman. Dengan teman saya menghindari tempel pipi. Takut benar-benar sakit dan menulari.

Masuk boulangerie, saya langsung merasakan dan mengeluhkan suhu di dalam yang panas sekali! Perbedaan dengan suhu luar yang mulai segar sangat terasa. Saya mulai berkeringat.

Saya mulai nyaman saat mulai menyantap croissant aux amandes ditemani coklat hangat. Bahagia bertemu sahabat yang sudah berbulan tak jumpa. Memang dia sibuk kerja sepanjang musim panas. Dan saya sendiri sempat liburan ke Indonesia.

Saya sampaikan padanya oleh-oleh kejutan berupa buku Mari Pergi Lebih Jauh-nya Ziggy Zesya. Dia tertawa karena dia sudah cerita bahwa tak mengerti buku pertama, Kita Pergi Hari Ini. Saya katakan itu spesial karena bertanda tangan dan berbonus pembatas buku pinguin rajutan. Saya jujur menyimpan bonus stikernya karena diminta Butet.

Sepertinya saya mulai bersin-bersin saat makanan habis. Tak parah sih. Tapi sedikit demi sedikit saya merasakan badan yang tak nyaman. Beberapa saat kemudian suami kirim pesan: ada penyumbatan saluran air di rumah yang parah!

Penyumbatan terjadi di saluran pembuangan air gedung kami. Kalau ada yang menggunakan kamar mandi, air yang tak berhasil mengalir ke bawah naik lagi. Naik ke kamar mandi kami, karena kami berada di lantai 1 (atau lantai 2 versi Indonesia).

Mungkin ditambah stress, tak tenang memikirkan masalah itu, kondisi saya makin parah. Saya masih mencoba bertahan hingga jam makan siang. Memang saya dan sahabat saya itu biasa ngetem di boulangerie dari seapan, makan siang, kudapan sore, hingga waktunya menjemput anak-anak dari sekolah. Saya pikir, sesudah makan siang mungkin badan saya lebih segar.

Ternyata saya tak mampu menghabiskan panini tomate-mozzarella yang sudah lama saya idamkan. Dessert berupa tarte au poire amandine-nya habis sih. Tapi saya menyimpan cola yang masuk dalam menu dan memilih minum air dari tumbler yang selalu saya bawa.

Saya makin tak tenang. Sudah ada plombier yang dikirim oleh pengelola bangunan apartemen. Suami yang panik mengunjungi satu per satu apartemen di atas kami tak tahu di mana meletakkan kunci rumah. Padahal dia masih harus mondar-mandir mengurusi masalah.

Saya pun memutuskan pulang. Mengakhiri pertemuan lebih awal dari rencana. Kebetulan ternyata hari itu boulangerie tutup jam 2, sesudah jam makan siang. Padahal biasanya nonstop sampai jam 8 malam.

Kami berpisah dengan janji saling berkabar. Saya berniat mencoba menyusul sahabat saya yang akan jalan-jalan ke pusat kota, tak pulang dulu sampai waktu menjemput anak-anaknya. Kebetulan hari itu saya berencana menjemput Butet dan bersama membeli perlengkapan sekolahnya di kota juga.

Tiba di rumah, rasanya seluruh sisa tenaga menguap. Saya masuk kamar dan tiduran. Memang "tugas" saya hanya jaga rumah agar tak kosong saja. Saya bahkan tak kuat membuka laptop untuk menonton drama. Bolak-balik kanan kiri mencari posisi nyaman, sambil sesekali bersin-bersin.

Perbaikan saluran air berjalan lancar. Masih ada banyak waktu luang kalau saya mau menyusul sahabat saya ke kota. Tapi saya merasa tak mampu. Saya mencoba tidur sejenak, siapa tau bisa enakan.

Belum 15 menit tidur, ada telepon masuk. Nomor tak dikenal! Duh, kok ya saya lupa men-silent-kan ponsel! Saya terbangun makin tak nyaman karena emosi. Saya ambil kesempatan mengirim pesan ke sahabat, mengabarkan kalau saya tak bisa menyusulnya.

Sahabat saya itu malah merasa bersalah. Kenapa memaksa? Kenapa tak membatalkan pertemuan dari pagi saja? Daya yakinkan.dia kalau tak menyangka akan parah begitu. Dan saya pastikan dia tak merasakan gejala sakit saya.

Kebetulan pas jadwal kosong Butet, saya kirim pesan ke dia juga. Saya kabarkan kalau saya tak bisa turun ke kota. Saya tak menunggu jawabannya. Sengaja saya kirim cepat agar saat keluar sekolah dia bisa langsung membacanya.

Saya coba tidur lagi tapi tak bisa. Sesudah minum paracetamol sekalipun. Ya sudah, yang penting istirahat. Antara drakor dan baca buku. Menulispun tak bisa karena jalan pikiran tak menentu.

Butet pulang terlambat karena mencicil belanja beberapa perlengkapan sekolahnya sendiri. Sabtu esoknya dia keluar belanja lagi ditemani papanya. Sebelum waktunya makan malam, saya hanya keluar kamar untuk wudu. Paksu memesan antar sushi untuk makan berdua Butet. Saya memilih mi instan berkuah pedas panas.

Sabtu saya istirahat. Minggu siang sudah merasa nyaman. Saya mulai mengerjakan pekerjaan rumah tangga standar. Pelan-pelan.

Senin pagi saya ada janji temu dengan dokter. Bukan untuk saya, tapi untuk meminta surat keterangan untuk Butet yang tidak bisa mengikuti pelajaran olah raga yang menggunakan tangan kanan. Radang jarinya belum sembuh. Tapi itu cerita lain lagi.

Janji temu jam 9, saya sempatkan menjemur cucian yang sudah terbengkalai karena sakit. Sepertinya dingin. Memang kami biasa mencuci dengan suhu 30°C dengan alasan ekologi. Atau mungkin saat di klinik dokter saya terkena virus lagi? Yang jelas, sepulang dari sana saya merasa tak nyaman lagi.

Saat mengantarkan surat keterangan ke sekolah, Butet langsung melihat bahwa saya tak sehat. Udara siang itu hangat cenderung panas. Bus yang saya ambil untuk pulang memasang AC dingin! Waduh!

Saya mendapat tempat duduk di pojok belakang. Di halte berikutnya, naik seorang lelaki yang saya kenal. Saya kenal sebagai orang tak jelas yang suka berteriak-teriak, ngomel-ngomel di jalanan. Bukan pertama kali say bertemu dengannya di bus. Biasanya dia cukup tenang. Kali ini tidak!

Saya tak takut saat dia duduk di sebelah saya. Biasa saja kalau dia ngomel sendirian. Masalahnya, kali itu dia mengeluarkan kata-kata umpatan! Entah ke siapa. Yang jelas bukan ke saya atau penumpang lain di bus.

Saat saya cerita ke Butet, dia langsung menanyakan apakah bus tidak penuh? Katanya memang orang itu suka ngomel saat bus cenderung kosong dan lebih tenang kalau bus penuh. Dan memang saat itu tak banyak yang berdiri di dalam bus. Kebanyakan penumpangnya anak SMA yang tertawa-tawa mendengar umpatan si bapak.

Saya tak bisa tertawa. Kalau di manga, gambarannya kuping saya sudah berdarah-darah! Saya memutuskan untuk turun di halte berikutnya. Kebetulan halte pusat kota. Saya sekalian belanja daging ke boucherie saja.

Di boucherie tak lama—memang merasa tak mampu mengangkat belanjaan berat juga—, saya mendapatkan bus berikutnya. Alhamdulillah relatif lengang dan saya mendapatkan tempat duduk. Dan kali ini AC-nya tak terlalu kencang!

Sayangnya kondisi badan saya sudah tak baik. Dan minggu kemarin itu tak ada kesempatan untuk beristirahat. Rabu saya harus menjemput Butet ke sekolah dan membawanya ke kinésitherapeute. Hanya ada slot jam 12 siang yang kosong Rabu itu. Padahal hari lain tak mungkin tanpa bolos.

Eh kok ya Selasa mendapat kabar kalau teteh koordinator pengajian sakit! Langsung saya coba mengoordinir penyelenggaraan kajian Rabu. Alhamdulillah ada yang siap membantu. Secara saya sendiri statusnya sudah absen untuk Rabu itu untuk mengurus Butet.

Saya tak biasa sakit panjang. Biasanya 2-3 hari sudah sehat lagi. Harus memaksakan istirahat sih, memang. Karena itulah sejak usai dari kiné, saya bersantai. Saat merasa enakan hari Jumat, saya memilih menyelesaikan satu draft yang lama terbengkalai. Tak terasa, sudah seminggu lebih blog saya tak ter-update.

Kalau kemarin sudah ada post lagi, itu karena sudah didraft sejak lama juga. Berkali-kali coba menyelesaikan, tapi tak bisa karena stamina yang tak mendukung. Apalagi itu kan untuk tantangan ya. Tak bisa asal-asalan karena jelas-jelas untuk dibaca banyak orang.

Tak seperti tulisan ini yang freewriting saja. Sambil tiduran, bernafas sesudah melepas Butet berangkat sekolah, minum teh manis hangat, beberes sejenak—berusaha pelan-pelan saja dulu sampai pulih benar—, dan suami mulai bekerja di depan komputernya. Hampir satu jam menulis, tak terasa sudah dapat ... wah 1263 kata!!! Hahaha. Rekor freewriting saya nih!

Saya post dulu saja deh ya. Sebelum makin melantur ke mana-mana. Lalu setorkan ke KLIP. Menghibur diri, mencapai target 5 tulisan sebelum tengah bulan ... terlambat satu hari!

Yuk, ah, semangattt!


Comments

Popular posts from this blog

Investasi untuk Anak

Blogger Curcoler? Yes!

Menyusun Tagihan