Film Ghost Cat Anzu
Ghost Cat Anzu (化け猫あんずちゃん, Bake-neko Anzu-chan) adalah satu-satunya film yang kami—Butet dan saya—tonton di bioskop bulan Agustus lalu. Kami memang sudah kembali ke Prancis sejak minggu kedua, tetapi tak banyak film baru yang menarik. Tak banyak film baru, titik. Kebanyakan film yang diputar di bioskop adalah yang sudah tayang, dan sudah kami tonton sejak Juli, dan bahkan Juni.
Film animasi 2D ini dirilis di bioskop di Jepang mulai 19 Juli 2024. Saat itu kami sedang berada di Indonesia. Sempat khawatir tak akan mendapatkan kesempatan menonton. Tak ada kabar rilis di Indonesia, pula. Bahkan sampai saya menulis ini.
Ternyata di Prancis baru dirilis mulai 24 Agustus. Mungkin menunggu sulih suara terlebih dahulu. Karenanya, saat ada penayangan di bioskop di kota, kami pun menontonnya. Dalam asli versi bahasa Jepang, tentunya!
Kucing Hantu
Menceritakan tentang Karin, seorang gadis kecil berusia 11 tahun yang dititipkan oleh ayahnya di rumah kakeknya. Kakeknya adalah seorang pendeta yang tinggal di sebuah kuil di desa Itekeru bersama dengan Anzu, sesosok "hantu" kucing berusia 37 tahun, yang berperilaku dan berbicara seperti layaknya manusia.
Awalnya, Karin yang biasa mandiri dan bersikap dewasa tak menyukai Anzu yang diminta kakeknya untuk mengawasinya. Karin berusaha menjauhi Anzu. Dia bahkan memperalat teman-teman barunya untuk itu.
Foto: Miyu Productions |
Ayahnya yang berjanji untuk kembalinya tak kunjung datang, Karin memutuskan untuk ke Tokyo mencarinya. Dia ingin memperingati hari kematian ibunya bersama-sama. Anzu menemaninya. Dan mereka melakukan perjalanan istimewa.
Teknik Rotoscope
Film ini sudah saya tonton saat premiernya di ajang Quinzaine des Cinéastes pada Festival Film Internasional Cannes bulan Mei 2024 yang lalu. Saat itu saya menonton sendiri. Butet tak bisa ikut karena penayangannya di jam sekolah.
Di sesi tanya jawab yang diadakan di akhir penayangan premier, saya sudah penasaran ingin mengajukan pertanyaan. Sayangnya ketidakpedean menguasai saya. Para penanya adalah para profesional film dan mahasiswa perfilman dengan kalung akreditasi mereka. Pertanyaan saya pun terpendam: mengapa rotoscope?
Saya memang datang tanpa banyak mencari informasi. Sepulang dari menonton, baru saya lebih dalam mencari. Namun saya tak menemukannya. Saya tetap tak mengerti mengapa harus repot-repot merekam adegan dengan aktor Mirai Moriyama dan aktris Noa Gotô (dan yang lainnya, dan membayar mahal mereka?) untuk kemudian dijiplak dan dijadikan 2D? Padahal sutradara Yôko Kuno sudah dikenal dengan kemampuan gambarnya yang luar biasa. Mengapa tidak langsung digital 2D saja semua?
Tapi saya memang bukan artis. Sudah dua kali menonton pun saya tak melihat kelebihan teknik rotoscope dibanding gambar biasa. Butet bisa melihatnya!
Dia menjelaskan bagaimana gerak-gerik dan ekspresi di film bisa terlihat lebih natural. Yang itu sulit digambar secara sintetik. Baik secara manual maupun digital. Dan saya tetap sulit membandingkan. Mungkin harus menonton lagi? Untuk ketiga kalinya? Hahaha.
Campur-Aduk
Film ini meninggalkan perasaan yang tak jelas. Campur-aduk. Kami kagum akan teknik pembuatannya. Cerita secara global cukup menarik: tentang anak yang kehilangan orang tua dan kasih sayang orang tua terhadap anak.
Banyak adegan lucu dengan gaya unik pipi memerah atau tetesan peluh di samping kepala selayaknya komik/manga. Ada beberapa yang berlebihan untuk saya. Makluk-makluk aneh dan adegan di neraka mengingatkan kami pada film-film Ghibli. Namun entah mengapa, ada saat-saat kami didera kebosanan!
Usai menonton, kami sepakat bahwa film yang berdurasi 1 jam 37 menit itu cukup, tak perlu diperpanjang! Butet banyak membahas tentang karakter ibu Karin. Bahkan sampai berhari-hari kemudian! Apa yang dibayangkan penulis skenario Shinji Imaoka dan sutradara Nobuhiro Yamashita akan nasibnya kemudian? Kami menangkap alusi keikhlasan pengorbanannya demi menyelamatkan anaknya.
Untuk Segala Umur
Ya. Kami banyak menangkap pesan implisit dalam film ini. Memang film yang merupakan kerja sama antara Shin-Ei Animation (Jepang) dan Miyu Productions (Prancis) ini dikategorikan untuk segala umur. Namun saya sarankan untuk anak 8 tahun ke atas untuk bisa benar-benar memahaminya.
Film ini diadaptasi dari manga berjudul sama karya Takashi Imashiro. Dari yang saya tangkap di sesi tanya-jawab, tokoh Karin dan ayahnya merupakan ide asli film, tidak ada di dalam manga aslinya. Jelas saya jadi penasaran, ingin membacanya. Sayang sekali, sampai saat menulis ini, saya belum menemukan terjemahannya dalam bahasa apapun.
Comments
Post a Comment