Bersama Menuju Zero Waste
The best waste is that which is not produced.
Begitu kalimat yang tertulis pada website komponen pemerintah daerah, khusus untuk pengelolaan sampah di kota kami mengenai gerakan zero waste.
Selain pengelolaan sampah yang sudah rapih, pemerintah daerah kami memang menggalakkan gerakan zero waste (atau zero dechet, dalam bahasa Prancisnya). Pemda bahkan menyediakan coaching spesial selama 6 bulan bagi keluarga yang ingin mencapainya, yang dimulai tiap awal tahun ajaran baru di bulan September hingga bulan Maret.
Saya?
Wah, belum berani. Saya masih memiliki ketergantungan besar pada tisu kertas, pembalut wanita, plastik pembungkus makanan sisa, ... Beruntung bayi saya sudah besar dan sudah tak perlu pospak lagi. Hehehe. Belum bisa zero waste, dan bahkan merasa tak akan bisa mencapainya?
Ya, saya terjebak pada istilah "zero waste" yang terasa besar. "Zero" itu berat, rasanya. Padahal sebenarnya tidak se-wah itu!
Kampanye zero waste pemda kami (Foto: Info Tri) |
Jebakan Istilah
Dari ngobrol kanan-kiri, ternyata saya tak sendiri. Masih banyak yang terjebak dengan istilah zero waste. Komentar "wah, aku nggak bisa", atau bahkan "NGGAK AKAN bisa" masih sering saya dengar. Tidak adanya lahan untuk membuat kompos dan menggunakannya kemudian atau tak punya ayam buat memanfaatkan nasi sisa menjadi alasan. Tak memungkinkannya membebaskan diri dari kemasan jajanan juga diajukan. Zero waste rasanya susaaah banget. Tak semudah yang dikampanyekan pemda di poster-posternya.
Kalau ditilik lebih dalam, pemda kami tak menargetkan nol sampah pada program zero waste-nya. Tak mungkin. Bernafas saja mengeluarkan "sampah" CO2 kan ya!? Yang mereka tekankan terutama adalah mengurangi sampah. Semaksimal mungkin. Selain mendorong pemilahan, pemda memberikan saran-saran yang bisa dilakukan penduduk untuk ke arah anti-waste: reduce, reject, repair, re-use.
Di website pemda yang sama disebutkan bahwa dari keluarga yang mengikuti program pemkot kami tadi pada tahun 2021-2022, mereka dinyatakan berhasil mengurangi sampah daur ulangnya hingga 22% dan sampah non daur ulang hingga 26%. Segitu doang? Eh eh eh, yuk, berpikir global. Bayangkan jika pengurangan sampah itu mendunia!
Jumlah tumblernya sudah 3 kali jumlah penghuni rumah (dan masih ada yang tidak terfoto) |
Mulai dari yang Kita Bisa
Merasa bersalah karena masih belum bisa lepas dari tisu kertas adalah satu langkah. Tapi jangan sampai itu menyurutkan niatan kita untuk mengurangi sampah.
Menyimpan tas belanja di berbagai tas dan kendaraan yang biasa kita gunakan, membawa tumbler dan mengurangi membeli air kemasan, meminimalisasi mencetak dokumen yang tidak perlu jika bisa menggunakan dokumen digital, mengutamakan membeli barang dengan volume besar untuk mengurangi sampah kemasan, ...
Zero waste bukan berarti lalu tak belanja baju sama sekali. Bukan memaksakan diri tidak mengganti gadget yang kita miliki padahal sudah obsolete untuk keperluan pekerjaan. Bukan mengharamkan buku fisik dan hanya membaca digital—yang ini, duh, saya belum bisa banget!
Beri, Jual, Tukar
Tak hanya pakaian, buku, mainan, mebel, dan perlengkapan elektronik yang masih berfungsi tetapi sudah tidak kita inginkan bisa kita pertimbangkan untuk berikan kepada orang lain, alih-alih langsung dibuang. Atau, kenapa tidak dijual dengan harga murah?
Beberapa toko menyediakan sistem tukar-tambah barang yang bisa kita manfaatkan. Barang lama ditukar dengan voucher, misalnya. Selain mengurangi sampah, kita bisa mendapatkan diskon untuk membeli barang baru.
Jangan lupa mengusahakan memperbaiki terlebih dahulu barang kita yang rusak sebelum memutuskan menggantinya. Atau kenapa tidak memanfaatkannya dengan cara lain? Permak baju menjadi celemek? Kaus kaki yang kehilangan pasangannya menjadi boneka?
Do It Yourself
Mengurangi sampah bisa kita usahakan dengan membuat sendiri produk kecantikan dan kebersihan. Selain bisa mengurangi sampah dari bungkus kemasan yang biasanya berlapis-lapis, kita juga bisa lebih mengontrol komposisi bahan-bahannya. Kita bisa menggunakan tempat penyimpanan yang sama untuk produk kita itu. Kenapa tidak memanfaatkan kemasan produk industrial yang kita beli sebelumnya?
Selain relatif lebih sehat, membuat sendiri produk kecantikan dan kebersihan terhitung lebih murah ketimbang membeli produk jadi di toko.
Koleksi tote bag sudah sekardus. Awas, jangan berlebihan juga! |
Berpikir Global, Sekarang Juga!
Banyak jalan menuju zero waste. Berbagai informasi meuju ke sana bisa kita temukan dengan mudah. Banyak badan baik pemerintah maupun swasta yang memfasilitasi ke arah sana. Namun pada kenyataannya, untuk mempraktikannya kok rasanya tak semudah itu. Berat, malah!
Perlu sering-sering mengingatkan diri untuk mengerjakan dari yang kita bisa. Tak perlu pasang target terlalu tinggi, langsung kosong tempat sampah kita mulai bulan depan. Sedikit demi sedikit saja dulu.
Yang belum puas kalau deterjen tak berbusa, yang masih belum bisa lepas dari tisu basah, yang masih harus mengupas sebelum makan apel, yang mengurangi sampahnya masih banyak termotivasi oleh tumbler dan tote bag lucu, ... —heu, curcol, ini sih! hehehe—jangan kecil hati. Kita sama-sama mulai meminimalisasi sampah dari hal-hal yang kita bisa.
Mari berpikir global: sekecil apapun usaha kita, jika dilakukan bersama-sama, pasti akan terasa dampaknya. Apalagi jika dilakukan secara kontinyu dan dalam jangka waktu yang panjang.
Yuk, kita mulai sekarang juga!
Semangaaattt!!!
Comments
Post a Comment