Tallinn H—2

Hari kedua di Tallinn yang lebih pantas disebut hari pertama, kami mulai dengan santai. Tak ada jatah sarapan—dan tak mau menambah opsi sarapan—dalam pemesanan hotel, kami makan pagi dengan bekal kue-kue yang ada saja. Di kamar hotel disediakan teh berikut pendidih air. Juga mesin kopi.

Tanpa sarapan, kami keluar menjelang jam makan siang. Tujuannya ke kota tua yang terletak 1 km dari hotel. Jalan kaki saja, sambil melihat-lihat suasana.

Hari Senin, banyak toko dan restoran yang tutup di Tallinn. Demikian pula museum. Lagi-lagi kami tak ada agenda detil. Jadi santai saja.

Kami boleh dikatakan memulai hari dengan makan siang. Kebetulan kami menemukan rumah makan masakan Estonia di Harju tn, tepat sebelum masuk Town Hall Square yang penuh turis.

Tentu saja kami ke Town Hall Square juga. Lewat untuk foto-foto. Seperti daerah lain di Tallinn, bangunan historik bercampur langsung dengan papan-papan merek moderen. Butet membeli lonceng berbentuk rumah. Sebenarnya dia sudah memiliki lonceng dari Talliinn dalam koleksinya, hadiah dari seorang temannya.

Paksu mengusulkan tujuan kami berikutnya: Kohtuotsa, bukit di mana bisa melihat pemandangan Tallinn secara luas. Tentu saja jalanan menanjak. Terlihat makin banyak turis, yang mungkin baru aktif sesudah makan siang, seperti kami.

Butet melihat papan English Bookstore di belakang Gereja Saint Nicolas yang merupakan bangunan pertama yang kami lihat di kota tua. Dia penasaran ingin mencari buku Moomin dalam bahasa Inggris. Dan ada!

Saya sendiri membeli buku Dog Park karya terbaru Sofi Oksanen, penulis Finlandia berdarah campuran Finlandia-Estonia, menghadiahi diri sendiri untuk ulang tahun ke 25 pernikahan saya dengan paksu.

Ya, pernikahan perak! Itulah alasan ketiga perjalanan kami ini. Dan mengapa saya "memaksa" Ucok untuk ikut. Saya ingin kami berkumpul berempat di hari penting ini. Alhamdulillah ternyata Ucok malah bisa ikut sekalian kembali ke Cannes.

Kami melewati Katedral Alexander Nevsky yang cantik seperti kue berkrim. Setelah melalui beberapa kantor kedutaan, sampailah kami di Kohtuotsa.

Alhamdulillah tak terlalu rame. Kami bisa mengambil foto-foto di tempat yang berpemandangan indah itu. Setidakramenya tempat wisata, tetap sulit lah ya, membuat wefie tanpa "partisipasi" pengunjung lain!? Tapi kami tetap mengambil foto sebagai kenang-kenangan.

Dari sana kami menuruni bukit, menuju benteng Kiek in de Köki, mengikuti usul si Ucok. Kami melewati Katedral Alexander Nevsky dari sisi lain. Agak menurun, ada Kastil Toompea. Belok kiri, sampailah kami ke benteng-museum tujuan.

Kiek in de Kook tak menarik bagi saya sebagai museum. Namun sebagai benteng, ini adalah tempat yang sayang diewatkan. Kita bisa menyusuri ruang demi ruang, lantai demi lantai. Pemandangan ke keluar pun indah sekali. Dan yang paling berkesan untuk kami adalah ruang bawah tanahnya!

Terowongan panjang yang awalnya digunakan sebagai jalur jalan bawah tanah itu sempat dijadikan bunker pada masa perang dunia. Jalur masuknya bertangga menurun cukup curam. Dan licin. Memang, hujan turun di akhir kunjungan kami ke benteng, sebelum masuk ruang bawah tanah.

Kami berjalan lurus saja. Kebetulan hanya ada 2 turis sebelum kami yang kemudian tak kelihatan lagi. Sempat saat kami berdiam, suasana jadi mencekam. Keheningan bahkan membuat telinga kami sakit!

Lorong ini berujung di Vabaduse Valjak. Beberapa saat sesudah kami, terlihat seorang turis yang keluar sendirian dan kebingungan, tak tahu lokasi. Kami sendiri beruntung mengenali tempat yang tak jauh dari lokasi kedatangan kami di kota tua Tallinn.

Dari sana, kami memutuskan untuk kembali ke hotel. Sudah lelah dan anak-anak ingin ke kolam renang hotel yang tutup jam 9 malam.

Kami mengambil jalan melewati Teater Estonia yang sedang renovasi, lalu mampir ke mall Solaris. Butet melirik Miniso! Bukan, bukan mencari Moomin!

Kami manfaatkan sekalian untuk makan malam. Makan malam jam 6 sore ala Skandinavia. Namun kami sempatkan ke swalayan membeli mi cup. Siapa tahu lapar lagi. Dan memang kami memakannya sesudah anak-anak selesai berenang!

Kami mengakhiri hari lebih cepat. Rasanya sudah cukup memutari kota tua juga sih. Semua objek menarik sudah terlewati.

Besok?

Kita liat saja!


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Menengok Ketentuan Pemberian Nama Anak di Prancis

Perjalanan Bela Bangsa

Foto Kelas