Pergantian Jam Maret 2023

Puasa berapa jam?

Itu adalah pertanyaan klasik tiap Ramadan tiba. Jawaban saya selalu menarik. Kalau belasan tahun kemarin karena panjangnya waktu puasa yang lumayan itu, 2-3 tahun ini jadi menarik karena waktu puasanya kurang lebih sama dengan di Indonesia.

Puasa di bulan Maret-April memang masa-masa ekuinoks. Matahari beredar pas 12 jam di siang hari dan 12 jam di malam hari, saat tepat berada di atas khatulistiwa. Kami yang cukup jauh dari kutub utara--apalagi selatan--, ikut merasakan keseimbangan siang dan malam.

Hari pertama puasa kemarin, Subuh baru datang pukul 5.23. Enak sekali kan, jam 5 pagi masih bisa sahur! Magrib tiba pukul 18.50. Total waktu puasa hanya 13,5 jam-an saja. Mirip-mirip dengan di Indonesia kan!?


Kebetulan Minggu dini hari ini saatnya pergantian jam. Ditambahkannya Daily Saving Time, pewaktuan di Prancis mengikuti GMT+2. Jarak waktu dengan Indonesia jadi 5 jam saja.

Memang jam di komputer dan smartphone sudah langsung menyesuaikan pewaktuan jaringan internet. Namun tidak demikian dengan alarm, kan!?

Sepanjang Ramadan saya memang biasa mengeset dua macam alarm. Satu untuk imsak yang saya set lima menit sebelum Subuh, dan satu lagi untuk bangun sahur yang saya set satu jam sebelum imsak. Satu jam cukup untuk persiapan sahur yang hanya menghangatkan, makan, minum yang cukup, dan istirahat sejenak, mencerna sebelum subuh tiba.

Empat sahur ini memang saya lebih banyak menghangatkan saja. Hanya kemarin, saya memasak nasi goreng. Tidak sulit. Lalu tadi pagi mendadar telur. Praktis juga.  

Saat ini suhu udara masih cukup adem. Saya tak mau bilang dingin juga. Karena kemarin, sepulang dari Club Lecture, saya lihat suhu yang tercantum di termometer apotik sudah mencapai 27°C. Nyaman lah ya.

Dengan pergantian jam, hari ini Subuh baru datang jam 6.17. Tentu saja Magribnya ikut mundur; 19.54!

Memang semakin ke sana, Subuh akan semmakin maju dan Magribnya mundur. Hari terakhir Ramadan, Subuh kembali ke dekat hari pertama puasa. Jadi pergeseran majunya mencapai satu jam. Total waktu puasa menjadi 15 jam. Hanya 15 jam. Dan cuaca juga masih belum panas seperti saat puasa di bulan Juli yang terik dan sepanjang 17 jam dulu.

Menarik sekali melihat artikel yang saya dapatkan dari Al Jazeerah beberapa hari yang lalu. Ternyata masih perlu 11 tahun lagi untuk kembali ke siklus puasa seperti yang pertama kali saya alami di Prancis, pertengahan November 2000 yang lalu. Di mana saya sulit memercayai informasi suami yang mengatakan kalau Subuh jam 6 pagi dan Magrib jam 5 sore. Enak sekali puasa di musim gugur menjelang dingin. Sudah pendek, udaranya nyaman, pula!

Ucok di Swedia? Ternyata tak jauh beda. Magribnya bahkan lebih cepat satu jam! Namun Subuhnya juga lebih cepat ... kali ini dua jam! Si Sulung yang sedang menyelesaikan tugas akhirnya itu sudah tak perlu banyak ke kampus lagi. Puasanya insya Allah lebih nyaman.

Semoga semua lancar dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan kali ini. Dan berharap semoga terus tetap sehat, sehingga bisa merasakan siklus puasa 11 tahun lagi. Aamiin...

Btw, tadi saya sudah sempat panik kehilangan hari Minggu untuk setoran. Ternyata masih ada beberapa menit sebelum tengah malam WIB. Masih jetlag. Belum terbiasa dengan pergantian jam. Hihihihi...


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah