Ucok Kembali Merantau

Dan Ucok pun sudah kembali menginjakkan kakinya di tanah perantauannya di Pulau Gotland di Swedia sana. Dia berangkat sendirian mendahului. Tanggal 31 Juli nanti, dia akan mulai kuliah musim panas yang sudah direncanakannya.

Lho? Bukannya sudah lulus sarjana?

Memang! Kuliah ini tak ada kaitannya dengan tahap sarjananya. Tidak pula dengan tahap masternya. Kuliah terbuka saja. Dengan persyaratan bagi yang ingin mengikutinya, tentunya.

Penjadwalan Ucok ini adalah salah satu yang menyulitkan proses pembelian tiket mudik kami tahun ini. Niat memanfaatkan satu-satunya periode di mana Butet mulai libur sekolah awal Juni pun tak terlaksana. Ya. Karena hanya tahun ini Butet bisa libur cepat.

Tahun lalu dia brevet de college (ujian akhir tahun SMP) dan tahun depan dia baccalaureat (ujian akhir SMA) untuk bidang studi bahasa Prancis yang memang dicicil diadakan di kelas 2. Tahun depannya lagi? Masa baccalaureat yang sebenarnya, tentunya!

Namun memang bukan salah Ucok juga. Dia harus revisi tugas akhirnya. Dan dia menyelesaikannya dengan cukup cepat. Hanya seminggu setelah ujian skripsinya.

Hanya seminggu pula si Ucok pulang ke Prancis. Mengeluh panas dan berisik setiap hari. Dibandingkan Visby terpencilnya, Cannes jelas lebih ramai. Saya sudah ngeri memikirkan, bagaimana kalau di Indonesia.

Dan benar saja! Seminggu pertama di Solo bawaannya mengeluh saja. Kebetulan memasuki musim kemarau, suhu udara memang tinggi.

Ucok baru melunak di minggu kedua. Saat segala proyeknya juga tuntas. Dengan sukses, tentunya. Memang dia berlibur dengan membawa kerjaan. Dengan memesan tak mau diganggu di beberapa hari tertentu. Toh kami tak ada agenda juga.

Beberapa kali Ucok ke kafe di kota sendirian. Adanya Gojek memang membantu sekali untuk masalah transportasi. Mencari tempat untuk bekerja dengan lebih nyaman. Dengan wifi dan AC, tentunya!

Praktis selama di Solo, Ucok hanya berwisata ke Night Market Ngarsopuro. Sempat menginap semalam di rumah bibinya di Jogja, berjalan-jalan malam, serta mengunjungi Tebing Breksi bersama pamannya. Oh ya, di Solo sempat ke Museum Tumurun juga.

Di Bandung tak lama, Ucok sempat jalan-jalan dengan seorang kerabat yang seusia dengannya. Sepupu suami saya, yang artinya masuk hitungan bibinya Ucok. Alhamdulillah mereka nyambung-nyambung saja meski sudah lebih dari 5 tahun tak berjumpa.

Ucok sempat nonton film Barbie. Tadinya Butet mau ikut juga. Tapi mendadak batal karena sakit perutnya. Dan sesudah nonton, Ucok laporan bahwa kartu kreditnya kena blok karena lupa kodenya!!!

Masih optimis. Bloknya 48 jam. Berharap sudah ingat kodenya dan bisa dipakai kembali untuk pergi merantau.

Sayangnya, entah salah perhitungan waktu, entah apa, saat mencoba kembali—setelah melewati semalam di Bandung, perjalanan ke Puncak, semalam di Puncak, dan seharian di Puncak plus perjalanan ke Jakarta—, ATM menyatakan kalau belum waktunya. Dan ditelanlah kartunya!

Kami sudah menyiapkan alternatif memberikan kartu Butet ke Ucok. Dan itulah yang kami lakukan. Tak mungkin memberinya uang tunai. Tak hanya ada 3 mata uang yang berlaku selama perjalanan—rupiah di Jakarta, dirham di Doha, kronor di Swedia—, tapi juga tak mungkin memberinya cukup uang untuk bertahan hingga kartu barunya diterbitkan. Yang itu pun kami tak tahu tepatnya kapan.

Karena itulah saya belum bisa tenang sampai Ucok benar-benar sampai ke rumah perantauannya. Apalagi saat di Jakarta, Ucok mengeluh tak sehat. Sampai-sampai hadiah kami menonton tiket We The Fest 2023—yang diselenggarakan di pelataran GBK, hanya menyeberang dari hotel tempat kami menginap—untuknya berdua adiknya pun akhirnya harus diwakilkan ke papanya.

Alhamdulillah sampai saat ini lancar. Semoga segera mendapatkan kartu baru, agar lebih tenang, dan semua selalu lancar ke depannya. Termasuk kuliah musim panas dan studi masternya, tentunya! Aamiin.


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah