Kuliner Kilat 2024

Seminggu sudah berlalu sejak kami kembali ke Prancis. Dan tetiba saya kangen bakpia! Bakpia pathuk isi kacang hijau. Atau kumbu hitam. Nyam!

Nggak bawa?

Enggak! Kalaupun bawa, seminggu sudah lewat juga. Pasti sudah basi juga kan!?

Kami hanya membawa bakpia kukus. Ya, saya setuju: itu sih bukan bakpia! Tapi anak-anak suka. Si Ucok membawa dua kotak untuk dibagi dengan teman-temannya. Butet hanya satu kotak. Masih ada dua potong hari ini. Sudah kedaluarsa sejak 3 hari yang lalu. Masih enak juga, ternyata! Hahaha.  

Pada dasarnya, kami biasa sedikit membawa makanan jadi sepulang liburan ke Indonesia. Dulu-dulu kami rutin bawa abon Solo. Namun belakangan ternyata kami tak mengonsumsinya sebanyak sebelumnya. Kami lebih suka makanan segar. Saya lebih memilih memasak ketimbang makan abon kering.

Tahun ini saya tetap membeli abon, tapi lebih untuk oleh-oleh. Tak banyak. Hanya untuk dua teman saja. Dan saya hanya membeli satu bungkus (250 gram) untuk di rumah.

Saya tetap membeli kripik paru dan kering teri-kacang. Tak banyak juga. Sekedar persiapan awal-awal balik ke rantau kalau malas memasak. Satu untuk si Ucok dan dua bungkus untuk di rumah. Entah yang Ucok. Yang di Prancis masih utuh, belum dibuka.

Adanya Uber Eats memang membuat kami tak perlu makan minimalis lagi. Kalau malas memasak, tinggal buka aplikasi. Tak bisa setiap saat, tentunya. Selain harga yang mahal, menunya itu-itu saja. Membosankan. Tak seperti GoFood di Indonesia yang sangat beragam.

Awal sampai rumah kami sering menggunakan Uber Eats. Selain itu ada telur asin, bekal khas dari ibu saya. Meski sebagian besar remuk, alhamduliLlaah masih enak. Dari 6 (saya membawa 20) yang utuh, 3 dibawa Ucok. Dan ketiganya remuk dalam perjalanannya ke rantaunya!

Saat belanja makanan, Ucok meminta krupuk udang. Saya sudah lama meninggalkannya. Entah berapa bungkus krupuk mentah yang saya buang kemarin. Saya memang malas sekali menggoreng. Apalagi didorong keinginan mengurangi minyak karena hiperkolesterol.

Ucok juga membeli berbagai Indomie goreng dengan rasa-rasa yang saya sendiri belum pernah mencoba. Kalau Indomie rebus dan goreng biasa sih sudah banyak di Swedia, katanya. Tak perlu membawa. Saya sendiri tak beli. Butet hanya meminta 2 Indomie goreng cup yang sudah dimakannya satu untuk kudapan sore.

Tak lupa tentunya Ucok membawa bumbu instan. Lumayan membantu, katanya. Saya sih sudah jago masak. Eh? Hahaha. Bukaaan. Kami sudah biasa makan masakan Indonesia dengan bumbu minimalis ala saya. Kalau dikasih bumbu komplit, malah terasa aneh. Kecuali kalau makannya di Indonesia!

Banyak makanan yang tak sempat kami santap selama liburan singkat kami kemarin. Pengalaman kondisi perut sensitif tahun lalu, kami jadi jauh berhati-hati. Kami menghindar sedapat mungkin makanan pedas dan berlemak. Padahal itu khasnya masakan Indonesia kan ya!?

Kami baru berani makan nasi Padang lebih dari seminggu sesudah di Indonesia. Sudah makan sate Padang sejak baru sampai di Bandung sih. Yang itu artinya hari ke-4 kami di Indonesia. Sebelumnya, saat di Jakarta, kami makan masakan Indonesia juga kok. Begitu sampai, si Ucok langsung meminta rawon di restoran yang berada di mall yang tersambung dengan hotel.

Di Bandung, saya tak berani makan karedok. Batagor dan pepes ikan Majalaya tak kesampaian. Memang Nisa yang menemani mamah di rumah pintar memasak juga. Kami tak perlu sering-sering jajan. Cuma mosok bakpao saja hanya kami makan sekali? Itupun sehari sebelum meninggalkan Bandung. Padahal tahun lalu, bakpao boleh dibilang jadi menu sarapan kami.

Paling puas di Yogya, saat saya bisa makan gudeg di malam pertama. Beli dari Malioboro pula. Bukan gudeg terkenal. Enak juga!

Paginya, ternyata hotel menyediakan gudeg untuk sarapan. Yang tidak saya lewatkan meski porsi mini saja. Sudah melirik jenang-jenangan yang ngangenin.

Di Solo yang sebentar sekali, jelas saya tak puas. Kami hanya makan hidangan kambing sekali. Saya tak sempat makan bothok. Tumpang pun dibeli dengan mendadak dan sudah tak banyak isi tempe tumbuknya.

Selain sate buntel dan tongseng, anak-anak menargetkan ayam geprek dan korean barbeque di Solo. AlhamduliLlaah tercapai. Sayangnya kami tak sempat makan bebek peking. Namun akhirnya terkejar saat menginap lagi semalam di Jakarta sebelum kembali ke Prancis.

Tak menyesal saya memaksa memesan serabi Notosuman via GoFood, pagi sebelum berangkat ke Jakarta. Tak hanya Ucok yang bahagia, mamah mertua dan ipar yang datang mengantar ikut menikmatinya. Yang saya sesali adalah karena saya hanya makan satu!

Yah, konsekuensi liburan kilat. Empat kota, pula, kan!? Wajar tak sempat menjelajahi, tak banyak mengunjungi, tak puas mencicipi.

Botol air mineralnya pun personalized, lho! 🤭

Oh ya. Bakpia sendiri sempat saya makan dua kali. Pertama saat di hotel di Yogya, sebagai bagian dari kudapan selamat datang spesial bagi pelanggan istimewa. Hanya dihidangkan di satu kamar dari tiga yang kami pesan. Beruntung saya mendapatkannya. Lalu sekali lagi saat Paksu membeli oleh-oleh untuk ibu di Solo. Saya ikut mencomot sepotong! Hehehe.


Comments

Popular posts from this blog

Investasi untuk Anak

Blogger Curcoler? Yes!

Menyusun Tagihan