Diundang sebagai Jurnalis
Hari ini cerah. Akhirnyaaa. Setelah entah berapa minggu relatif mendung terus. Bahkan hujan. Bahkan banjir di banyak daerah sekitar.
Jumat lalu sempat dinyatakan vigilance orange lagi. Diprakirakan sampai Minggu pagi. Cannes aman. Hanya memang hujan cukup deras. Sabtu agak reda, sore mulai lagi sampai malam. Alhamdulillah tengah malam hujan reda. Kami perlu keluar jam 1 malam, mengantarkan Butet ke terminal bus untuk pergi berlibur bersama dua sahabat dekatnya di rumah kakek-nenek dari salah satunya.
Tapi itu ceritanya lain kali saja, kalau anaknya sudah pulang.
Kali ini saya mau menulis tentang pengalaman mengikuti konferensi pers Rabu 23 Oktober yang lalu. Hohooo. Merasakan jadi jurnalis, gitu, ceritanya.
Liputannya sendiri sudah tayang di Surat Dunia. Tulisan yang "resmi', tanpa dicampur opini pribadi. Nah, di sini saya mau curcol, menceritakan di balik layarnya.
Undangan dari Lǎoshī
Dimulai dari undangan yang datang dari guru kursus bahasa Cina suami saya. Beliau mengundang untuk menghadiri konferensi pers dan premier film Zap's Last Stand, "karena istrimu jurnalis". Waduh!
Lǎoshī ini adalah salah satu pembawa api Olimpiade pada estafet di Cannes yang sempat saya sebutkan di tulisan saya di Surat Dunia. Karena itulah beliau tahu bahwa saya jurnalis. Jurnalis rakyat sih, lebih tepatnya. Kontributor. Entah apakah beliau menyadarinya. Hahaha.
Kebetulan Rabu itu suami saya dinas di luar kota. Saya memintanya menanyakan, apakah saya boleh datang dengan mengajak Butet. Kebetulan film animasi adalah bidang yang sangat diminatinya. Dan katanya oke saja.
Sebenarnya dari tanggal 22-25 Butet ada pelatihan online. Jam 10-16. Kami sepakat untuk Butet minta izin keluar lebih cepat. Dan saya memberitahu Lǎoshī bahwa mungkin kami agak terlambat, mengingat lalu-lintas yang mungkin padat di masa MIPCOM begitu.
Lǎoshī mengatakan untuk santai saja. Acara diadakan di taman terbuka. Kami bisa datang kapan saja dan mengambil tempat di mana saja.
Ternyata, di hari-H, jadwal pelatihan Butet berubah. Bergeser 40 menit! Untuk saya, yang namanya terlambat itu maksimal 15 menit. Lebih dari itu sudah masuk ingkar janji! Eh? Hehehe. Sudah tidak profesional lah yaaa.
Sempat terpikir untuk membawa laptop dan membiarkan Butet pelatihan di lokasi acara. Namun sepertinya sulit. Pelatihan Butet adalah pelatihan menggambar. Belum tentu ada tempat untuk meletakkan buku gambar A3-nya dengan tenang.
Kami pun menyepakati untuk Butet menyusul saja. Saya berangkat duluan untuk mengejar konferensi pers, dan dia mengejar agar bisa ikut menyaksikan premier filmnya.
Persiapan
Membawa nama Surat Dunia membuat saya keder. Saya sempat banyak bertanya dan meminta masukan pada Teh Dini, pemilik sekaligus Pemimpin Redaksi Surat Dunia. Beliau menenangkan saya. Meminta saya untuk santai. Sekaligus membesarkan hati saya, dengan mengatakan bahwa saya memang jurnalis!
Saya juga mencari informasi mengenai film Zap's Last Stand, Jilin Animation Institute, dan Jilin sendiri. Tidak mudah. Mungkin karena kebanyakan informasi menggunakan bahasa Cina? Entahlah.
Untuk memperkaya, saya mencari film animasi Cina di Netflix. Saya menemukan dua film animasi 2D: No Doubt in Us dan God Troubles Me. Sayang sekali tak ada animasi 3D.
Saya membuat semacam kerangka tulisan sebagai catatan juga, informasi apa yang masih saya perlukan. Siapa tahu bisa didapatkan dalam acara, atau malah saya cukup percaya diri untuk menanyakan langsung ke nara sumbernya. Yang itu tidak saya rencanakan untuk lakukan. Saya berencana untuk jadi pengamat saja dulu. Hehehe.
Kursi Bernama
Saya tiba di lokasi acara jam 16 tepat. Rencana untuk datang agak lebih cepat gagal karena ternyata tak mudah mendapatkan tempat parkir. Siang itu cukup cerah. Sepertinya banyak orang ke pantai. Memang tempat parkir itu berada dekat pantai. Hanya perlu menyeberang terowongan jalur rel kereta api dan menyeberang jalan saja.
Sudah banyak yang hadir. Saya lihat banyak anak muda yang kemudian saya dapati ternyata mahasiswa ESRA. Acara penandatanganan kerja sama JAI dan ESRA baru saya ketahui di lokasi. Saya pikir, konferensi pers filmnya saja!
Lǎoshī dengan baiknya datang menyambut saya. Beliau menanyakan di mana anak saya, lalu membiarkan saya daftar ulang. Dalam daftar, tertulis nama saya disertai nama lembaga Surat Dunia. Panitia memberi satu amplop berisi kartu pos bergambar JAI dan dan poster film-film hasil produksi mereka, juga satu gantungan kunci tokoh film Zap's Last Stand.
Ada 5 baris tempat duduk yang kesemuanya berjarak, tidak berdempetan. Tiga yang pertama berisi kursi hitam bersandaran tangan. Sisanya kursi biasa dengan dudukan rotan. Saya mengambil tempat duduk paling belakang pinggir. Sengaja untuk mempermudah keluar-masuk mengambil foto dan kalau Butet datang. Dan saya pikir, yang depan untuk tamu undangan.
Namun Lǎoshī memanggil saya. Ternyata sudah ada kursi khusus untuk saya di baris kedua. Bertuliskan nama saya!
Acara Resmi
Dari formasi tempat duduk saja saya sudah merasa salah tingkah. Apa bisa, saya leluasa mengambil foto? Apa saya tidak mengganggu tetangga duduk? Atau bahkan yang berada di belakang saya?
Teh Dini sudah berpesan bahwa konferensi pers biasanya tidak formal. Sudah banyak jurnalis masa kini yang membuat reportase menggunakan ponsel saja. Meski demikian, saya mengikuti sarankan untuk tetap membawa DSLR. Siapa tahu. Namun ternyata kondisi tidak mendukung!
Acara berlangsung secara cukup resmi. Semua duduk rapi layaknya acara resmi yang saya kenal di Indonesia. Sepertinya saya sudah tidak terbiasa.
Saya tak tau ada berapa jurnalis di sana. Tak ada yang mengenakan badge. Padahal saya sudah siap. Lengkap dengan tote bag Surat Dunia juga!
Hanya terlihat satu fotografer yang sepertinya dari tim JAI. Atau ESRA? Lalu ada satu lagi dari BFM Nice dengan kamera besar dan tripodnya. Selain itu, tak saya lihat ada yang mencatat atau merekam.
Saya meneguhkan diri untuk mengambil foto dengan ponsel. Tak berani berdiri atau mencari-cari angle yang bagus. Sedapatnya saja. Terlihat dari hasilnya, kan!? Hihihi.
Di pertengahan rangkaian sambutan, ada wartawati yang datang. Dia langsung mengambil foto sana-sini. Saya sudah tak pede untuk berdiri dan mengikutinya. Baru mulai ikut maju saat penandatanganan perjanjian saja. Itupun karena dari posisi saya tertutupi dan saya tak mau mendesak ke tengah.
Jadwal yang Dipercepat
Butet baru datang saat acara resmi usai. Pas, saat buffet! Hahaha. Tapi memang acara resminya selesai lebih cepat dari jadwal. Panitia kemudian memutuskan memutar film lebih cepat dan di lokasi acara. Tidak di teater seperti yang direncanakan.
Kami sih senang-senang saja. Toh kami sudah di sana. Bahkan lebih enak karena bisa pulang lebih cepat, kan!? Tapi bagaimana dengan masyarakat umum yang sudah mengagendakan datang menonton jam 19 sesuai jadwal?
Benar saja. Banyak penonton yang datang menjelang jam 19. Saat film sudah diputar hampir setengah jam. Entah apakah mereka bisa mengikuti alur cerita.
Kuat di Gambar
Seperti reputasi film animasi Cina yang sudah dikenal luas, Zap's Last Stand memiliki teknik yang bagus. Animasinya halus, dalam artian pergerakannya lancar. Duh, maafkan, saya tak tahu istilah sinematiknya apa. Hehehe. Kehalusan gambar animasi ini juga saya rasakan pada No Doubt in Us yang sempat saya tonton beberapa episodenya sebelumnya.
Saya dan Butet menyukai ide ceritanya yang menarik; personifikasi aplikasi yang hidup di dalam sebuah CPU. Sayangnya, eksekusinya kurang untuk kami. Ada banyak detil yang kurang pas dengan kenyataan. Saya tak bisa mengungkapkannya di sini karena mengandung spoiler dan belum rilis final juga kan ya!?
Character design-nya juga kurang untuk kami. Hanya Pixie yang kami rasa sip. Yang lain tidak sesuai dengan selera kami. Atau mungkin karena kurangnya penggunaan lighting pada karakter-karakternya yang membuat kurang hidup?
Atau yah, mungkin itu selera kami saja. Hehehe.
Pers atau Tamu?
Kami keluar dari lokasi jam 8 malam, setelah berpamitan dan berterima kasih kepada Lǎoshī. Sudah gelap. Tempat parkir sudah mulai kosong dan tampak sepi.
Kami bertanya-tanya, mampukah Zap's Last Stand menembus pasar dunia? Apakah masih akan ada perubahan sebelum rilis finalnya? Kita tunggu saja.
Yang jelas, ini adalah sebuah pengalaman tersendiri mengikuti acara dalam status sebagai profesional jurnalistik. Seakan mengukuhkan status saya sebagai jurnalis, seperti yang diyakinkan Teh Dini. Meskipun di acara itu saya lebih merasa jadi tamu undangan spesial "saja". Hahaha.
Comments
Post a Comment