Menikmati Rutinitas dengan Syukur dan Kebermanfaatan

Rutinitas saya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga?

Bangun, Subuh, sarapan, antar anak sekolah, cek messenger dan email, beres-beres rumah, olah raga, makan siang, Zuhur, istirahat, Asar, masak, jemput anak, ngobrol sore, Magrib, makan, Isya, menemani anak mengerjakan PR, mandi, tidur.

Tentu, itu garis besar saja. Namun yang jelas, kalau ditanya soal pewaktuannya, saya tak bisa menjawabnya. Karena rutinitas saya tak diatur oleh jam. Ada kriteria pengaturan lain.

Aktivitas Anak dan Suami

Untuk saya, memasak dan beres-beres rumah bukanlah prioritas utama. Setrika? Wah, itu benar-benar sampingan jauuuh. Cucian kering cukup saya lipat atau gantung di hanger sebelum disimpan di lemari. Setrikanya on demand saja: kalau mau dikenakan, atau mau berlibur agar ringkas di koper!

Memasak bisa didelegasikan ke pesan antar atau membeli makanan jadi di swalayan yang praktis, tinggal dihangatkan di microwave. Beres-beres secukupnya, asal bersih saja. Dua kegiatan itu saya lakukan di sela prioritas utama: mendampingi anak dan suami.

Jangankan masak dan beres-beres, mau daftar kursus dan bahkan membuat janji temu dengan dokter pun harus menyesuaikan agenda anak dan suami.

Seminggu ini rutinitas disisihkan untuk menjadi asisten si Butet mencari objek gambar dan foto

Saat ini sih anak-anak saya sudah besar-besar. Tapi dulu, saat mereka masih kecil, aktivitas saya berputar ke antar-jemput sekolah dan menemani mereka berkegiatan. Aktivitas lain harus menunggu, dilakukan di luar itu. Kalau sekarang, sudah berkurang sekali waktu mendampingi mereka secara fisik. Dan jadi kangen. Heu ...

Sekarang, gantian mendampingi anaknya mertua! Hahaha. Kebetulan Paksu lebih banyak WFH sejak pandemi. Jam makan siang saya, misalnya, menyesuaikan jam kerja suami. Kadang agak lambat, hampir nggak pernah lebih cepat. Kalau meeting-nya sepertinya berkepanjangan, saya suka makan duluan sih! Hihihihi.

Waktu Salat

Kalau ada pewaktuan yang mengatur rutinitas saya, itu bukan batasan 24 jam, tapi lima waktu salat wajib. Hooo. Bukan karena saya selalu langsung salat begitu azan, ya! Masih jauuuh. Hiks, astaghfirullaah.

Waktu salat yang saya maksudkan ini berkaitan dengan pewaktuannya yang cukup bervariasi di belahan bumi bagian utara. Sejalan dengan durasi hari, waktu salat pun ikut berubah mengikuti. 

Jadwal salat 15 Februari untuk Cannes (Screenshot: aplikasi Mawaqit)

Contoh nyata di musim dingin seperti saat ini. Subuh baru menjelang jam 6.30-an. Bahkan sempat nyaris jam 7. Kalau sudah begini, persiapan sarapan harus digeser sebelum Subuh. Makannya pun terkadang jadi serasa sahur, kalau tak mau terlambat mengejar jadwal sekolah yang tetap mulai jam 8, tak tergantung musim.

Waktu makan malam pun begitu. Di musim dingin, makan malam bergeser ke sesudah Isya. Di musim panas yang Magribnya baru datang jam setengah 10 malam, kami tak menunggu sesudahnya untuk makan. Bisa kemalaman. Kecuali kalau sedang Ramadan, tentunya!

Me Time

Saya rasa semua sudah sepakat bahwa mengambil waktu untuk diri sendiri itu penting.

Me time yang rutin saya lakukan adalah istirahat sesudah jam makan siang. Saya biasa memanfaatkannya untuk membaca, menonton serial atau film di platform streaming, atau tidur! Saya juga mengalokasikan waktu untuk mengikuti pertemuan Club Lecture yang hanya satu Sabtu siang per bulan, pengajian tiap Rabu pagi, dan ini tahun ketiga saya mengikut kursus Bahasa Jepang tiap Kamis malam. Tolong, jangan ajak saya ngobrol pake bahasa Jepang ya! Hahaha.

Menunggu teman yang belum datang janjian sarapan

Di luar itu, saya juga memprioritaskan me time tak rutin di atas masak dan beberes: ketemuan dengan teman meski cuma via webinar atau telepon, jalan-jalan santai meski mungkin sambil belanja keperluan sehari-hari, ... Ganti suasana lah, agar tak burn out oleh rutinitas.

Menulis? Terus terang saya tak mengalokasikan waktu tertentu. Saya menulis kapan saja. Sesempatnya. Sambil menunggu membalik ayam di penggorengan juga bisa! Kan inspirasi bisa datang kapan saja tuh! Ciyeee. Hahaha. Tapi biasanya saya menyempatkan menulis barang sejenak sesudah cek medsos dan waktu istirahat, juga sambil menemani anak-anak mengerjakan tugas mereka.

Family Time

Ada me time, ada family time juga dong! 

Dalam rutinitas, waktu keluarga kami adalah saat di meja makan. Terutama makan malam. Sambil makan, kami berbincang tentang kegiatan kami sampai diskusi politik. Atau ngegosipin si Ucok yang jauh di perantauan! Hahaha.

Di luar rutin, kami biasa menonton film bersama, makan di restoran, ... Liburan? Tak bisa sering-sering. Tapi kami usahakan ada lah, setahun sekali ke luar kota. Meski tak jelas berapa lama dan kapan. Toh di Prancis ada libur sekolah di setiap musim!

Untuk apa jauh-jauh liburan kalau pantai objek wisata hanya 2 km dari rumah?

Mungkin ada yang memperhatikan daftar rutinitas saya ada "ngobrol sore"? Itu adalah privilese saya dengan anak-anak sepulang sekolah, sebelum Paksu selesai bekerja. Karena itu saya berusaha menyelesaikan persiapan makan malam sebelum mereka sampai rumah. Tapi sering juga saya mendengarkan cerita mereka sambil memasak, sih.

Berbincang detil mengenai runutan kegiatan mereka sepanjang hari di sekolah, membangun ikatan dengan anak-anak. Dengan harapan, semoga komunikasi yang baik itu selalu terjaga ke depannya. Karena pada dasarnya, family time merupakan aspek me time tersendiri untuk saya.

Syukur dan Kebermanfaatan

Dilihat-lihat, rutinitas saya ternyata nggak rutin-rutin banget, ya!? 

Tak dipungkiri, masih ada yang bertanya: apa nggak bosen, nggak kerja? Atau: gimana caranya biar nggak bosen, berkutat dengan rutinitas ibu rumah tangga? Sementara di luar sana, mereka yang bekerja pun ada saja yang mengeluhkan tekanan akibat rutinitas.

Kalau dipikir-pikir, sepertinya bosen-enggaknya apapun, tergantung dari sudut pandang kita. Saya sendiri pun pernah merasakan kebosanan. Pernah merasa terjebak dalam rutinitas. Terutama di awal-awal menjadi ibu rumah tangga. 

Ya. Di awal. Saat saya belum menemukan cara menikmatinya. Saya pernah merasa bagai satelit. Satelit yang mengelilingi anak-anak dan suami. Tak bisa jauh-jauh dari mereka.

Makin ke sini, saya makin menikmati. Awalnya dengan usaha. Sambil mencari cara agar bisa menikmati. Perlahan sampai akhirnya bisa merasakan bahwa memiliki rutinitas itu merupakan kenikmatan tersendiri.

Memang syukur adalah kunci utama. Dan belum lama ini, saya menemukan kunci kedua: perasaan kebermanfaatan. 

Partisipasi aktif di penyusunan dua e-book MGN 2024

Meyakini bahwa keberadaan saya sebagai ibu rumah tangga itu memberi manfaat untuk suami dan anak, sungguh membesarkan hati. Menyadari bahwa kondisi rumah tak akan seperti ini—positif maupun negatifnya (heu), jika bukan karena saya. Perasaan kebermanfaatan membuat rutinitas makin bermakna. 

Ah, gitu doang? Ayo coba perluas manfaat kita. 

Ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi yang kita ikuti, menjadi pengurus komunitas, ... ada banyak jalan! Membantu tetangga menjaga anaknya atau mendengarkan curhat teman pun bermanfaat kan!? Atau kenapa tidak berbagi tip dan pengalaman dalam tulisan!?

Mungkin masih ada kunci ketiga, keempat, kelima, ... yang akan saya temukan, yang bisa membuat saya makin menikmati rutinitas sebagai ibu rumah tangga. Menikmati perjalanan hidup. 

Kalau Anda sudah menemukannya, bagi-bagi di kolom komentar, ya!

Dan ya: rumah saya standarnya berantakaaan! Sssttt. Hahaha.


---

Tulisan ini diikutkan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Februari 2025 dengan tema Kebiasaan atau Rutinitas dengan host Mamah Jade.




Comments

  1. Uda semestinya yang namanya rutinitas itu menjadi aktivitas yang membosankan yaa..
    Tapi dengan ketidakterikatan waktu dan kegiatan, pastinya tetap menyenangkan dan menjadi topik hangat karena mama selalu ada di tengah-tengah keluarga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yakin faktor u mempengaruhi, tapi: nikmati saja rutinitas kita, mumpung masih punya rutinitas! 🤗

      Delete
  2. Relate banget! Aku juga jadiin jam solat buat standar rutinitas. Pas musim panas, tidurnya bisa malem banget wkwk, apalagi jadi sering keluar rumah, mumpung cuacanya enak 😄

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selain cuaca enak, waktu luang juga buat jalan2. Nggak perlu ngejar2 waktu salat 😉👍

      Delete
  3. Sepertinya tanpa sadar saya juga terpengaruh waktu solat dalam kegiatan sehari-hari.
    Saya juga IRT. Pesan dari suami untuk prioritaskan anak-anak. Apalagi si kk baru mulai HS di tahun ini. Jadi relate teh kalau beberes dan masak bukan agenda utama.

    Setuju banget! Saya suka merasa tidak enak ke orang tua. Disekolahkan ke kampus gajah kok IRT doang. Tapi saya menetapkan diri mengambil peran khususnya di keluarga. Semua orang sibuk. Tapi kalau lagi ada yang butuh teman nongkrong. Atau teman jalan atau sekedar ikut meramaikan sebuah acara. Saya yang akan diajak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saat anak2 masih kecil banget, peran sebagai mamah gajah mungkin belum terlalu terasa. Seiring anak besar, insya Allah makin terasa bedanya. Apalagi kl HS tuh. Bismillah. Yakin bahwa segala aktivitas dan pilihan kita akan membawa manfaat 🤗

      Delete
  4. Wah samaan, rutinitas berdasarkan jam sholat. Cuma kalau aku, kalau sholatnya telat, ya jadi kacau semua. Dan seringnya ya begitu. Btw, senengnya punya pantai 2km saja dari rumah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enaknya di Indonesia tu ada azan teh. Ada yg ngingetin. Variasi waktu sholatnya pun hanya hitungan menit. Kl di sini waktu Magrib di musim dingin bisa jadi waktu Asar di musim panas. Suka gagap kl pas pergantian jam. Dan memang bener: telat sholat bikin kacau semua 🫣 Padahal itu pun masih mending ketimbang yg lebih utara sana sih ya. Hehehe. Ayo main sini teh! 🤗

      Delete
  5. Haha, dulu waktu aku baru mulai punya bayi-bayi dan memulai petualangan sebagai IRT, rasanya memang menderita banget karena biasanya sibuk dan 'berguna'. Trus tiba-tiba urusannya cuma di rumah doang. Pak Suami juga udah ngingetin untuk liat betapa berharganya waktu bisa ada di rumah sama anak-anak, tapi namanya juga orang udah lagi bete dan nyolot, bukannya ikut nasehatnya dan bersyukur, tapi bawaannya bete aja terus 😅

    Sekarang sih udah bisa liat nikmatnya, tapi memang bersyukur itu lah yang harusnya gampang tapi toh lebih gampang ngeluh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita, heu, aku ... aku masih sering lebih fokus sama aspek yg ga menyenangkan. Sampe2 melupakan bahwa ada banyak nikmat di balik itu. Astaghfirullah. Yuk, ah, semangaaatttt 🔥🤗

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Menengok Ketentuan Pemberian Nama Anak di Prancis

Perjalanan Bela Bangsa

Blogger Curcoler? Yes!