Makan Siang Sendiri Lagi

Selasa kemarin, saya makan siang sendiri. Setelah lebih dari setahun tak begitu, rasanya aneh juga...

Sejak pandemi, suami yang kerja dari rumah, membuat saya tak pernah makan sendiri meski Butet sekolah, dan Ucok sudah merantau... Memang sih, meski suami di rumah, kadang saya makan sendiri juga. Saat suami kelamaan meeting dan saya sudah kelaparan, misalnya. Tapi tetap ada minimal dua piring yang saya sajikan di atas meja...

Justru malah suami yang beberapa kali makan sendiri di rumah, saat Butet sekolah dan saya makan siang di rumah teman. Ya, sekali-kali lah... Apalagi sejak suami kerja di rumah, praktis saya tak bisa menjamu teman-teman kan!?...

Jelas, sebelum pergi saya siapkan dulu makan siangnya. Bahkan sering saya baru berangkat sesudah menyajikannya di atas meja!...

Beberapa kali suami keluar makan dengan teman-temannya juga kok. Tapi karena keluarnya hanya bisa mengambil waktu di luar jam kerja, praktis hanya di akhir pekan saja. Yang artinya ya Butet ada di rumah. Alias saya tak makan sendiri!...

Selasa siang saya makan sendiri saja. Butet sekolah, dan suami tak ada di rumah. Business trip, dia. Akhirnyaaa...

Setelah setahun lebih mengantor di ruang tamu dan kemudian di kamar, akhirnya dia bisa merasakan ngantor betulan. Mungkin bukan di kubikel dengan meja pribadi. Mungkin "hanya" berbagi meja besar di ruangan meeting. Tapi minimal kembali merasakan suasana kerja yang "sesungguhnya". Dengan tetap bermasker tentunya...

Keberangkatannya Senin malam cukup mendebarkan. Dengan vigilance orange (siaga 2) meteorologi diakibatkan hujan deras berpetir, ada rasa khawatir penerbangan akan dibatalkan. Atau terlambat. Atau didaratkan di kota lain. Yang tentunya akan merepotkan...

Senin bahkan prefecture memutuskan untuk menutup sekolah-sekolah mulai jam 12 siang. Saya menerima SMS dari sekolah Butet mengenai hal itu. Lalu Butet sendiri yang mengirim SMS dengan nada heran bernada canda bagaimana anak2-anak dievakuasi dengan alasan cuaca buruk, tapi di bawah matahari cerah!...

Memang saat kami berangkat pagi, langit terlihat mendung. Tapi tidak ada hujan. Gerimis pun. Agak siang, langit malah berangsur terang...

Meteofrance sendiri sudah menetapkan vigilance jaune di daerah kami sejak minggu. Pagi, kami lihat vigilance dinaikkan ke orange. Memang daerah Bouche du Rhones sudah dinyatakan vigilance rouge. Sepertinya kondisi benar-benar buruk dan dikhawatirkan akan merambat ke Alpes Maritimes...

Memang kalau dilihat dari cuaca lokal di pesisir pantai, sepertinya tak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun sepertinya pemerintah memilih waspada karena pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Sudah beberapa tahun belakangan memang awal Oktober kami cukup menegangkan. Apalagi akibat badai Alex yang baru setahun yang lalu, yang berakibat fatal di daerah pegunungan, yang belum tuntas pengembalian kondisinya ke normal, bahkan sampai sekarang!...

Dan Butet pun pulang saat jam makan siang. Dan saya terbirit-birit menggoreng kornet karena sisa ayam kecap malam sebelumnya jelas tak akan cukup untuk dibagi lagi ke porsi remaja dalam masa pertumbuhannya itu...

Dan awan mulai datang saat kami makan siang. Hujan mulai datang. Mulai deras jam 3 sore, tepat seperti yang diramalkan. Untungnya, saat suami harus berangkat ke halte bus untuk ke airport, hujan sedang mereda...

Hujan makin deras dan mulai berpetir saat saya sedang rapat pengajar BIPA. Sempat takut dengan kestabilan koneksi internet karena lampu pun terlihat berkedip beberapa kali. Tapi alhamduliLlaah lancar. Rapat singkat, padat, dan selesai cepat...

Usai rapat, saya sempat bertukar pesan dengan rekan pengajar di whatsapp sebelum tiba-tiba macet. Pesan saya terlihat tak juga terkirim. Wah, cuaca nih. Begitu pikir saya... Saat tanya ke Butet, dia bilang juga terputus instagramnya...

Saya coba restart decoder, tapi tak ada hasil. Baiklah. Sepertinya masalah datang dari provider. Kita tunggu saja. Mungkin kalau cuaca lebih stabil, koneksi akan balik sendiri. Lagipula Butet sedang mengerjakan tugas. Saya mau membaca saja di iPusnas yang meskipun digital, sudah terdownload dan tak perlu koneksi...

Bukannya buka buku, saya malah iseng saya buka netflix. Melanjutkan drakor. Niatnya tak akan lama. Sekalian biar berhenti karena tak ada lagi buffer...

Beberapa waktu kemudian, saya merasa aneh. Kok panjang amat? Sudah kembali baikkah, internet? Tapi whatsapp belum terkirim juga. Beberapa pesan saya hapus saja. Batalkan. Karena tak tahu apakah sudah ada pesan lain sebelum nantinya pesan saya terkirimkan...

Tiba-tiba ada pesan masuk. Hangout dari suami. Memang kami berempat biasa menggunakan hangout, sebagai messenger. Semacam tempat spesial. Biarkan whatsapp untuk yang lain saja...

Melihat hangout lancar, saya jadi cek web. Ternyata jalan semua! Kecuali grup Facebook; Facebook, whatsapp, instagram, ... Entah skype. Saya tak mencoba. Dan saya tak punya messenger facebook...

Selain itu semua lancar. Termasuk saat saya googling mencari informasi. Dan dari situlah saya mendapatkan konfirmasi bahwa memang hanya grup Facebook yang bermasalah. Pantas saja Netflix lancar-lancar!...

Suami saya mengabarkan bahwa semua lancar meski bandara penuh orang. Beberapa penerbangan lambat. Tapi hanya satu yang dibatalkan. Dan menjelang saatnya pesawat yang ditumpangi suami dijadwalkan tinggal landas, sambaran-sambaran petir berakhir. Hujan juga tak deras lagi. Bagaimanapun juga, itu menenangkan...

Tapi grup Facebook belum kembali juga. Tak apa. Toh sudah waktunya tidur juga...

Esoknya, saya lihat pesan teman menjelang tengah malam. Pesan yang saya yakin dikirimnya sekitar jam 6 sore. Karena dia memerlukan sebuah informasi untuk setengah tujuh malam...

Di situ, saya informasikan lagi nomor telepon Prancis saya (saya menggunakan nomor Simpati Indonesia untuk whatsapp). Siapa tahu perlu, kita bisa kembali berkomunikasi menggunakan SMS klasik yang ternyata masih bisa dijadikan andalan... 😉

Kembali soal makan siang...

Setelah setahun lebih makan siang dengan layak, kemarin saya makan siang asal makan. Tak jelas apa menunya. Apa lauk dan sayurannya. Kembali seperti saat-saat di masa suami ngantor dan anak-anak sekolah dulu. Meski kali ini termasuk spesial karena ada tempe gorengnya. Dimakan dengan nasi panas dan sambal korek a la saya--hanya cabe dan bawang putih saja, yang digoreng dulu kemudian disiram minyak panas dan diberi sedikit garam--, sungguh melipur lara atas kesendirian saya... 😋


Comments

Popular posts from this blog

Berbagai Hidangan Kambing Khas Solo

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi