Nostalgia Sahabat-sahabat Pena

Sejak tinggal di Prancis, ada kebiasaan baru yang sederhana, yang boleh dibilang saya lakukan setiap harinya, yang amat sangat jarang saya lakukan di Indonesia sebelumnya : mengecek kotak surat!

Di Prancis, hampir setiap hari kami menerima surat. Tagihan pajak, tagihan listrik, tagihan air, dan tanda terima dari masing-masingnya. Surat pemberitahuan dari mairie, detil jaminan sosial, jumlah asuransi pensiun, ... atau sekedar iklan saja...

Baru belakangan banyak diadakan pengurangan surat-menyurat. Slip gaji sudah didigitalkan, rekening bank pun bisa diakses online saja. Ya! Soal bank online memang di Prancis cukup ketinggalan. Tapi itu cerita lain lagi...

Pak Pos di Prancis bekerja setiap hari. Di gedung apartemen kami facteur, begitu orang Prancis menyebut tukang pos, datang sekitar jam 2 siang memasukkan surat-surat ke kotaknya. Mengebel hanya jika ada surat atau paket tercatat saja...

Di Indonesia, belum tentu seminggu sekali pak pos datang ke rumah. Tapi ada masanya, di mana saya menunggu-nunggu kehadirannya. Saat saya memiliki sahabat pena...

Sahabat Pena Masa Kecil

Masa kecil saya dulu berpindah-pindah mengikuti tempat dinas bapak. Saat periode  kepindahan di usia saya 10 tahun, saya mulai berkirim surat dengan sahabat-sahabat yang saya tinggalkan...

Di sinilah saya mulai juga membeli dan mengoleksi kertas-kertas surat yang cantik dan wangi, bereksperimen dengan cara melipat kertas, tertarik dengan informasi makna menempel perangko; lurus, miring, atau terbalik...

Dalam satu bulan, sekitar dua kali saya menulis surat ke masing-masing sahabat-sahabat saya. Saat itu ada 4 orang yang aktif mengirim kabar ke saya. Memperhitungkan sekitar seminggu terkirim, lalu seminggu lagi membalas...

Lambat laut, frekuensi surat berkurang. Sampai saat kami masuk SMP. Lalu sepertinya berhenti saat saya pindah rumah lagi. Entah karena saya lupa menginformasikan alamat baru, entah karena ada surat yang dikirim ke alamat lama tapi tak disampaikan ke saya... 

Asal tahu saja, saya hanya berpindah ke rumah yang berlokasi tepat di belakang rumah dinas bapak sebelumnya. Dan para karyawan masih cukup menghormati bapak untuk sekedar menyampaikan surat yang tersasar...

Sahabat Pena dari Majalah

Suatu waktu, saya mengirim surat pembaca ke sebuah majalah remaja nasional. Saya tak menyangka akan dimuat. Dan yang lebih tak saya sangka lagi adalah efek sampingnya; berdatangannya surat dari pembaca lain!

Tak banyak, seingat saya. Tiga atau empat saja. Ada yang saya jawab, ada yang tidak. Dan itu pun tak berlangsung lama. Entah saya lupa siapa yang lebih dulu berhenti berkabar...

Tapi saya jadi tersadar betapa ternyata memang ada saja yang mencari sahabat pena sebegitunya ya? 

Sahabat Pena dari Luar Negeri

Saat SMA, saya mengikuti kursus bahasa Inggris di LIA Solo. Suatu waktu, ada kunjungan kesenian dari Vermont Kanada. Kelas kami diminta menjadi penyambut dan pemandunya...

Saya tak begitu ingat siapa dan berapa usia para bule yang datang waktu itu. Karena anehnya, saya justru menjalin kontak dengan pembimbing mereka!...

Saya ingat duduk santai di lantai pendapa Sriwedari dan mengobrol dengan ibu tua itu. Kami bertukar alamat. Saya mengirim surat padanya. Kemudian dia mengenalkan saya dengan cucunya yang seumuran dengan saya. Dan saya bersuratan dengan keduanya hingga kuliah. Bahkan masih, saat saya berpindah tempat kos...

Saya ingat ada surat yang belum sempat saya balas di masa-masa saya kehilangan bapak. Pikiran yang kalut semrawut membuat saya tak sempat memikirkannya. Dan saat saya teringat kembali, suratnya sudah entah terselip di mana...

Nostalgia

Putus bersuratan, putus juga kontak saya dengan para sahabat SD saya. Di tahun 90-an, telepon rumah pun belum tersebar merata. Apalagi internet...

Saat mulai ada friendster, langsung saya cari sahabat-sahabat SD saya itu. Dan ternyata, mereka juga mencari saya! Sayangnya, hanya 2 dari 4 yang saya temukan. Dan kami menjaga kontak sampai sekarang...

Saya juga mencoba mencari Shannon Hammond yang berdomisili di Vermont, Kanada. Saya menemukan ada banyak! Tapi saya tak cukup keberanian mengontak mereka satu per satu... 

Dan harapan saya menyurut seiring waktu untuk mencari Rita Hammond, sang nenek, yang waktu bertemu saya 25 tahun yang lalu saja sudah cukup lanjut usianya...

Tapi saya juga punya sahabat-sahabat baru. Yang dengan adanya internet dan media sosial, lebih mudah menjaga kontaknya. Meski mungkin tak seromantis warna-warni kertas pastel nan wangi seperti dulu, juga masa-masa menanti datangnya Pak Pos pembawa kabar nan ditunggu-tunggu... 😉




Comments

Popular posts from this blog

Berbagai Hidangan Kambing Khas Solo

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi