Buku-buku Liburan Musim Panas 2023 Kami

Hari ini cerah. Syukurlah. Butet dan teman-temannya sudah janjian untuk ke Pulau Saint Marguerite, pulau dekat Cannes yang bisa diraih dengan perjalanan 15 menit menyeberangi Laut Tengah.

Saya? Di rumah saja. Kebetulan kena pilek setelah kemarin tidur siang dengan jendela terbuka lebar. Tanpa sadar hujan turun—mungkin itu yang membuat lebih nyenyak juga. Suhu drop 10°C. Sepertunya kedinginan. Tak terasa.

Banyak-banyak selonjoran di sela pekerjaan rumah yang cukup saya abaikan—kesehatan yang utama, kan!?—saya menghabiskan waktu di depan laptop. Menulis ... dan Netflix. Kebetulan lagi nggak ada bacaan.

Yakiiin?

Buku yang mengulik kematian Pangeran Kecil ini memang lebih enak dibaca didampingi buku aslinya, yang tidak saya bawa liburan

Heu ... ada siiih. Masih ada Code 612-nya Michel Bussi yang saya jadikan bekal liburan kemarin dan cukup saya abaikan. Jadi teringat L'Anomalie-nya Hervé Le Tellier, bekal liburan tahun lalu yang belum saya lanjutkan membacanya. Lalu buku-buku karya kerabat-kerabat yang saya bawa dari musim panas 2022 juga masih ada yang belum saya sentuh.

Buku yang dibawa tahun ini malah sudah selesai semua. Ya memang hanya empat. Yang dibeli pertama pun, Kapan Nanti, sudah selesai sejak masih di Indonesia. Saga dari Samudra mulai dibaca di Bandung dan diselesaikan di Prancis. Clover sedang dalam proses penulisan reviunya.

Empat buku oleh-oleh liburan tahun ini

Indonesia Kami baru saya baca bagian tulisan pemberinya, mbak Isti yang juga sesama tim Klub Buku KLIP. Buku non fiksi yang mereportase keunikan berbagai kota di Indonesia dengan gaya bercerita itu bakal saya baca pelan-pelan saja, sesuai ketertarikan pada bagian-bagiannya.

Masih ada In the Middle of Everything. Tapi itu statusnya beli buat Butet. Jarang-jarang menemukan buku berbahasa Inggris, karya asli penulis Indonesia. Anaknya sedang tertarik pada puisi dan prosa, pula!

Dan saya sudah belanja buku sejak kembali ke rantau. Hanya dua sih. Itupun sebenarnya biar nggak beli daring cuma satu. Sayang karton pembungkusnya! Plus mengurangi emisi CO2 juga dalam proses transportasinya, semoga ya.

Yang saya beli utamanya adalah Detective Conan jilid 102. Baru terbit di Prancis 19 Agustus yang lalu. Sekalian saja saya beli Le Chat qui Voulait Sauver les Livres karya Sosuke Natsukawa, yang sudah pengin saya beli begitu rilis di Indonesia saat liburan kemarin.

Hasil belanja buku pertama sesudah liburan

Sampul novel dengan judul Indonesia Kucing Penyelamat Buku yang warna-warni itu sangat menarik saya. Tapi tak saya beli. Butet ingin baca juga. Tidak dalam bahasa Indonesia, tentunya. Karenanya, saya menunggu saat sudah kembali ke Prancis. Dan memang begitu sampai, bukunya langsung dibajak. Saya harus bersabar menunggu giliran baca!

Padahal Butet sudah mendahului belanja buku sebelumnya. Kami memesan sejak masih di Solo. Paket bukunya sengaja dijadwalkan sampai sehari sesudah kami pulang. Bukan buku fiksi, memang. Buku yang ingin dipelajarinya dalam rangka mendukung cita-citanya menjadi animator dan/atau arsitek. Aamiin.

Di Indonesia sendiri, Butet lumayan juga belanja bukunya. Baru transit di CGK, belum sampai Solo, dia sudah belanja The Dragon's Promise. Versi paperback buku sekuel dari Six Crimson Cranes—yang dibelinya tahun lalu di Periplus Terminal 3 CGK juga!—ini baru terbit tanggal 27 Juni. Beruntung sekali Butet bisa menemukannya hanya sehari sesudahnya, kan!? Karenanya, saking niatnya, anak sudah gede yang amat sangat pemalu itu bersedia memberanikan membelinya sendiri dengan dibekali uang tunai. Saya dan abangnya menunggu di kursi tak jauh dari kiosnya sih.

Belanjaan buku Butet di Indonesia

Di Solo, bersamaan dengan bukunya Lala Bohang, Butet membeli Pride and Prejudice, kepengin abangnya yang membeli Dracula. Buku-buku klasik versi cetakan Gramedia itu sampulnya cantik. Ukuran serta jarak antar baris teksnya jelas lebih nyaman dibaca ketimbang edisi Pinguin Books, satu-satunya versi buku klasik fisik yang biasa ditemukan di Prancis. 

Sudah ada tiga buku yang masuk wishlist saya untuk dibeli September nanti. Semoga kesampaian dan tidak ditenggelamkan oleh anggaran tahun ajaran baru, yang tentu saja makin berat akibat dampak pengeluaran liburan yang baru saja berlalu.


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah