Persami Menghadirkan Nostalgia

Saking paniknya dikejar waktu, saya sampai tak ingat kalau kemarin 17 Agustus. Saya lupa kalau sudah berniat untuk menulis tentang ... kemah Pramuka! Lho??? Hahahaha.

Ceritanya, Sabtu dan Minggu tanggal 12 dan 13 Agustus kemarin, dua hari terakhir saya di Kartasura, diadakan Perkemahan Sabtu-Minggu (Persami) di lapangan depan rumah.

Lapangan Depan Rumah

Rumah Kartasura, tempat pulang kampung saya, terletak di depan lapangan desa. Saat saya SD, di lapangan itulah pelajaran olah raga diadakan. Di sana juga diselenggarakan salat Idulfitri dan Iduladha kalau tidak habis hujan. Kalau hujan? Salat Id diadakan di pekarangan gudang Bulog yang beraspal.

Di lapangan itu pula diadakan pertandingan sepak bola antar desa. Bahkan antar kecamatan, karena desa kami merupakan ibukota kecamatan. Upacara besar 17 Agustus kadang diadakan di sana. Perkemahan Pramuka juga, tentunya!

Sudah lama lapangan depan rumah itu terlihat terlantar. Semak-semak memenuhinya. Tanahnya pun tak rata dengan hewan-hewan yang menghuni di bawahnya. Saya tak ingat sejak kapan. Yang jelas, saya menemukan arsip foto tahun 2014 saat membawa Butet turun ke lapangan untuk bermain dengan Putri Malu yang berterbaran di sana. Senang sekali dia menggoda daun-daun yang kalau tersenggol sedikit langsung menutup diri itu. 

Saat itu, bagian tengah lapangan masih sering digunakan penduduk sekitar untuk bermain sepak bola. Siswa-siswi SD saya pun masih berolah raga di sana. Makin ke sini, makin jarang terlihat orang-orang yang menggunakan lapangan itu. Mereka yang ingin beajar bersepeda motor mengurungkan niatnya karena medan yang tak rata. Hanya ada kambing yang setia merumput di sana.

Saking tak terurusnya lapangan, sempat ada gosip bahwa tanah desa itu akan dijual. Setengah bercanda, adik saya mengatakan kalau lapangan memang mau dijual, dia akan membeli kaveling yang terletak tepat di depan rumah. Yang saya komentari, ya, siap-siap nabung saja!

Kembali Ramai

Saat liburan akhir Juni lalu, ternyata salat Iduladha versi penanggalan Muhammadiyah diadakan di lapangan depan rumah! Bagian memanjang dekat jalan, tepat di seberang rumah memang tampak dibersihkan. DI sanalah salat Id diadakan. Untuk informasi, salat Iduladha versi penanggalan pemerintah diadakan di halaman balai desa.

Beberapa hari sesudah kami di Kartasura, terlihat kesibukan pembersihan lapangan! Dan itu berlangsung berhari-hari. Orang tua dan adik saya tak tahu apa yang terjadi. Persiapan 17-an kah? Gosip yang beredar, kabarnya akan diadakan pasar malam. Pesta kuliner. Entah kenapa tak ada yang mencari tahu informasi sebenarnya. Saya sendiri? Sudah dijadwalkan meninggalkan Indonesia pada saat gosip pesta kuliner akan diadakan.

Saat kembali ke Kartasura setelah ke Bandung (dan Puncak, Jakarta, kemudian Yogyakarta) selama hampir sebulan, pembersihan lapangan terlihat masih intensif. Saya tiba Rabu malam. Jumat pagi baru ada berita jelas bahwa lapangan akan digunakan untuk Persami untuk para Penggalang di Gugus Depan Sekolah Dasar se-Kwartir Ranting Kartasura!


Sabtu pagi kami tak bisa kembali tidur sesudah Subuh. Kesibukan persiapan Persami sudah mulai terdengar. Suara kendaraan yang membawa peserta sih tak seberapa. Pengetesan pengeras suara yang membuat kami cukup terganggu. Yah, resiko tinggal di depan lapangan. Dari pengeras suara terdengar panitia yang memohon maaf dan maklum akan keributan yang ditimbulkan.

Ribut, memang, tapi asik juga. Setelah sekian lama lapangan terlantar, senenga juga melihat keramaian di sana. Mengamati anak-anak Penggalang yang masih SD itu rasanya nostalgia. Apalagi salah satu sahabat yang rutin mengontak dan bertemu tiap kali saya ke Kartasura adalah teman Pramuka saat SD. Masa Siaga dia Sulung, saya wakil Sulung. Masa Penggalang dia Pinru (Pemimpin Regu), dan saya Wapinrunya.

Perkemahan Sabtu-Minggu

Sabtu pagi itu, saya duduk-duduk di teras melihat keramaian. Memandangi anak-anak kecil yang datang dengan mobil bak terbuka. Wah, jelas tak terbayang itu dilakukan di Prancis! Dan saya berpikir dulu saya datang ke perkemahan bagaimana ya? Ya jalan kaki! Wong SD-nya cuma di ujung lapangan! Hahahaha.

Tak berapa lama ada 3 anak laki-laki datang. Mereka mencari toilet! Hah??? Katanya disuruh pembinanya untuk menanyakan ke kantor. Memang adik saya membuka kantor notaris di rumah. Namun Sabtu kan tutup. Kantor pun terkunci. Tak mengerti, saya sarankan mereka untuk ke kantor SD saja.

Ternyata memang adik saya, selain menyediakan sumber air secara bebas, biasa menerima mereka yang berkegiatan di sekitar rumah untuk ke toilet di kantor notarisnya. Saya membayangkan, kalau semua peserta perkemahan satu lapangan ke toilet kantor, apa tidak ribut tuh? Lalu berpikir, dulu kalau perlu toilet saya ke mana? Ya ke SD! Atau pulang! Kan rumah saya dekat saja! Hahahaha.

Perkemahan yang saya lihat kemarin tidak sama dengan yang saya ingat di masa kecil dulu. Peserta yang hadir dibarengi dengan penjual berbagai makanan dan mainan. Belum lagi para orangtua yang mendampingi, datang-pergi tanpa henti. Ternyata gosip yang sempat beredar tidak sepenuhnya salah: sudah seperti pasar malam saja memang jadinya. Saya tak bisa membayangkan membiarkan anak saya berkemah dengan sirkulasi manusia seterbuka itu. Meskipun saat malam tiba, ujung jalan ke arah jalan besar ditutup dan dijaga.

Nostalgia

Malam minggu, jenuh mengepak, saya keluar, turun ke lapangan saat acara api unggun. Saya ajak Butet dan papanya juga. Kebetulan sekali Gudep SD saya akan tampil saat itu. Ah, nostalgia sekaliii.

Butet tak tahan dengan keramaian memilih lekas balik ke rumah, saya melanjutkan jalan-jalan sendiri. Saya penasaran ingin mencari lokasi perkemahan Gudep SD saya. Beruntung saya memilih lorong yang tepat. Kemahnya terletak di ujung, tepat di depan pagar SD.

Saya ambil beberapa foto, tapi urung menyapa-nyapa mereka yang ada di perkemahan. Pembinanya masih muda-muda sekaliiii. Yah, bagaimanapun juga, saya sudah lulus SD sejak lama. Bisa jadi guru-guru pembinanya malah belum lahir saat saya lulus 33 tahun yang lalu itu! Hahahaha.

Saya tak menyesal mencari dan mengambil foto. Saya bisa pamerkan ke sobat Sulung/Pinru yang teriri-iri karena pas sedang tak berada di Kartasura pada masa Persami! Hihihi.


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah