Kopenhagen 2024: Hari Ketiga

Saat sarapan di hari ketiga, terlihat ruang makan dibatasi dengan tirai. Penikmat makan pagi dikumpulkan di salah satu sisi. Tempat kami makan sehari sebelumnya tak bisa diakses lagi.

Penghuni hotel sudah berkurang. Hari itu Senin. Mungkin periode liburan mereka sudah berakhir.

Butet setia dengan pancake dan salmon asapnya. Tak ada yang mengantri, saya memesan telur dadar isi sayur dan keju yang saya makan dengan salad dan ikan hareng asap. Bahagia menemukan ternyata pilihan coklat panas ada di ujung sekali dari daftar menu mesin minum yang taktil. Lumayan, meski tetap terlalu manis untuk selera saya.

Flying Tiger

Hari itu kami berniat ke Galeri Nasional (SMK). Mengganti agenda Minggu yang dialihkan ke Museum Desain. Saat sudah keluar dari metro kedua baru terpikir: SMK buka nggak ya, kalau hari Senin? Sambil berjalan cek Google, benar saja: Senin tutup!

Di dekat-dekat SMK sebenarnya ada beberapa museum yang bisa kami kunjungi. Kami memutuskan untuk ke Istana Rosenborg, yang masih di sekitar daerah itu. Sebelumnya, kami jalan-jalan di sekitar Norreport dulu sambil mencari beanie untuk Butet (ya, baru hari itu menemukan beanie "impian"!), dan mengunjungi Flying Tiger pertama.

Flying Tiger memang jadi salah satu tujuan kami. Ingin tahu, toko pernak-pernik favorit Butet ini di negara aslinya seperti apa. Sayangnya, toko yang pertama kali dibuka di Kopenhagen dulu sudah tidak beroperasi lagi.

Di Flying Tiger Norreport ini Butet belanja beberapa barang yang belum ada di Prancis, yang ternyata sudah ada saat kami kembali. Hahaha. Paksu membeli beanie murmer karena mulai merasa kedinginan. Dan hari itu, suhu memang tak bisa melewati 4°C!

Rundetaarn

Saya lihat di peta, Menara Bundar berada di daerah itu. Saya pilihkan jalur untuk memutar ke sana. Tak ada rencana naik sih. Tapi sekalian saja kan!?


Saat melewati air mancur Kultorvet, kami berpapasan dengan parade prajurit istana. Lumayan, ada tontonan! Sempat berpikir mau mengikuti mereka. Pasti mau ke istana kan ya? Tapi nggak jadi! Hihihi.

Saat sampai di Menara, ternyata ada banyak yang mengantri di pintu masuk. Kami tak ada hati untuk menunggu. Padahal menara ini cukup menarik dengan jalan naiknya yang berupa lantai berlereng dan bukannya tangga. Kami lanjutkan saja perjalanan menuju Istana.

Kongens Havn

Google Map menunjukkan bahwa kami harus memutar jalan untuk mencapai Istana. Padahal dari peta terlihat bahwa ada taman besar di sebelahnya. Kami berharap ada jalan lain menuju istana dari Taman sang Raja.

Tamannya luas. Indah sekali. Untung Butet dan papanya sudah lebih berperlengkapan dengan beanie mereka. Jalan-jalan di taman jadi lebih nyaman meski udara dingin sekali.

Kami melewati sepetak taman dengan lorong-lorong yang pasti indah saat bunga-bunga mawar di sana sudah berkembang. Saat itu, bunga-bunganya masih berupa kuncup kecil-kecil sekali.

Ada satu Sakura besar yang sedang berkembang di tengah taman. Berbeda dengan sakura di Taman Langelinie yang hanya berguguran kelopaknya saja, di sini banyak bunga-bunga yang jatuh secara utuh. Beda jenis mungkin ya? Butet mengumpulkan beberapa kuntum bunga yang masih bagus untuk dikeringkan. 

Rosenborg Slot

Ternyata petunjuk Google Map tepat. Kami harus keluar dari taman, untuk menuju Istana Rosenborg. Sebenarnya ada jembatan yang menghubungkan taman dengan Istana. Namun ditutup untuk umum.

Tiket masuk ke Istana lagi-lagi gratis untuk di bawah 18 tahun. Ada loker gratis berkunci seperti di Museum Desain. Tapi kami tak menitipkan jaket. Loker terletak terpisah dari Istana. Dan Istananya sendiri tak berpemanas. Kami mengunjunginya dengan berjaket lengkap!

Saat mendengar Istana, saya membayangkan gedung yang luas dan megah. Ternyata Istana Rosenborg adalah kastil tua berlantai kayu yang "sederhana". Ruang-ruangnya kecil-kecil. Asyik untuk main petak-umpet, kalau kata Butet. Saya dan Butet melakukan kunjungan dengan mengikuti petunjuk yang bisa diakses di website Istana secara runut.

Ada satu ruang yang sedang direnovasi. Ada ruang lain yang dijadikan seperti gudang, tempat meletakkan segala barang koleksi yang menunggu direstorasi, tapi tetap bisa dilihat pengunjung. Banyak foto, lukisan, dan barang-barang dekorasi. Ada berbagai meja, lemari, kursi, tapi saya tak menemukan sama sekali tempat tidur. Padahal ada satu toilet! 

Ruang tahta terletak di lantai paling atas. Saya sudah tak ada tenaga mengikuti petunjuk yang bisa diakses gratis dengan wifi yang disediakan gratis pula. Tak tau lagi di antara dua macam singgasana yang ada di sana itu apa bedanya! Hahaha.

Selesai mengunjungi 3 lantai Istana, masih ada ruang bawah tanah yang merupakan Ruang Harta. Akses masuknya berada di luar Istana. Ada kontrol tiket lagi sebelum memasukinya.

Di sini disimpan berbagai koleksi senjata, perhiasan, dan benda-benda koleksi keluarga kerajaan. Ada koleksi anggur yang saya lihat bertahun 1600an. Masih bisa diminum nggak ya? Hihihi.

Saya merasa tidak nyaman di ruangan yang menyimpan koleksi benda-benda hasil perburuan, apalagi melihat banyaknya benda-benda seni yang dibuat dari tanduk rusa atau gading gajah. 

Di ujung kunjungan, tepat sebelum pintu keluar Ruang Harta, terdapat koleksi mahkota yang indah luar biasa.

Sebelum meninggalkan istana, kami sempatkan ke toko suvenir. Butet membeli dua buah gantungan kunci untuk dua teman terdekatnya.

Metro Macet Lagi!!!

Dari Istana, kami berniat ke Pujasera Tivoli untuk makan siang. Penasaran, karena saat ke Tivoli Gardens, kami batal makan di sana. Dan memang sudah pas, makan ramen di malam dingin begitu sih ya.

Metro pertama lancar. Saat akan menyambung di metro kedua, ternyata ada masalah teknis lagi. Kali ini macet untuk semua jalur dan semua arah. Kami pun memutuskan untuk jalan kaki saja. Sekalian menyusuri Strøget dari ujung ke ujung.

Strøget Lagi!

Kali ini kami jalan berbalik arah dibanding hari pertama. Kami mulai perjalanan dari Kongens Nytrov. Jalanan terlihat ramai, tapi lebih tenang ketimbang hari Sabtu.

Kami sempatkan mampir Lego Store untuk melihat-lihat. Kami lihat harganya setara dengan di Prancis. Dan nggak niat belanja Lego juga sih. 

Di situ kami merasa lelah. Dan lapar. Rasnaya tak kuat kalau harus menunggu sampai Pujasera yang masih 1 km lagi. Kami memutuskan makan di Max, gerai burger Swedia. Lah? Hahaha. Itu yang terdekat sih! 

Usai makan, kami melanjutkan menyusuri Strøget. Mampir ke Flying Tiger kedua. Di sini saya membeli teko teh yang sebenarnya di Prancis pun mungkin ada. Yah, simbolik saja sih. Dan memang belum lama ini saya memecahkan tutup teko porselen (yang saya dapatkan secara gratis dengan menukar kupon). 

Di ujung Strøget, kami ke Politikens Boghal, sebuah toko buku besar, kalau bukan yang terbesar. Cukup lama kami di sana. Padahal hanya melihat-lihat saja. Memang tempatnya nyaman, dan ada kursi untuk saya mengistirahatkan kaki.

Saya dan Butet berharap menemukan buku berbahasa Inggris yang menarik, secara di Prancis cukup sulit menemukannya secara luring. Ternyata harga buku di sana lebih tinggi daripada di Prancis. Dan memang kami tak menemukan yang benar-benar menarik juga (ingat-ingat masih ada tumpukan buku yang belum terbaca!). 

Tivoli Food Hall

Kami kehabisan ide mau ke mana. Kaki rasanya juga sudah tak kuat lagi. Meski masih belum lapar karena baru saja makan, kami putuskan langsung lanjut ke Pujasera. Dengan harapan bisa duduk-duduk untuk minum.

Tivoli Food Hall, seperti terlihat pada namanya, berada di dekat Tivoli Gardens. Kami sempatkan mampir ke Lego Store Tivoli. Iseng, Di toko ini ada beberapa fitur pembuatan Lego Custom yang tak kami perhatikan di Lego Store di Stroget. Di sini kita bisa membuat tokoh Lego sesuai kreasi kita dan membuat "puzzle" sesuai gambar yang kita inginkan. Tentu saja kami hanya melihat-lihat saja.

Sampai di Pujasera, ternyata penuh sekali. Tak terlihat tempat duduk yang kosong. Memang orang Skandinavia terkenal makan malam cukup awal. Dan saat itu sudah jam 5 lebih.

Sayang sebenarnya. Karena saya lihat ada banyak pilihan makanannya. Kami pun keluar, dan memilih ke Sticks'n'Sushi yang terletak di bangunan yang sama.

Sticks'n'Sushi

Paksu memang dari awal ingin membawa kami ke Sticks'n'Sushi. Dia pernah makan di sini bersama rekan kerjanya saat sedang berdinas di Kopenhagen. Katanya enak sekali. Pemandangannya indah ke arah Tivoli Gardens.

Sayangnya, sore itu kami belum lama makan siang. Belum lapar. Meski akhirnya kami makan cukup banyak juga sih, sebenarnya. Karena memang enak!  

Personil restoran cukup proaktif melihat kami melambatkan sekali ritme makan. Ditawarkannya untuk membungkus jika memang tak bisa menghabiskan. Dan tentu kami terima dengan senang hati. 

Metro Lancar!

Hari itu kami memang berencana kembali ke hotel lebih awal. Bukan hanya untuk mengejar batas waktu berlakunya kartu transport yang 19.33. Ada agenda pertemuan daring, informasi mengenai program bimbingan yang ingin diikuti oleh Butet, yang dijadwalkan pukul 20-21 malam itu. Dan kami sudah lelah juga. 

Metro sudah kembali berjalan lancar untuk perjalanan pulang. Sampai hotel istirahat sejenak, salat, lalu bersiap pertemuan, sambil ngemil sisa sushi yang dibungkus dengan rapi oleh personil restoran. 

Usai pertemuan, kami bergantian mandi, salat jamak berjamaah, lalu tidur relatif lebih cepat. Akumulasi jalan intensif selama 3 hari sepertinya mulai terasa. Istirahat, bersiap untuk petualangan hari terakhir sebelum pulang.


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah