Sugeng Tindhak, Budhe Siti...

Kemarin, pemerintah Prancis memberlakukan secara resmi kewajiban para pekerja medis untuk melakukan vaksinasi. Kecuali mereka yang memiliki kontra indikasi. Semua personil rumah sakit, tempat praktek dokter, rumah jompo, pendamping orang sakit, juga petugas pemadam kebakaran dan personil ambulans. Resmi, dalam artian ada sanksi...

Peraturannya sendiri sudah diumumkan jauh-jauh hari. Jika kemarin dosis vaksinnya belum lengkap, nakes dipersilakan mengambil cuti sampai mendapatkan dosis berikutnya. Namun jika belum vaksin sama sekali, nakes bisa mendapatkan sanksi dari skors --untuk memberinya waktu vaksin-- hingga diberhentikan yang berlaku langsung, tanpa peringatan... 

Tentu saja itu menimbulkan berbagai macam reaksi. Karena ya, di Prancis pun, ada juga kok, tenaga medis yang menolak vaksinasi!...

Koran lokal kami, Nice Matin, melaporkan bahwa di rumah sakit besar departement kami sudah ada 95% tenaga medis yang divaksin. Sudah? Atau baru? Karena itu artinya ternyata ada 450 nakes yang terpaksa diberhentikan sementara...

Untuk orang awam seperti saya, sulit mengerti bagaimana orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan menolak mengikuti perkembangan bidang kesehatan itu sendiri, yang dalam hal ini vaksin. Di sisi lain, saya juga tidak mengerti mengapa pemerintah tidak membiarkan mereka tes PCR atau antigen saja setiap 48 jam. Toh Oktober nanti tes akan tidak lagi digratiskan jika tidak ada resep dokter. Kalau memang alasannya d anggaran...

Tapi tes berkala yang masuk dalam kategori sahnya sertifikat Covid 19 itupun juga ditentang mereka yang tidak mau vaksin. Dan masih, mereka tidak juga mengemukakan solusi lain untuk menjaga keamanan bersama!...

Keamanan tenaga kesehatan tentu sangat penting di masa ini. Mereka yang berada di baris terdepan dalam menghadapi pandemi. Jangan sampai ada yang datang ke rumah sakit untuk periksa mata, pulang-pulang malah membawa virus kan!?... NaudzubiLlaah...

Belakangan, berita tentang pandemi saya rasakan sudah agak mereda. Harus diakui, sejak adanya vaksin, kasus positif makin bisa ditekan. Pasien gawat-darurat juga makin sedikit saja. Entah apa karena saya terlalu sibuk dengan berbagai pekerjaan sehingga tak mengikuti berita lagi, tapi memang frekuensi berita duka di media sosial yang saya ikuti sudah makin jarang. Syukur lah ya... Meski tetap, masih ada juga...

Di keluarga saya sendiri, Kamis lalu ada berita duka; kakak sulung ibu, dipanggil ke haribaan-Nya... Bukan... Bukan karena Covid 19...

Tak percaya rasanya melihat berita di grup whatsapp keluarga besar. Paginya masih ada kakak sepupu saya, putri budhe, yang memintakan doa ke keluarga besar, karena budhe masuk rumah sakit. Sesak nafas, katanya...

Ternyata memang sudah beberapa hari budhe tidak sehat. Namun baru Kamis kemarin itu terlihat parah dan perlu dirawat. Sayangnya, tak lama setelah masuk Instalasi Gawat Darurat, budhe sudah tak tertolong lagi...

Gemas rasanya mendengar cerita salah satu sepupu yang menelepon saya. Budhe tak bisa langsung masuk IGD karena harus tes Covid 19 dulu. Yang hasil tesnya memerlukan hitungan jam! Kok bisa?...

Tak urung batin membandingkan dengan tes antigen di Prancis yang hanya memerlukan 10-15 menit saja untuk mendapatkan hasilnya. Setahu saya, sama saja kan, di Indonesia?

Antigen kurang presisi? Harus PCR? Tak adakah diagnosis cepat pasien untuk penanganan kondisi yang mungkin lebih darurat ketimbang kemungkinan Covid?

Coba kalau tak ada Covid. Pasti semua lebih cepat tertangani kan!?

Lepas dari semua itu, memang ada takdir yang menentukan. Keluarga besar tentu sedih, tapi harus bisa mengikhlaskan meski perlahan... Tak mudah... Seminggu sesudahnya pun rasanya saya belum bisa benar-benar menyadari kepergiannya...

Hati perih membayangkan saat mudik nanti tak bisa lagi menemukan budhe Siti saya. Eyang Titinya anak-anak yang selalu ceria. Tak ada lagi senyum keramahan yang tak perbah absen menghiasi wajahnya dalam segala suasana. Entah apakah ada yang melanjutkan permainan tebak-tebakan yang tak habis-habisnya dari perbendaharaannya...

Allaahummaghfirlahaa warhamhaa wa'afihaa wa'fu'anhaa...

Sugeng tindhak, budhe... 🙏


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah