Warga Dunia

Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan September ini bertema Pengalaman Berbahasa. Pengalaman penggunaan bahasa verbal yang dipakai sehari-hari seumur hidup. Bisa tentang apa saja...

Mengenai anak-anak mulitilingual? Sudah beberapa kali saya menceritakannya. Belum lama ini saya menulis tentang pengalaman berbahasa Ucok dan Butet yang idenya muncul dari hasil obrolan di salah satu wag...

Pengalaman berbahasa Prancis saya sendiri? Sudah sering saya singgung. Bahkan ada satu spesial membahas tentang kursus online dan gratis untuk belajar Bahasa Prancis...

Tidak Njawani

Jarang orang bisa menebak kalau saya ini orang Jawa. Dalam berbahasa Indonesia, saya relatif tak berlogat. Padahal standarnya kan orang Jawa itu medok sekali. Mau berbahasa apapun juga!...

Ibu saya sendiri sering menegur saya. "Kowe ki wis ra njawani tenan!", kamu itu sudah tidak njawani. Heu, apa ya, terjemahan tepatnya? Tidak bertingkah-laku dan bertutur kata seperti layaknya orang Jawa lah. Dan komentar ini tentu saja dalam konotasi negatif...

Bahasa Jawa? Bukan karena itu. Saya masih bisa kok. Sampai-sampai pernah ada yang berujar kagum karena saya masih bisa menjaga keluwesan berbahasa daerah padahal sudah lama merantau...

Bagaimana tidak? Didikan berbahasa yang sudah ditanamkan sejak kecil, membuat saya masih multilingual ngoko, krama alus, dan krama inggil, sampai sekarang!... 😁

Ibu saya ingin saya lebih njawani dalam hal perilaku. Menjadi perempuan kalem, lemah-lembut. Seperti putri Solo. Seperti ibu yang memang 100% Solo asli. Bukan perempuan keras tanpa basa-basi seperti saya ini... 😅

Salahkan almarhum bapak! Bukan karena darah Klaten ndesonya yang mengalir ke saya, yang membuat kesoloan saya hanya 50% saja. Tapi lebih karena beliaulah yang mengajarkan kepada kami, anak-anaknya, untuk selalu berani mengutarakan pendapat sejak kecil. Keluarga demokratis adalah visinya...

Ibu sih oke-oke saja. Selama penyampaiannya masih dalam batas kesopanan dan rasa hormat pada yang lebih tua. Dengan penggunaan level bahasa yang tepat, tentunya... Sampai saat saya menjelang dewasa...

Mungkin ibu takut, saya akan susah mendapatkan jodoh. Sudah kuliah di perguruan tinggi terbaik di Indonesia ternama, masih ditambah kelakuan yang tak ada manis-manisnya. Laki-laki bakal kabur, katanya...

Tapi yang namanya jodoh memang tak ke mana. Ketemu juga dengan kakak angkatan, yang sudah mau lulus, pula. Yang belakangan mengakui agak kaget saat tahu bahwa saya orang Jawa. Solo pun! Dikiranya saya orang Sumatra --yang ini dalam konotasi positif--!... 😂

Tidak Ngindonesia

Dalam berbahasa Prancispun, orang tak menangkap logat saya. Biasanya, memang terasa mana orang Asia, mana orang Afrika, atau mana orang yang berbahasa latin. Sering saya mendengar orang Prancis yang berkomentar "Aksen Anda eksotis sekali". Tapi tidak pernah ke saya!

Orang lebih sering bertanya saya dari mana, dan menegaskan kalau bahasa Prancis saya tak ada logatnya... Eits eits eits!... Bukan berarti bahasa Prancis saya sempurna lho ya!... Bedaaa... Kemampuan berbahasa sih urusan lain lagi!... 😜

Kalau orang sering menebak bahwa saya berasal dari Maghreb, itu jelas karena hijab saya. Tunisia, Aljazair, Maroko, ... Sudah beberapa kali ada kejadian lucu yang berkaitan dengan orang yang langsung main berbahasa Arab ke saya...

Tapi tak hanya Arab saja lho! Saya sering juga dikira orang Philipina!

Memang komunitas Philipina di daerah saya cukup besar. Sampai-sampai toko Asia di pusat kota saja namanya Philipine Store! Pemiliknya pasangan Korea dan Philipina (tentu saja!). Meski sekarang dikelola oleh keponakan mereka yang orang Hong Kong, kalau tak salah...

Orang Philipina yang ada di daerah kami kebanyakan adalah keluarga pelaut. Atau bekas pelaut yang kemudian memutuskan menetap untuk membangun keluarga. Mereka rata-rata ramah. Beberapa kali saya mendapat sapaan dari mereka dengan menggunakan bahasa Philipina, tentu saja!

Dan sapaan itu bukan sekedar "Philipino?". Tapi langsung kalimat panjang berderet! Tentu saja saya jawab dengan senyum dan "Indonesia". Tak jarang obrolan tak berhenti di situ saja. Meski tak sampai bertukar nomor telpon, beberapa jadi teman ngobrol di halte dan di perjalanan, karena kami sering naik bus yang sama... 😄

Warga Dunia

Ya mungkin saya memang citoyen du monde, citizen of the word, warga dunia. Dan memang sekarang sudah jamannya begitu. Di era global begini, penguasaan bahasa selain bahasa ibu menjadi sesuatu yang esensial...

Tapi jangan sampai belajar banyak bahasa asing dan malah melupakan penguasaan bahasa ibu ya!...

Dan ini PR besar bagi saya! Masak pengajar BIPA malah ternyata anak-anaknya sendiri tidak menguasai bahasa Indonesia dengan fasih?... 🙈




Comments

  1. aku tertohok.... karena aku ga bisa bahasa daerah hahahaha. Tapi ya udahlah, aku warga dunia juga #ikut-ikutan

    ReplyDelete
  2. Mbak alfi pengajar BIPA juga? Wahh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baru mulai... Tapi anak2 ga mau ikutan kelasnya... 🤔😅

      Delete
  3. hahaha.. bener suamimu.. kirain aku kamu bukan Njawa hihihih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ckckck... Jangan menilai dari tulisan ah!... 🤔😂😂

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah