Resmi Menjadi Pengajar BIPA

Akhirnya saya bisa bilang resmi menjadi pengajar BIPA, pengajar Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing!...

Pak Atdikbud bilang, kalau kami sudah menjadi pengajar saat menyelesaikan pelatihan pengajar BIPA di awal tahun kemarin. Kami pengajar, meski tak dipanggil mengajar dan masih harus mengikuti observasi kelas BIPA KBRI semester pertama lalu. Beliau menekankan posisi kami sebagai pengajar, saat hadir mengikuti lokakarya selama dua hari satu malam, akhir Juni kemarin. Namun kalau belum masuk kelas, rasanya belum pantas disebut pengajar...

Saat diundang rapat yang ternyata diakhiri dengan penunjukan pengajar, saya masih belum merasa pantas disebut guru...

Ada 6 orang pengajar di kelas Pemula. Dua pengajar senior, dan 4 serangkai superwomen yang ikut lokakarya Juni lalu, yang kemudian dibagi dua untuk kelas Pemula A dan B masing-masing 3 pengajar...

Jadwal saya masih Oktober nanti. Sesudah ujian tengah semester. Karenanya agak jengah saat Butet mengaku menuliskan profesi saya adalah enseignant de la langue Indonesienne saat ditanyai guru bahasa Prancisnya...

Memang, selain biodata yang sudah dikumpulkan ke sekolah pada saat daftar ulang, ada beberapa guru yang meminta siswa menuliskan situasi keluarganya secara terpisah. Berapa saudaranya, apa pekerjaan orang tuanya, ...

Guru meminta data sederhana itu untuk mengetahui kondisi siswa. Apakah bisa bemajar dengan nyaman, apakah ada yang bisa membantu dalam pekerjaan rumah dan tugas dari sekolah. Membantu bukan dalam hal kemampuan orang tua atas suatu bidang studi. Membantu di sini lebih ke ketersediaan waktu...

Butet menulis saya bekerja dengan alasan agar guru tak menuntutnya terlalu banyak. Jika ada salah satu orang tua tak bekerja, idealnya kan ada yang mengontrol PR-nya tuh. Tak bisa mengemukakan alasan tidak mengerti, atau bahkan lupa. Padahal tak semua orang tua yang punya kelebihan waktu tetap mengontrol PR anaknya kan!?...

... berhenti nulis dulu buat cek Pronote 😁

Enfin bref...

Saya sudah santai-santai membaca bahan ajar. Bersiap untuk pertemuan ke 11. Masih jauh? Sengaja. Karena saya memang lebih suka siap grak, baru maju jalan. Tak pede rasanya mengajar tanpa persiapan...

Ternyata nasib berkata lain. Pasangan mengajar saya berhalangan Kamis ini. Dia meminta kesediaan saya mengganti. Meski deg-degan, rasanya memang tugas saya untuk menggantikannya. Baiklah...

Empat superwomen sudah sepakat belajar zoom bersama di hari Senin, dipandu pengajar senior. Belajar Senin sampai hampir Isya --sehingga saya harus pamit undur duluan-- ternyata masih kurang. Kami sepakat bertemu lagi Selasa. Padahal Selasa adalah pertemuan pertama kelas pemula B yang ada di bawah tanggung jawab saya. Meski bukan jadwal mengajar, saya ikut observasi...

Lelah, memang, zoom berturutan begitu. Tapi senang. Senang bertemu teman-teman yang semangat belajarnya tinggi. Memang superwomen sejati...

Hari Rabu saya ke rumah teman. Ceritanya nanti ya... Saya jelas tak bisa melanjutkan persiapan bahan ajar. Tapi saya mulai sudah menyiapkannya sejak Senin siang. Tak terlalu sulit, karena lengkap tersedia di buku yang sudah disusun para pengajar senior. Bahkan dua slide pertama sudah sempat disinggung di pelajaran Selasa...

Kesulitan terletak pada batasan, mana saja yang harus disampaikan pada suatu pertemuan tertentu. Apalagi tidak adanya patokan jelas apa saja yang harus dikuasai siswa di akhir kursus. Karena kursus di KBRI memang hanya pengantar saja. Bukan untuk sertifikasi resmi...

Di sinilah perlunya ikut observasi. Saya jadi bisa mengetahui sampai mana pelajaran hari Senin. Bisa membicarakan apa saja yang perlu disampaikan Kamis. Termasuk batasan-batasan agak tak terlalu cepat dan membebani siswa...

Selain itu, tentunya saya bisa melihat sedikit profil siswanya. Bersiap meraba melihat keaktifan kelasnya...

Dengan persiapan yang cukup singkat, dan belum adanya pengalaman, jelas ada kekurangan-kekurangan yang terjadi pada prakteknya kemarin. Kesalahan agak fatal adalah tentang perhitungan waktu!...

Saya sudah menyiapkan skenario detil dengan pewaktuannya. Selesai menyampaikan materi, saya sudah molor 10 menit. Karena takut tak cukup waktu, saya membatalkan break out zoom sebagai media aktivitas interaktif untuk menyampaikan evaluasi kepahaman materi. Saya langsung berikan di kelas saja...

Ternyata, semua antusias. Mengerjakan evaluasi dengan sangat cepatnya. Antara senang karena semangat peserta dalam berpartisipasi, tak takut salah dan breani bertanya, juga panik karena akhirnya waktu 10 menit yang saya pakai di materi inti ternyata balik lagi alias masih ada waktu sebelum penutupan dan presentasi saya sudah habis!

Pengajar senior yang menjadi koordinator sudah mengingatkan untuk selalu meyiapkan bahan yang berlebih. Dan alhamduliLlaah saya nurut!...

Kemarin, materinya adalah perkenalan diri. Saya tunjukkan foto KTP untuk mengisi waktu. KTP yang sempat disinggung akan disampaikan di pertemuan ke 3! Saya yakin sih, kalau koordinator masih ada bahan lain. Lagipula saya tak membahas detil. Hanya sedikit melihat perbedaannya dengan CNI, Carte National d'Identité, KTP-nya orang Prancis... 

Selesai pertemuan, terasa kepala saya pusing sekali. Memang saya sering begitu; menahan stress, dan baru terasa saat yang membuat stress itu sudah terlewati. Stress terealisasi dengan sakit kepala itu. Dan lalu saya menyadari bahwa saya lupa screenshot!

Screenshot untuk keperluan pribadi saja sih. Untuk kenang-kenangan. Pertama kalinya mengajar, begituuu... Sekaligus niatnya untuk memantau berapa siswa yang hadir di awal dan di akhir. Untung saja saya sempat melakukan absensi!...

Selesai mengajar, sekarang libuuurrr... Hahaha... Tentu saja tidak! Masih ada tugas podcast menunggu. Dan Jumat ini, dan dua Jumat ke depan, saya mengikuti workshop resensi film. Iseng-iseng mendaftar, tak yakin terseleksi karena tempatnya terbatas. Eh, ternyata dapat juga...

Yuk ah, semangat!...

Meski saya masih dalam kesedihan karena kepergian budhe, kakak sulung ibu saya, kemarin... 😢


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah