Tongseng Kambing Ala Alfi

Pagi ini saya ke swalayan dekat rumah. Setelah entah sejak berapa lama saya tidak ke swalayan...

Memang saat saya hamil Butet, di mana saya harus banyak istirahat atau dirumahsakitkan jika saat kontrol ketahuan kontraksi lagi, tugas belanja diambil alih oleh suami. Berdua dengan Ucok, mereka ke swalayan tiap akhir pekan...

Setelah melahirkan, saya sempat kembali bertugas berbelanja sampai kena radang usus buntu tiga tahun yang lalu. Dan sejak pandemi, praktis suami saya mengambil alih sepenuhnya urusan belanja. Demi mengurangi resiko untuk saya yang masuk kategori sensitif. Termasuk belanja daging...

Belanja daging adalah satu-satunya yang masih saya sendiri yang menangani. Sejak pandemi, entah suami ikut saat saya belanja, atau dia memilih membeli melalui Uber Eats...

Pagi tadi saya ke swalayan sekalian ke apotik mengambil obat. Memang saya paling tak suka keluar rumah hanya untuk satu tujuan saja. Rugi waktu, rugi tenaga. Kebetulan ada beberapa barang yang perlu dibeli juga dari swalayan...

Ada susu yang tak terbeli oleh suami karena belanjaan sudah berat. Tanpa Ucok, kuantitas belanja kami memang berkurang. Bukan hanya karena berkurang satunya kebutuhan penduduk rumah yang merantau itu. Tapi juga karena berkurang tukang angkutnya...

Saya juga membeli barang-barang yang susah untuk dipesankan ke suami. Karena belum tentu ada merk yang biasa, misalnya. Seperti cairan pembilas untuk mesin cuci piring. Kalau saya minta merk Sun dan tidak ada, suami saya suka enggan mencari merk lain. Takut salah, katanya. Dan memang pernah salah juga...

Lalu tentu saja "barang-barang perempuan". Pembalut, panty shield, kapas untuk membersihkan wajah, ... Beberapa bulan belakangan yang saya tak ke swalayan, saya menyengaja mampir ke supermarket saat berjalan-jalan dengan Butet kota untuk membeli barang-barang ini. Agar tidak menyusahkan suami...

Pagi tadi, saya sekalian membeli tomat yang lupa saya masukkan ke daftar belanja Sabtu lalu. Karena siang ini saya ingin memasak Tongseng Kambing. Ingin, dan agak terpaksa...

Stok daging hasil belanja daging via Uber Eats seminggu yang lalu tinggal tersisa paha depan kambing (épaule d'agneau) dan paha bawah (pilon) ayam. Saya sengaja jadwalkan masak ayam buat Selasa saja. Agar sisanya bisa dimakan Rabu siang. Di mana Butet makan di rumah, dan saya biasa sibuk sepagian untuk pengajian...

Karenanya pilihan jatuh pada kambing. Tak biasanya saya memasak siang. Tapi karena daging kambingnya cukup banyak, saya rasa tak akan habis dimakan dua kali seperti biasanya; untuk makan makam bertiga, dan makan siang berdua sama dan suami...

Namun saya perhitungkan, jika saya masak untuk malam, tak akan cukup dimakan tiga kali; dua kali bertiga, plus satu kali berdua. Karenanya, saya masak siang ini agar bisa dimakan dua kali berdua untuk makan siang, dan sekali bertiga untuk makan malam... Rumit? Hahaha... Begitulah...

Untuk menu saja memang perlu pertimbangan. Terutama karena kuantitas, agar tidak bersisa dan terbuang. Tapi juga memperhatikan selera. Seperti tongseng yang merupakan favorit Ucok namun Butet kurang suka...

Tongseng saya, jelas tongseng resep modifikasi. Dengan bumbu seadanya. Hanya bawang merah, bawang putih, dan bubuk kari. Dalam bentuk bubuk, tentunya! Ditambah irisan cabe hijau dan tomat merah. Dibubuhi kecap manis sedikit...

Saya biasa tidak menambahkan santan. Gara-garanya, pernah suatu waktu sudah membumbui daging, baru sadar bahwa tak punya santan! Tapi hasilnya enak juga. Dan bahkan resep tanpa santan ini yang disukai suami dan anak-anak!...

On ne change pas l'equipe qui gagne, kata orang Prancis. Makanya saya jaga resep ini. Memang tongseng jadi lebih ringan, dan tak terlalu terendam kuah...

Seperti biasa, saya juga tidak menambah air! Daging saya ungkep dulu dengan bumbunya. Air akan keluar sendiri dari daging. Keluarnya air itulah yang membuat daging empuk dan bumbu lebih meresap...

Daging setengah empuk, baru masukkan cabe, tomat, dan kecap. Jangan lupa koreksi dengan garam dan merica. Dimakan dengan nasi panas, sungguh nikmatnya... 😋


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah