Berurusan dengan Polisi - Bagian 2

Sejak kejadian itu, saya tak tenang membawa mobil. Tapi tak ada pilihan. Masih ada seminggu sebelum libur sekolah. Masih ada tugas mengantar sekolah...

Spion Berlakban

Jum'at pagi, saat saya hendak mengantar Butet, saya temukan posisi spion yang seingat saya terlipat dalam keadaan terbuka! Cerminnya terlihat berbeda juga. Jadi tidak semantap saat saya tinggalkan sehari sebelumnya...

Kecuali kalau itu perasaan saya saja, ada kemungkinan tetangga menyenggol spion saya. Membuat cerminnya lepas, dan memasangnya dengan asal saja. Mungkin takut saya tuntut. Padahal itu bukan semata-mata salah dia...

Saya tak menjelaskannya ke Butet. Tak mau dia ikut cemas. Tapi saya mengantar dengan tidak tenang. Berharap kalau semisal cermin memang harus jatuh di jalan, jatuhlah saat saya dalam perjalanan pulang...

AlhamduliLlaah lancar. Meski saya mendapati kesulitan melihat ke belakang melalui spion yang posisinya tidak pas. Dan rasanya saya mendengar getaran cerminnya di sepanjang perjalanan...

Saya berpikir untuk memasang lakban. Minimal memastikan cermin tak akan jatuh meski kabel masih terpasang. Saya lakukan itu selama menunggu Butet kursus piano malamnya. Dan baru dalam perjalanan pulang saya menceritakan tentang spion ke Butet...

Sampai saat saya menulis ini, begitulan kondisi spion kiri saya. Menyetir jadi lebih tegang karena bagaimanapun juga, posisi spion tidaklah ideal. Ada surut-sudut yang biasanya bisa saya lihat, jadi tak dalam jangkauan. Saya harus jauh lebih waspada. Yang tentu saja ini sangat menguras tenaga...

Kontak Janji Temu

Di akhir pengisian pre porte plainte, yang juga dicantumkan dalam e-mail konfirmasi, disebutkan bahwa commisariat akan mengontak saya segera. Tapi sudah berhari-hari tak ada kabar juga...

Saya pun googling (ini memang solusi pencarian informasi yang paling mudah aksesnya!). Saya dapati rata-rata orang baru mendapatkan kontak dari commisariat sekitar seminggu sesudah pre porte plainte. Baiklah... Saya tunggu dulu... Dengan catatan, kalau sudah lebih dari 10 hari mungkin saya datang langsung saja ke sana. Karena ada salah satu komentar yang menyatakan kalau sampai 2 minggu tak ada kabar, itu tidak normal!...

Dan saya menerima telepon tepat seminggu kemudian!...

Rabu, 20 Oktober, saat saya sedang bertugas co-hosting, telepon itu datang. Seorang bapak polisi yang suaranya tidak ramah memberitahukan bahwa saya bisa datang seminggu kemudian. Kami sepakati slot pertama, Rabu tanggal 27 jam 14.30. Begitu saja. Tanpa basa-basi...

Saya sampai perlu menanyakan berkas apa saja yang harus saya bawa. Karena dari informasi di internet, bisa jadi saya harus membawa mobil. Dan saya tidak berencana untuk itu. Selain kondisi spion, tidak ada tempat parkir di lingkungan commisariat...

Katanya, saya cukup membaca kartu identitas diri dan surat-surat mobil saja. Dia lagi-lagi tidak mendetilkan. Tapi saya sudah bersiap membawa SIM, STNK, juga sertifikat asuransi...

Janji Temu di Kantor Polisi

Berniat berangkat lebih awal, ternyata saya sampai commisariat tepat pukul 14.30! untuk memasukinya, ada batasan. Kita harus mengebel dan bersiap di depan pintu. Karena tanpa basa-basi, pintu akan dibuka otomatis dari dalam. Masuk satu per satu. Tak bisa bebarengan sekaligus. Hanya boleh ada 8 orang di dalam. Entah karena pandemi, entah memang begitu juga sebelumnya. Yang jelas, agak lama juga saya menunggu di luar...

Memasuki ruangan, tak ada petunjuk saya harus ke mana. Saya tunggu saja di depan loket accueil yang di sebaliknya seorang polwan trelihat sibuk di depan komputer...

Beberapa menit kemudian dia menanyai keperluan saya. Meminta kartu identitas saya, dan menyatakan bahwa tidak bisa menemukan nama saya di daftar janji temunya!

Dia menanyakan nama polisi yang menelepon saya. Yang ini saya tak mencatat sama sekali! Saya pikir penelepon ya bertugas membuat janji temu, itu saja. Saya tak perlu tahu siapa namanya!...

Petugas accueil tetap teguh. Saya masih menyimpan nomor teleponnya. Dan bukannya dia mencari data penelepon, malah menyuruh saya menelepon sendiri untuk memberitahu bahwa saya sudah hadir dan menunggu di bawah!...

Dan tentu saja saat menelepon, si pak polisi tidak mengangkat! Saya langsung ke mesin penjawabnya. Saya tinggalkan pesan, dan menunggu...

Beberapa menit tanpa kabar, saya membertahukan ke accueil. Tapi beliau tetap teguh. Saya harus memberitahukan namanya!... 

Saya sempat menangkap nama depan Yves saat masuk ke mesin penjawabnya. Si ibu mencari Yves, dan katanya Pak Yves yang berhasil dia kontak tidak ada janji dengan saya! Sudah lemas saja rasanya. Tapi saya belum putus asa. Saya telpon lagi dan lagi untuk berusaha menangkap nama belakangnya...

Sampai hadir pelapor lain yang memonopoli accueil. Saya segan mondar-mandir bertanya. Masalahnya memang jauh lebih pelik. Kerugian materinya jauh lebih besar. Dan polisi tidak bisa memberikan solusi karena pelapor pun menyadari bahwa semua bermula dari kesalahannya sendiri...

Saya menelepon suami. Minta izin buat menyerah dan pulang saja. Toh kemungkinan ganti rugi dari asuransi juga kecil. Dan dia setuju...

Belum selesai berbincang dengan suami, seorang polwan memanggil saya. Dia mau menerima laporan saya, katanya. Lekas saya pamit ke suami dan mengikutinya. Saya disuruhnya masuk ke sebuah ruangan sementara dia berdiri di pintu beberapa saat sebelum mengikuti saya...

Tanpa saya sadari, ternyata suasana di kantor polisi mulai memanas. Pelapor yang putus asa mulai emosi. Petugas accueil sudah memanggil beberapa polisi lagi untuk menenangkan dan mengusir si pelapor keluar. Saya mendengarkan semuanya dari dalam ruangan...  

-bersambung-


Comments

Popular posts from this blog

Berbagai Hidangan Kambing Khas Solo

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi