Selera

Allah Maha Kuasa. Diciptakannya tumbuh-tumbuhan yang begitu beragam yang bermanfaat bagi manusia. Yang kadang manfaatnya tak terlalu kita rasakan. We take it for granted. Seperti misalnya buah-buahan...

Saat masih tinggal di Indonesia yang beriklim tropis, dengan suhu udara yang segitu-gitu saja, hanya ada kemarau dan penghujan, saya termasuk yang tidak terlalu merasakan manfaat ragam buah ini. Paling hanya memperhatikan bahwa ada masanya musim mangga atau rambutan. Namun toh masih ada jenis mangga yang berbuah di luar musim jenis mangga lainnya. Ketersediaan buah boleh dibilang sepanjang waktu untuk saya yang relatif hanya makan pisang saja...

Begitu di Prancis, baru saya merasa betapa ragam buah ini mengikuti kebutuhan manusia...

Di musim gugur begini, saat sedang pancaroba, sedang musim juga buah-buahan yang mengandung banyak vitamin C. Ada anggur, kiwi, dan kesemek. Berbagai macam jeruk-jerukan melimpah hingga musim dingin nanti; orange, mandarine, clementine, ... yang saya bahkan tak tahu terjemahannya dalam bahasa Indonesia!...

Buah semangka dan melon datang di musim panas. Bersama stroberi, ceri, dan persik. Cocok sekali untuk melepas dahaga di hari yang terik... Hanya apel dan pir yang boleh dibilang selalu tersedia sepanjang tahun...

Ilustrasi dari Que Choisir

Belakangan, memang sudah ada rekayasa budidaya buah. Kita bisa makan stroberi segar di musim dingin. Stroberi yang ditanam di pot di rumah kaca, dengan penerangan cahaya dari lampu listrik. Stroberi yang biasanya lebih besar daripada stroberi "normal"...

Kami sendiri sedapat mungkin menghindari buah-buahan di luar musim begitu. Juga buah-buahan impor. Apalagi yang dari jauh-jauh. Lagipula, mahal juga harga manggis atau rambutan. Untung kami tak suka durian!...

Datang pertama kali di Prancis di bulan November seperti saat ini, saya banyak makan anggur waktu itu. Anggur di sini besar-besar dan manis-manis. Saya yang tak suka rasa asam dan amat jarang makan anggur di Indonesia jadi bahagia. Apalagi makan buah baik bagi perkembangan janin, kan!?...

Waktu itu suami saya tahu kalau saya tak suka rasa asam. Tak ditawarkannya pada saya jeruk-jerukan yang juga sedang musimnya. Baru beberapa lama kemudian dia mulai menawarkan clementine. Jeruk kecil yang manis...

Tapi mungkin suami tak menawari karena cara makan jeruk saya yang aneh. Saya tak mau makan kulit arinya. Setiap sisir jeruk saya buka, dan makan pulpe (kantung-kantung jus?) di dalamnya saja!... Ada yang demikiran juga kah?... Hahahaha...

Sebenarnya untuk makan anggur pun saya suka ribet. Saya dulu biasa mengupas satu per satu kulitnya sebelum makan!... Perlahan saya belajar makan kulitnya juga. Tapi tetap, saya belah dulu untuk membuang bijinya!... Hihihihi...

Memang sejak menikah, ada banyak perubahan dalam selera makanan saya. Ada faktor "makan yang ada" dan "harus ingat janin dalam kandungan" juga, tentunya. Lalu faktor bahwa produk makanan lokal Prancis yang mungkin lebih cocok dengan selera saya...

Misalnya yoghurt. Jangan harap saya minum yoghurt Indonesia! Asam! Dalam bentuk es krim sekalipun, rasa asam masih sangat terasa... Di Prancis, yoghurtnya lebih kental. Lebih sering disajikan dalam bentuk mirip agar-agar lembek. Tingkat keasamannya jauh lebih rendah... 

Awalnya saya mencoba yoghurt demi perkembangan kandungan juga. Demi asupan kalsium. Ternyata saya suka. Meski sampai sekarang masih harus menambahkan gula atau selai untuk lebih menekan rasa asamnya...

Atau aroma kopi... Kalau ini sepertinya banyak pengaruh dari suami...

Suami saya memang peminum kopi. Paginya tak bisa lepas dari kopi. Siang minum lagi, sore, lalu malam. Ya, malam! Kopi tak membuatnya jadi susah tidur. Kopi espresso tanpa gula --kesukaannya-- sekalipun...

Sampai sekarang saya tak suka minum kopi. Tapi dulu saya sensitif sekali dengan aroma kopi. Tak suka makan makanan beraroma kopi. Namun semua berubah saat sampai Prancis, di mana patisserie beraroma kopinya sangat beragam...

Saya merasa aroma kopi dalam patisserie Prancis tidak terlalu kuat. Lembut. Membelai. Tidak menusuk. Ciyeee... Dan rasa pahitnya juga cuma samar-samar saja...

Entah bagaimana cara membuat kue atau roti kopi di Indonesia, kok sampai saya tak suka. Atau sayanya saja yang sudah berubah selera?... Sepertinya memang harus mencoba kue/roti kopi lagi kalau mudik nanti... 


Comments

Popular posts from this blog

Berbagai Hidangan Kambing Khas Solo

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi