Tentang Cita-cita

Liburan Toussaint kemarin, selain menonton French Open Badminton, kami mengagendakan ke museum. Sengaja kami tambah satu hari juga perjalanan kami ke Paris. Tidak langsung pulang keesokan sesudah final...

Kami sepakat memilih dua 2 museum. Menyesuaikan keterbatasan waktu, menyadari kebiasaan kami yang kalau ke museum bisa berjam-jam. Pilihan kami adalah Musée d'Orsay dan Cité de l'architecture et du patrimoine...

Musée d'Orsay adalah museum yang sudah lama diimpikan suami. Tahun lalu karena pandemi kami tak kebagian tiket. Terlalu mepet untuk memesan tempat yang sangat terbatas. Kali ini kami memesan Jumat untuk kunjungan Sabtu. Lancar. Hanya saja kami tak menduga bahwa pengunjungnya sebanyak itu. Dan museumnya juga ternyata besar sekali. Kami tak sempat mengunjungi semua koleksinya. Padahal itu pun ada dua lantai yang sedang ditutup untuk perawatan!...

Cité de l'architecture et du patrimoine adalah pilihan Butet. Saya tawarkan beberapa opsi sebelumnya, dan museum arsitektur ini yang paling menariknya. Sesuai dengan minatnya saat ini... Heu... saat menentukan pilihan...

Lho?...

Ceritanya, sesudah mengunjungi museum itu, Butet jadi berkurang minatnya ke arsitektur!...

Bukan... Bukan karena tak suka museumnya! 

Butet sendiri bilang kalau museumnya bagus, koleksinya menarik. Tempatnya besar dan lapang. Lokasinya di Trocadero dengan pemandangan menara Eiffel sih tak menarik untuk Butet. Memang hari itu Trocadero sesak dengan turis. Maklum sedang libur sekolah. Plus hari kejepit dengan 1 November yang libur Toussaint. Masuk museum rasanya malah tenang dan nyaman...

Mengunjungi museum arsitektur membuat Butet makin menyadari bahwa menjadi arsitek tidak semudah itu. Banyak sekali yang harus dipelajari. Tidak hanya sekedar menggambar dan matematika. Dia merasa sulit mengerti semua penjelasan yang ada di museum...

Saya ingatkan Butet bahwa yang ditampilkan di museum adalah karya yang spesial. Arsitek yang ditonjolkan adalah mereka yang sudah menggeluti karirnya sejak bertahun-tahun. Mereka yang berprestasi, meraih berbagai penghargaan. Wajar saja kalau kita yang tidak (belum?) belajar tentang arsitektur tidak bisa memahami sepenuhnya...

Sampai saat saya menulis ini, Butet masih menyatakan stop untuk arsitektur. Lalu mau apa?... Belum tahu, katanya...

Saya kanget saat mendengar jawabannya. Saya pikir dia akan menjawab fokus ke animasi 2D/3D saja yang juga merupakan minatnya di samping arsitektur. Atau mungkin saya yang salah mengajukan pertanyaan?...

Omong-omong, kalau Butet memilih arsitektur, artinya dia melanjutkan impian saya yang tak terlaksana. Kalau animator 2D/3D yang dipilihnya pun demikian juga. Saya sendiri baru menyadarinya belakangan...

Sebelum mengenal informatika, lama, saya ingin menjadi arsitek. Saya tertarik pada meja gambar seorang paman yang mahasiswa arsitektur. Saya sangat suka geometri dan menggambar teknik. Namun saatnya memilih, saya menyadari bahwa kurang kreatif. Kebetulan pas saat itu informatika mendunia...

Dan saat saya mendaftar ke jurusan Informatika, salah satu pendorongnya adalah karena ingin bekerja dalam tim film animasi! Waktu itu sedang rame-ramenya Toy Story. Kayaknya keren banget, membuat film dengan memanfaatkan komputer. Bedanya, saya bukan ingin membuat animasi karakter seperti yang dicitakan Butet, tapi lebih ke sebagai pembuat latar. Mungkin terkait dengan minat saya ke arsitektur ya!?...

Saya baru disadarkan atas kesamaan minat itu oleh suvenir Facebook tentang postingan saya yang menceritakan saat kami menonton Toy Story 4 di tahun 2019. Di situ saya tuliskan bahwa filmToy Story adalah salah satu pendorong saya memilih jurusan Informatika. Dan baru tahun ini saya menyadari kesamaan minat Butet dengan saya itu!...

Perasaan sih saya sendiri tak pernah mendorong Butet untuk merealisasikan impian saya. Dia sendiri mengarah ke animasi karena hobi menggambar, bukan dari arah pemrograman (matematika) seperti saya. Meski jalan pemrograman ini menjadi salah satu alternatif Butet untuk meraih tujuan animasi juga...

Masih ada waktu untuk berpikir. Dan saya tak terlalu khawatir selama dia masih mau belajar. Ingat bahwa cita-citanya berubah seiring waktu dan sempat melalui tahap dokter hewan dan psikiater. Dan mungkin masih berubah lagi...

Yang jelas, apapun pilihannya nanti, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendukungnya. Yang jelas, saya tetap mendorongnya untuk meraih ilmu sebanyak-banyaknya, setinggi-tingginya, meski kemudian dia memilih jalan menjadi ibu rumah tangga seperti saya...

Namun saya yakin dia sadar manfaat pendidikan yang tinggi di luar untuk mencari profesi. Tak semua ibu teman-temannya masih bisa membantu mengerjakan tugas menyelesaikan persamaan kuadrat! Tapi mungkin mereka bisa membantu untuk sejarah, geografi, atau biologi...


Comments

Popular posts from this blog

Berbagai Hidangan Kambing Khas Solo

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi