Swedia 2021 H1 : Visby

Senin pagi, kami memulai perjalanan. Entah mengapa, saya tak banyak melihat jam. Mungkin karena memang niat jalan santai. Tanpa target. Jadilah dari berangkatnya pun ikutan santai...

Kami memanggil Uber sekitar jam 7 pagi. Sesuai yang kami rencanakan. Tak melihat jam berapa kami berangkat, tapi sempat melihat jam bahwa belum jam 8, kami sudah sampai airport...

Loket check in bagasi masih belum buka. Kami putuskan untuk mencari tempat duduk. Airport penuh. Banyak orang pergi berlibur. Atau kembali ke tempat tinggal mereka. Jelas sulit menjaga jarak. Tapi semua tertib bermasker. Dan terdengar pengumuman yang berulang kali mengingatkan pengunjung untuk tetap mengenakan masker...

Sekitar setengah 9, kami melihat bahwa loket check in untuk penerbangan kami sudah dibuka. Kali sudah check in online. Tapi ada bagasi Ucok yang harus dimasukkan ke pesawat. Ucok dan papanya pun mengantri selama saya dan Butet tetap duduk santai...

Ternyata antrian panjang dan lambat sekali pergerakannya. Jam 9an, suami saya memanggil kami untuk bergabung sebelum antrian memasuki daerah yang susah ditembus. Kali-kali saja semua harus tetap check in. Karena tak jelas bagaimana prosedur selama pandemi...

Dan untung saja kami maju berempat. Karena di situlah satu-satunya tempat di mana ada pengecekan EU Covid-19 Certificate. Tak ada tempat lain yang melakukan pemeriksaan... 

Bagaimana dengan mereka yang check in online dan tidak membawa bagasi ekstra? Sertifikat termasuk dalam berkas yang harus dimasukkan dalam check in online. Jadi memang dari check in ini sudah dilakukan pemeriksaan kelengkapan sertifikat...

Di konter check in, sempat ada kejadian yang menurut saya unik juga; petugas tak tahu tentang Visby!

Memang petugas check in belum tentu dari maskapai sih ya. Dan kemarin, jelas-jelas petugasnya orang Prancis dilihat dari logat berbahasanya... Tapi bahwa dia menanyakan Visby? C'est quel pays? Membuat saya tersenyum sesudah lama mengantri... 

Tak apa lah. Petugas cukup ramah dan menawari kami untuk check in bagasi tangan kami secara gratis. Lumayan. Mengurangi tentengan...

Sudah hampir setengah 10 kami baru sampai di gate. Kami sempatkan ke toilet, main game yang disediakan di airport, dan membeli minuman sebelum akhirnya boarding yang dibuka agak lambat. Tapi efektif. Jam 10 pesawat sudah mulai bergerak. Meski saya sempat lihat jam, baru tinggal landas 30 menit kemudian...

Kami mendapatkan tempat duduk di sebelah pintu darurat. Suami saya yang memilih. Biasanya tempat ini memang lebih lega. Tapi pilihan yang salah!

Masalahnya, kami jadi tak boleh meletakkan barang di bawah tempat duduk di depan kami. Semua barang harus diletakkan di kompartimen bagasi di atas. Akibatnya, saya dan Butet panik mengeluarkan perlengkapan tempur yang diperlukan selama perjalanan. Tiga jam Nice-Stockholm kan lumayan juga tuh...

Perjalanan lancar dan nyaman, meski sampai di Stockholm cuaca hujan. Butet bisa tidur di nyaris sepanjang perjalanan. Saya hanya bisa tidur sejenak sampai pramugari yang membawa kereta makanan berhenti tepat di sebelah saya selama beberapa lama. Aktifitasnya membangunkan saya... Saya manfaatkan untuk membaca. Kebetulan masih ikut tantangan Gramedia Digital juga...

Pesawat tiba di Arlanda pukul 12 lebih sedikit? Saya lupa tepatnya. Tapi tak sampai 30 menit terlambatnya. Kami tak bisa langsung keluar pesawat. Entah apa yang terjadi. pengumuman diberikan dalam bahasa Swedia! Hanya waktu tunggu saja yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris!...

Penumpang mulai keluar 30 menit setelahnya. Seperti yang sudah diumumkan sebelumnya. Semua penumpang sabar menunggu. Tak ada yang berdiri mengambil barang pun! Duduk rapi sampai dipanggil baris per baris untuk keluar dari pesawat!...

Seperti di Nice, di Arlanda pun hanya satu terminal yang beroperasi. Alasan pandemi, juga saya lihat karena ada banyak proyek renovasi. Atau mungkin renovasi dilakukan memanfaatkan adanya pandemi? Entahlah...

Yang jelas di sini kami mulai menyadari bagaimana wolesnya masyarakat Swedia menghadapi pandemi dengan banyaknya orang tak bermasker...

Kami sempatkan makan siang di sebuah boulangerie --ya, memang begitu namanya-- dalam perjalanan ke gate yang membawa kami ke Visby. Terlihat hujan turun. Cukup deras juga. Deg-degan saya membayangkan bagaimana penerbangan nantinya...

Pesawat menuju Visby lebih kecil daripada pesawat-pesawar yang pernah saya tumpangi sebelumnya. Bisa dibayangkan pasti tak sestabil pesawat besar, kan!?... Apalagi Ucok sempat cerita pengalaman terbangnya yang pertama yang juga di bawah hujan, yang cukup menegangkan, katanya...

Kami masih harus naik bus untuk menuju pesawat. Ada 15 menit kami menunggu di dalam bus. Di bawah hujan! Makin menambah ketegangan saja... Pesawat dijadwalkan 15.15 dan bus baru berjalan jam 3 sore. Tepat saat hujan berhenti dan matahari menampakkan dirinya!

Ternyata pesawat tak kecil-kecil amat. Tempat duduk per 2 penumpang. Pesawat penuh. Saya duduk bersama Butet. Suami saya di seberang. Ucok agak jauh karena memang pembelian tiketnya yang hanya sekali jalan terpisah...

Take off dan landing berjalan sangat mulus. Rasanya baru kali ini saya merasakan penerbangan sedemikian nyamannya. Atau mungkin memang sudah lama tak terbang saja ya!? Dan biasanya juga cuma setahun sekali terbang itu!...

Perjalanan hanya berlangsung 40 menit. Kami mendarat di Visby yang cerah ceria…

Seperti yang sudah digambarkan Ucok, bandara Visby kecil sekali. Hanya ada satu terminal dengan satu bagasi belt. Langsung ke pintu keluar…

Sambil menunggu bagasi, kami membeli tiket bus untuk ke kota di mesin otomatis. Sebentar saja, bagasi sudah keluar…

Perjalanan ke kota hanya 15 menit saja. Melewati perkampungan yang hijau dan asri. Kami turun di bus station sesuai petunjuk sopir yang ramah. Di sana kami berpisah dengan Ucok yang arah asramanya berbeda dengan arah hotel kami di kota…

Sempat salah mengikuti petunjuk Ucok, kami tiba di hotel dengan cukup lancar. Lelah. Sudah Asar. Jam 5 lebih, maksudnya!...

Kami memilih istirahat saja dan keluar untuk ke supermarket yang tak jauh dari hotel. Kami lupa membawa sikat gigi. Sekaligus mencari makan, niatnya…

Hotel kami terletak di luar benteng yang membatasi pusat kota. Tepat di sebelah benteng, bahkan. Tapi jadi dekat dengan supermarket. Dan ini menguntungkan. Karena tak banyak swalayan di pusat kota Visby. Bahkan kami hanya melihat satu saja…

Kami sempatkan menaiki reruntuhuan benteng di depan hotel. Pemandangan indah ke laut Baltik dan sedikit perumahan. Memang daerah Visby naik-turun. Hanya terlihat atap-atap dan menara-menara gereja yang tinggi saja...

Lelah dan malas mencari tempat makan, kami membeli mi cup saja untuk makan malam. Sesudah makan dan sholat, kami langsung tidur. Mengecharge tenaga untuk keesokan harinya...




x

Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah