Swedia 2021 H3 : Visby

Hari ke tiga masih diramalkan ada hujan. Kali ini kami sudah bersiap. Butet dan papanya dengan jaket baru mereka, saya dengan payung bunga-bunga barunya Butet. Ya, payung baru itu sudah dijadikan hak milik Butet!...

Karena tak ada yang beride mau ke mana, saya mengusulkan untuk ke museum saja. Museum baru buka jam 10. Bertepatan dengan prakiraan turunnya hujan!...

Kami sarapan cepat saja. Butet tidak tertarik dengan menunya. Dia hanya minum coklat panas saja. Saya yang sudah tak biasa sarapan berat hanya tertarik pada telur orak-arik dan mentimun, lalu minum coklat panas juga. Hanya suami saya yang bisa benar-benar memanfaatkan buffet...

Kami kembali menyusuri jalan yang relatif sama dengan hari sebelumnya. Hanya kali ini, saya penasaran memasuki jalan di sebelah gedung Universitas Uppsala yang sehari sebelumnya tak kami lewati karena memilih menyusuri pantai...

Untuk berganti pemandangan, kami memilih jalan di seberangnya, tidak di pinggir laut...

Kami melewati beberapa toko suvenir. Melihat-lihat barang-barang yang dijual di depannya. Survey. Tak membeli. Karena kami masih mau jalan-jalan...

Ternyata memang pintu masuk utama universitas ada di jalan yang tak kami lewati sebelumnya itu. Ada tulisan besar di atas, dan juga peta petunjuk ruangan di depannya. Di sebelah pintu utama terlihat kantin. Lebih jauh ada perpustakaan yang belakangan Ucok memberitahu kami, berbagi dengan perpustakaan kota...

Universitas terlihat sepi. Memang masih musim libur. Tapi ada saja mahasiswa yang mungkin perlu belajar, atau kembali ke kampus leboh awal seperti si Ucok...

Perjalanan kami lanjutkan ke taman Almedalen yang dihiasi kolam dengan air mancur. Di sekitarnya ada banyak sekali bebek dan burung. Butet senang mengambil foto. Saya juga. Apalagi taman berlatar pemandangan kota Visby...

Perlahan awan datang dan menutupi matahari. Terdengar guntur menggelegar dari jauh. Tak lama kemudian rintik hujan turun. Kami bergegas bergerak. Tujuan ke museum. Sudah lewat jauh dari jam 10. Kami keasikan di taman...

Di depan museum ada banyak orang. Kami pikir mengantri. Sepertinya berlindung dari hujan saja...

Kami membeli dua tiket dewasa di loket. Butet gratis, karena masih di bawah 18 tahun...

Awalnya kami pikir museum kecil saja. Ternyata masih ada ruang lain. Naik, lalu turun. Sampai basement yang dulunya merupakan gudang penyimpanan di abad pertengahan. Bahkan sampai lubang toiletnya!...

Rencana sudah bakal keluar di jam makan siang, ternyata sampai jam 1 kami masih asik melihat-lihat. Kemudian lanjut ke butik suvenir, tentuuu...

Di butik kami menemukan miniatur kambing yang sering terlihat di jalanan Visby. Kami sudah sempat melihatnya di salah satu toko suvenir. Tidak menyangka bahwa di museum ada. Dengan harga lebih murah, pula!...

Selain dua miniatur kambing batu, kami juga membeli sebuah kambing yang terbuat dari wol kambing Gotland...

Kami menyusuri jalan depan museum untuk mencari tempat makan. Ada satu yang menarik dan terlihat ada tempat. Tapi pelayannya tidak ramah saat meminta kami menunggu. Kami pergi saja...

Itu satu-satunya pengalaman atas ketidakramahan orang Visby. Bahkan Swedia. Selama terutama di Visby, kami melihat semua orang ramah dan murah senyum. Bahkan kasir di supermarket yang melayani kami yang tak mengerti bahasa Swedia pun!...

Kami memutuskan berjalan-jalan dulu menyusuri pantai. Ingin membuat foto laut Baltik dengan langit cerah. Karena sehari sebelumnya hujan, kan!?...

Kalau sehari sebelumnya kami masuk dari gerbang Visby Ringmur, kali ini kami keluar dari sana. Menyusuri pantai hingga Botanical Garden. Saya pikir, mungkin kami bisa mendapatkan makanan di daerah sana...

Ternyata kami malah lama di taman. Padahal kami tak menyusuri keseluruhan taman. Butet berhenti lama untuk memfoto mawar-mawar yang berwarna-warni. Terlihat banyak orang berpakaian ala abad pertengahan yang lalu lalang...

Memang ada pasar dalam rangka Medieval Week di depan taman. Sayangnya, untuk mengaksesnya harus membeli tiket. Tertib. Tak ada penjual yang melanggar batas festival... 

Kami pun melanjutkan perjalanan. melewati reruntuhan gereja Saint Nicolas, dan akhirnya kami ke spot andalan di Stora Torget. Kami makan di restoran burger yang direkomendasikan Ucok. Pelayan yang ramah menyajikan air putih begitu kami duduk. Mungkin memang kami terlihat kehausan...

Sesudah makan, kami berjalan santai menuju hotel. Sengaja agar cleaning service bisa bekerja sebelum kami sampai. Mencoba jalan lain sambil melihat suasana kota yang berbeda...

Kami sengaja istirahat siang lagi. Malam itu kami sudah memesan tempat di sebuah restoran untuk makan pada pukul 20.30... Malam sekali? Restoran yang sepertinya cukup populer menawarkan alternatif jam 18. Terlalu awal, untuk kami!...

Dan memang saat kami datang, restoran sudah penuh. Kami didudukkan di meja di teras. Di sebelah keranjang yang penuh dengan selimut... 

Belakangan saya perhatikan memang semua restoran menyediakan selimut seperti itu. Agak aneh buat kami karena ini kan musim panas! Tapi memang musim panas di Swedia dingin juga. Meski tak sampai meminta selimut, kami makan berjaket...

Kali ini porsi makan malam kami kecil. Suami saya lupa bahwa ada yang menulis review untuk memesan kentang goreng di samping toast yang jadi menu andalan restoran Backyard... Untuk saya dan Butet, menu utama sudah cukup. Untuk suami jelas kurang!...

Kami pulang lewat jam 10 malam. Masih cukup banyak orang di jalanan. Langit masih terang meski matahari sudah terbenam sejak hampir 2 jam sebelumnya... 

Itu saja sudah masuk bulan Agustus. Jadi ingin tahu juga bagaimana langit di negara di belahan utara bumi begitu di puncak musim panas ...


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah