Swedia 2021 H5 : Stockholm

Kami malas beranjak dari tempat tidur. Begitulah kalau jalan-jalan tanpa targetan. Hanya suami saya yang keluar pagi-pagi mencari sarapan. Harus ngopi, dia... Pulang membawa roti cardamom (kapulaga?) yang aneh rasanya...

Menghindari kue kayu manis, katanya! Karena kami lihat orang Swedia suka sekali memasukkan kayu manis dalam segala masakannya. Dan suami saya tahu kalau saya tak terlalu suka kayu manis. Eh ternyata malah dapat yang aneh juga!

Kami baru keluar saat menjelang jam makan siang. Butet meminta ke Max yang terletak tak jauh dari stasiun. Tempatnya luas. Tapi sayang ada perbaikan jalan di sebelahnya. Dan mesin pembeliannya semua hang saat kami coba memesan dengan menggunakan bahsa Inggris...

Dengan kentang goreng yang terlalu banyak garam, Butet bilang tak mau lagi ke Max!... Tapi perjalanan belum selesai, kan!?...

Sesudah makan siang, kami menuju ke Gamla Stan, kota tua Stockholm. Mampir dulu ke hotel yang memang di jalur perjalanan, untuk ke toilet. Tanpa peta, kami jalan asal saja. Niatan menelusuri setting film Kiky Delivery Service-nya Miyazaki pun gagal. Lagipula sedang ada banyak sekali proyek renovasi...

Storkyrkan yang saya incar menaranya tertutup terpal. Istana kerajaan juga tersembunyi di balik tangga-tangga dan papan-papan. Seperti mengingatkan kami; katanya tak ada target?...

Kami hanya foto-foto di luar dan masuk ke butik suvenir saja. Tapi tak ada yang menarik...

Kami sempatkan duduk berlama-lama di depan gedung Nobel. Sambil istirahat menikmati matahari, Butet menggambar. Ada banyak orang di sana. Tak ada yang mengenakan masker!...

Kami melanjutkan jalan kaki ke daerah perbelanjaan. Mencari koper, karena repot juga memaksakan pakaian-pakaian kotor yang terasa lebih tebal ketimbang pakaian bersih ke dalam koper kabin kami. Belum lagi jaket dan payung yang kami beli di Visby. Padahal kami kan belum beli oleh-oleh!... Meski sebenarnya kami tak biasa membeli oleh-oleh juga sih...

Tak mudah mencari koper di kota yang tak kami kenal. Bukan hanya bahasanya yang sama sekali tak kami kuasai. Namun juga nama-nama tokonya yang asing...

Sambil mencari koper, kami sekalian mencari Flying Tiger. Keisengan hakiki, request Butet!...

Menurut google map dan website Flying Tiger, ada dua gerai di pusat kota Stockholm. Sudah mengikuti GPS, tapi tak ketemu juga. Jangan-jangan di atas? Atau di bawah? Ingat kan, bahwa kami sempat tersesat karena jalanan di Stockholm yang bertingkat. Apalagi ini ada kemungkinan bahwa toko terletak di dalam salah satu mall yang mengelilingi bundaran Sergels Torg!

Suami saya menemukan informasi bahwa ada koper di Ahlens yang masih di sekitaran juga. Sepertinya itu semacam Galleries Lafayette-nya Swedia. Atau apa ya, di Indonesia? Matahari? Jaringan toko besar yang menjual segala dari fashion, kosmetik, dan aksesoris lah...

Kami menemukan koper dengan harga diskon 50%. Merk Eastpack, pula! Lumayan... Tapi tetap saja sebenarnya merasa rugi. Lebih baik membeli tas Sandqvist buat saya ketimbang beli koper yang kami masih ada kan!?...

Keluar dari Ahlens, saya penasaran. Saya minta suami membagi koneksi internetnya. Entah memang suami yang kurang cermat atau memang karena sudah lebih dekat, saya langsung menemukan lokasi Flying Tiger!

Di jalur ke Flying Tiger, terlihat supermarket Ica di google map. Tapi tak kami lihat di kenyataan. Mungkin ada di bawah tanah di salah satu mall yang kami lewati...

Bahagia si Butet menemukan Flying Tiger. Membeli satu planner dan penghapus. Hanya sekitar 5 euro. Memang tak butuh-butuh amat juga sebenarnya. Tapi ya menyenangkan anak lah....

Flying Tiger yang kami kunjungi masih berada di sekitar Sergels Torg. Entah yang satu lagi ada di mana tepatnya. Dari google map sih seharusnya tak jauh. Mungkin sudah tidak ada lagi tapi belum diupdate infonya. Dan Butet sudah cukup puas. Tak mau mencari lagi...

Saat mencari jalur pulang, ternyata kami sudah berada di bagian Drottninggatan yang tak jauh dari hotel! 

Kami sengaja pulang ke hotel untuk istirahat siang. Kami dapati kamar sudah dirapikan, tapi sabun mandi dan tisu basah tidak diperbarui...

Kami keluar lagi untuk makan malam di Bistro Bestick dengan reservasi sebelumnya. Restoran penuh! Semua meja terisi. Menunya sebenarnya memang menarik. Makanannya juga pada dasarnya enak. Hanya saja, terlalu asin untuk lidah kami!... Atau memang orang Stockholm suka asin ya!? Karena di Max saja kami merasa keasinan... 

Saat pulang, lagi-lagi kami terjebak jalanan yang bertingkat. Cuma berniat ganti satu belokan saja, ternyata kami harus turun satu lantai! Padahal kami tidak merasa jalanan naik. Dan hanya satu blok. Tidak jauh!... 

Tapi toh kami santai. Dan tidak benar-benar tersesat juga... Anggap saja menikmati cuaca cerah di jalanan yang masih rame, meski udara dingin juga untuk ukuran musim panas... 😄


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah