Bajakan : Prestise vs Persepsi

"Ma, lihat! Made in Indonesia!" Butet mendatangi saya yang sedang memasak dengan mata berbinar. Dia membawa tas barunya yang baru tiba. Kami membeli online dengan memanfaatkan soldes d'Γ©tΓ©, diskon besar-besaran musim panas. Hanya 50% dari harga aslinya. Lumayan untuk mengganti tasnya yang sudah berumur 3 tahun dan sudah butut... Ditunjukkannya labelnya, Made in Indonesia...


Anak yang lahir dan besar di Prancis itu memang sensitif dengan unsur-unsur Indonesia. Tidak hanya saat di sekolah dia berusaha membela bangsanya --halah-- saat diskusi tentang negara maju, berkembang, atau terbelakang. Tapi juga sangat senang jika sekedar menemukan tulisan Made in Indonesia di pakaian ataupun mainannya...

Prestise

Saya jadi teringat cerita lama seorang teman yang mengantarkan ibu-ibu pejabat Indonesia berbelanja mode saat sedang perjalanan dinas di Prancis. Mereka menolak membeli barang-barang Made in Indonesia, kabarnya! Saya jadi bertanya-tanya; lalu, beli apa mereka?...

Seperti tas Butet yang bermerk AS, banyak produksi barang-barang mode bermerk besar Eropa dialihkan ke negara ke tiga. Termasuk di antaranya Indonesia. Dan saya lihat sampai saat ini, barang-barang yang diproduksi di Indonesia adalah yang kualitasnya bagus. Yang biasa-biasa saja, diproduksi di negara lain...

Sudah tak banyak merk mode Prancis yang diproduksi dalam negeri. Jarang. Kalaupun ada, mahal sekali!... Karena tentunya yang dicari adalah merek terkenal kan ya!? Apa gunanya membeli barang yang tak dikenal dan tak bisa dipamer-pamerkan di Indonesia, bukan!?...

Mungkin para pejabat itu memang cukup mampu untuk membeli barang branded fabriquΓ© en France. Kalau tidak, apa mereka lebih memilih Made in Tunisia atau Bangladesh?... Masa oleh-oleh mereka isinya bolpen Bic saja? Atau buku tulis Claire Fontaine?... πŸ˜† 


Ya ya ya... masih ada parfum yang tidak semahal tas siiih... Atau coklat. Meski sebenarnya coklat lebih ke Belgia atau Swiss ketimbang Prancis...

Tapi ya ga papa. Daripada melipir dari toko trus beli di pasar. Mau merek apa saja ada. Dengan harga yang 10 kali lipat lebih murah. Bajakan, tentunya!...

Konsumen vs Produsen

Itu tadi cerita lama. Tapi sayangnya, ini cukup sering saya lihat. Demi gengsi memilih membeli barang bermerek tapi bajakan. KW1, KW2, dst dst... Dan kalau ditegur, dalihnya ada saja. Sampai ke tahap toh merk ini sudah besar. Pemiliknya sudah kaya. Dibajak juga nggak kerasa!... Sebegitunyakah?...

Dari sisi produsen sendiri, saya kadang tak mengerti. Saya dengar banyak barang bajakan yang kualitasnya tak jelek-jelek juga. Bahkan bagus. Mengapa tak membuat merk sendiri? Tak ada ide model? Takut tidak laku? Tak mampu bersaing dengan merk besar yang sudah ada? Sebegitunyakah?...

Persepsi

Saya sendiri bukan penggemar barang bermerk. Malah cenderung tidak suka barang bermerk terkenal. Karena saya tak mau dinilai dari tas saya, pakaian saya, sepatu saya, ... Barang bermerk kan langsung ketahuan tuh, range harganya. Atau bahkan harga tepatnya...

Oh itu tasnya seharga 500 euros. Tapi mungkin belinya pas promo... Padahal saya beli dengan harga penuh!... πŸ˜’ Lho?... Hehehehe... 😝

Saya lebih suka barang takbermerk terkenal. Yang orang tak bisa langsung tahu harganya. Kalau bisa, yang Made in Indonesia, dong!... Yang penting, kualitas tetap utama biar tahan lama lah!... Tapi bajakan? No way!...

Lagipula, mau bermerk atau tidak, persepsi orang tergantung pemakainya juga. Kalau saya pakai barang bermerk luks di Prancis, orang-orang akan memandang alah! paling juga beli di Ventimiglia (daerah Italia perbatasan yang terkenal dengan pasar barang bermerk bajakannya)... Tapi kalau saya pakai barang tak berlabel saat di Indonesia, orang yang tahu kalau saya tinggal di Prancis berkomentar, wah emang tas Prancis itu keren-keren ya!?... 😁

Yang Penting Isinya!

Seperti kata peribahasa; jangan menilai orang dari tasnya!... Eh?... πŸ˜„

Tapi memang apalah arti sebuah tas. Yang lebih penting, jelas isinya! Tak ada gunanya tas bagus dan mahal tapi isinya cuma recehan kartu kredit yang limitnya terbatas sekali kan!?...

Kita tak bisa tahu jika ternyata tas teman kita yang tak bermerk itu malah isinya justru jauh lebih bernilai ketimbang tas teman lain yang bermerk terkenal. Dan bukan tas bajakan, tentunya! Biar isi tas yang mungkin tak seberapa itu, tak kehilangan berkahnya...


Isi tas murmer saya yang bermerk salah satu pusat perbelanjaan Prancis dan dibeli di Prancis tapi buatan Cina dan ternyata importirnya perusahaan Indonesia itu?... Heu... Sama berantakannya dengan tulisan yang dibuat dengan dikejar deadline ini!... πŸ˜…

---

Tulisan ini dibuat untuk mengejar sertifikat setahun meramaikan Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Agustus 2021 dengan tema Budaya Hidup Tanpa Bajakan...




Comments

  1. hahaha aduh aku ketawa bagian mengejar sertifikat. Tasku keren dong dari Cannes loh! Hehehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aseeek... Ga ada tulisan made in mana kan!?... 😁

      Delete
  2. Hihihi...hidup sertifikat teh ��������

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih 3 bulan lagi. Semangat semangaaattt... πŸ’ͺπŸ˜…

      Delete
  3. Sepupu aku ada yang kalau ke eropa malah cari made in indonesia. Karena eksklusif dijual di Eropa katanya πŸ˜… bener bgt sih teh daripada mengejar merk tp kw mending beli dengan harga sama merk yg original walaupun nggak terkenal.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh ya? Eksklusif ya? Wah, jadi makin semangat dan bangga pake made in Indonesia nih!... πŸ˜ŽπŸ‘

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah