Satu Utang Terlunasi

Jumat lalu, saat saya belanja di swalayan, saya bertemu dengan seorang teman. Dia adalah ibu dari adik kelas Butet yang tinggal tak jauh dari rumah kami. Kami sempat berbincang panjang di depan rak tisu kertas sebelum kemudian janjian ketemuan.

Kami janjian jam 9 di boulangerie yang tak jauh dari rumah kami. Saya pikir, karena rumah kami searah, kenapa kami tak jalan bareng sekalian? Karenanya, 15 menit sebelum jamnya saya telepon dia. Dan kami pun punya ekstra 10 menit selama jalan santai ke lokasi tujuan.

Teman saya itu mentraktir saya. Alasannya karena dia yang mengajak ngopi di luar. Padahal saya juga pengin ketemuan kan!? Dan saya bilang harusnya saya, yang lebih tua, yang mentraktirnya. Tapi dia bersikeras menolak.

Saya jadi ingat saat pertama kenal dengannya. Wah, sudah lama sekali. Sudah belasan tahun. Saat itu anak-anak kami masih maternelle. Dia mengungkapkan.rasa senangnya berkenalan dengan perempuan seusianya. Karena si Butet hanya 2 tahun di atas anaknya, dia tak menyangka kalau saya hampir 10 tahun lebih tua! Iyaaa, mau pamer kalau terlihat lebih muda! Hahaha!

Dia bercerita bahwa sudah lama tak ketemuan dengan teman-teman di luar rekan kerjanya. Ibu-ibu sesama orang tua siswa yang dulu sempat akrab, sudah putus hubungan. Ada banyak masalah, ketidakcocokan, perselisihan, ... yang didasari dari prinsip pendidikan anak.

Namun katanya ada juga beberapa temannya yang masih baik hubungannya. Dengan mereka ini, teman saya itu jarang bertemu. Paling saling kontak via messaging atau telepon. Dan saat bertemu, dia merasa lebih dekat.

Saya katakan padanya bahwa mungkin keseringan ketemu itu justru yang membuat hubungan jadi rentan. Kita jadi membicarakan hal-hal yang tidak perlu, saking yang perlu-perlu sudah habis dibicarakan. Malah kadang, sampai ngomongin orang lain segala! Duh!

Kami sendiri berbincang hampir 3 jam. Sempat berpindah dari meja dekat jendela ke meja lebih tengah karena sinar matahari yang terlalu langsung. Kami hanya membicarakan diri, anak-anak, dan keluarga. Keluarga dalam kaitannya dengan diri kami sendiri. 

Sedang asik berbincang, seseorang datang menyapa. Rupanya Nenek yang tinggal di sekitaran. Dia menanyakan apakah kami mengenal orang yang bisa membantunya belanja dan bersih-bersih rumah. Kami pun berjanji akan mengabarinya jika menemukan orang yang bisa.

Setelah dia pergi, teman saya bertanya tentang nenek itu. Saat saya jawab bahwa sebenarnya saya tak mengenalnya, dia heran. Dia sendiri melihat saya meminta nama dan nomor telepon si Nenek.

Ya, memang saya hanya sebatas menyapanya dan menanyakan kabarnya saat kami sesekali berpapasan. Saya sendiri tak menyangka bahwa nenek itu menyapa kami untuk sesuatu yang menurut saya cukup penting itu.

Saya meminta teman saya untuk mengabari jika ada yang berminat membantu si Nenek. Saya sendiri berniat untuk mengontak si Nenek dan kenapa tidak menemaninya berbelanja. Namun saya tak berani berjanji melakukannya secara profesional: regular dan jangka panjang. Mengingat situasi saya sendiri yang belum stabil, dan masih suka jalan-jalan!

Begitulah akhirnya Senin pagi ini saya bisa melunasi salah satu utang ketemuan. Satu lagi mustinya Kamis nanti. Dan saya sudah sempat bertelepon panjang-lebar dengan salah satu kakak yang sepertinya masih akan sulit bertemu langsung. Semoga segera ada kesempatan. Dalam situasi yang menyenangkan, tentunya! Aamiin....


Comments

Popular posts from this blog

Foto Kelas

Menengok Ketentuan Pemberian Nama Anak di Prancis

Perjalanan Bela Bangsa