Ratu-ratu Queens: The Series

Sabtu malam, saya susah tidur. Meski suhu secara garis besar sudah agak turun, suhu malam masih di atas 20°C. Masih belum nyaman untuk tidur.

Sambil menunggu kantuk, saya melanjutkan menonton serial Ratu-ratu Queens yang sudah mulai saya tonton sehari sebelumnya di Netflix. Ya ya ya, itu bukan cara yang tepat untuk mencari kantuk. Dan memang saya tak berhasil tidur setelahnya!

Kisah Perempuan Imigran 

Menceritakan tentang Party yang sudah beberapa waktu ditinggalkan oleh teman kontrakan apartemennya dan mencari teman kontrakan baru karena biaya sewa apartemennya yang terlalu besar untuk ditanggungnya sendiri.

Setelah sekian lama mencari dan mewawancarai beberapa kandidat, Party bertemu dengan Ance, seorang perempuan Indonesia, dan Eva, putrinya. Selain karena kehilangan pekerjaan (yang saya tak menangkap pekerjaannya), Ance ingin pindah dari rumah yang sudah lama ditinggalinya untuk tidak terlalu terkenang dengan almarhum suaminya.

Party kemudian menampung Chinta yang baru saja diceraikan suaminya yang selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Chinta sebelumnya sempat mempekerjakan Party sebagai pembantu.  

Lalu datang Biyah, seorang tunawisma yang membantu Eva saat terkunci di luar rumah. Party mengizinkannya tinggal di ruangan yang sedianya dipergunakan sebagai gudang.

Empat perempuan imigran Indonesia itu pun mulai tinggal di apartemen yang sama di Queens.

Realitas Imigran

Saya sudah "mengenal" ratu-ratu Queens di film Ali dan Ratu-ratu Queens sebelumnya. Saat menonton serial kemarin, saya sudah tak ingat lagi siapa saja para ratu waktu itu. Begitulah kebiasaan saya: lupa sesudah menonton film/seri dan membaca buku. Mungkin agar memori nggak overload ya!?

Karena itulah saya ingin menulis catatan sesudah menonton atau membaca. Biar tak mengulang tontonan atau bacaan yang sama. Pernah, tuh, soalnya! Hahaha.

Kembali ke serial....

Dibanding film Ali yang sempat membangkitkan banyak diskusi baik di internal grup Whatsapp yang saya ikuti dan di media sosial, menurut saya serial Ratu-ratu Queens jauh lebih lojik. Saya tak bisa menilai mengenai apakah memang apartemen di Amerika begitu luas dan kerennya karena di Prancis jelas-jelas sangat pelit space. Namun faktor-faktor lain bisa menggambarkan realita dinamika (perempuan) imigran di luar negeri.

Secara pribadi saya mengenal beberapa perempuan Indonesia yang dibawa merantau tanpa bekal pengetahuan tentang negeri tujuannya. Ada yang nasibnya seperti Chinta yang dari hidup mewah lalu tahu-tahu diterlantarkan—jelas bukan karena ke mana-mana membawa sambal botolan. Ibu-ibu yang ditinggal suami dengan tanggungan anak pun ada. Bahkan yang tak seberuntung Ance yang masih bekerja sehingga tak harus bergantung pada tunjangan negara. 

Di Prancis sangat sulit bekerja tanpa izin resmi. Karenanya tak banyak kasus seperti Party. Dalam lingkup WNI nih ya. Begitu izin habis pun, pemberi kerja tak berani mempekerjakan. Terlalu beresiko pada izin usahanya. Kalau dari sisi menikah demi izin tinggal sih adaaa.

Saya bersyukur tidak mengenal saudara sebangsa yang bernasib seperti Biyah, yang harus menggelandang, tak punya tempat tinggal tetap.

Tapi ya begitulah: menjadi imigran tidak selalu seindah yang diharapkan.

Setting Cerita

Ada satu yang membuat saya bertanya-tanya dari awal: sebenarnya, serial ini bersetting tahun berapa? Sampai di episode 4, saat Ance mengajak Eva ziarah ke makam ayahnya.

Di baru nisan tertulis tahun meninggal 2005. Sebelumnya, sempat dibicarakan bahwa Ance sudah menjadi ibu tunggal sejak 8 tahun. Ah, berarti kisah serial berlangsung pada tahun 2013 dong ya!? Plus-minus setahun, 2011—2014 lah!

Namun kemudian di episode 6, ada adegan di mana tampak layar telepon Party. Di situ tertulis "Friday 17 Sept". Kurang kerjaan, saya cek, di tahun berapa 17 September jatuh di hari Jumat. Ternyata bukan di rentang 2011—2014! Yang paling masuk ke dalam pasca meninggalnya suami Ance adalah tahun 2010. Melihat bagaimana Ance digambarkan sangat merasa kehilangan suaminya, saya rasa tak mungkin mereka berpisah sebelumnya.

Lagi-lagi saya tersandung di masalah detail ya!? Hahaha. Tapi saya menikmati serial ini kok. Selain soal tanggal itu, ceritanya cukup kuat. Akting para pemeran utamanya bagus-bagus, dan pengambilan gambarnya keren.

Agak lama baru saya terpikir bahwa serial ini adalah prekuel dari film Ali dan Ratu-ratu Queens. Memang saya tak mencari info sebelum menontonnya. Saya jadi memaklumi usia para aktris yang menurut saya terlalu dewasa dibanding tokoh yang dimainkan. 

Ending yang Aman?

Saya sempat keder dengan adegan flashback Biyah dan Tuti. Pilihan sudut pandang gambarnya, gestual kedua perempuan, pembicaraannya, ... apalagi saat Biyah mengigau dan menyebut nama Tuti. Apa iya, segitunya sampai menyebutkan nama seseorang yang melarikan uang kita di saat tak sadarkan diri? Saya sempat takut bahwa produksi Indonesia memasukkan nilai-nilai yang tak sesuai dengan norma bangsa saya hanya demi inklusivitas. 

Karenanya saya cukup senyam-senyum saat mendapati "ending aman" yang dipilih untuk menutup seri ini, meski tetap saja, saya menyesalkan adegan minum-minum yang kurang konsisten dengan karakter relijius Party.

Ending terbuka? Yah, boleh lah. Tapi kan sebenarnya ada lanjutannya di Ali dan Ratu-ratu Queens tuh! Jadi, kalau mau tahu nasib keempat perempuan (plus Eva)—dan hubungan Party dengan Luca?—tonton saja filmnya! Masih ada kok, di Netflix!

Dan saya pun jadi pengin menonton ulang juga! Hehehe.

---

Bagaimana akhirnya saya bisa tidur?

Membaca!

Heuuu... hahaha!


Comments

Popular posts from this blog

Foto Kelas

Menengok Ketentuan Pemberian Nama Anak di Prancis

Perjalanan Bela Bangsa