Utang Ketemuan

Kamis pagi tadi, sedianya saya ada janji temu dengan seorang sahabat. Namun selumbari, dia membatalkannya. Ada urusan keluarga yang harus diselesaikan. Kami berencana mengundurnya ke Kamis depan.

Pada dasarnya tidak masalah. Hanya saja, saya jadi harus menyusun ulang agenda bayangan karena sudah berniat ingin mencicil "utang" ketemuan dengan beberapa teman lain minggu depan nanti. 

Yang pertama adalah dengan nenek dari salah satu kakak kelas Butet di primaire (SD). Ya, cukup jauh hubungannya. Saya juga tak menyangka saat suatu hari saat Butet—dan tentu juga cucunya—sudah lulus primaire, si nenek yang sebelumnya hanya sekedar jalan bareng saat mengantar atau menjemput sekolah itu meninggalkan sepucuk surat di kotak surat kami. Dia menuliskan pesan ingin berbincang sesekali waktu. Dan kami bertemu beberapa kali setelahnya.

Sudah lama sekali kami tak berkencan minum teh. Kuncitara dilanjutkan pasca kuncitara di mana Paksu wfh adalah salah satu alasannya. Lalu si nenek sangat sibuk saat suaminya—yang belum sempat saya kenal—meninggal dunia dan perlu mengurus segala administrasinya. Kami hanya sempat berbincang saat tak sengaja berpapasan di jalan. Janji-janji ketemuan yang mengakhiri setiap perjumpaan belum terealisasi sampai sekarang.

Kebetulan, saat jalan pagi Selasa yang baru berlalu, saya bertemu dengannya. Kami berbincang cukup lama, berdiri di trotoar boulevard Carnot yang ramai kendaraan. Tentu saja lagi-lagi diakhiri harapan untuk bisa berbincang lagi dalam suasana yang lebih nyaman. 

Teman kedua adalah seorang ibu dari adik kelas Butet di primaire. Dia tinggal di gedung yang tak jauh dari gedung apartemen kami. Saya sempat merasa kehilangan nomor telponnya saat ganti ponsel dan gagal memindahkan data. Namun saya dapati belakangan bahwa ternyata nomornya tersimpan di Google!

Sebelum periode libur musim panas kemarin kami bertemu di depan swalayan tempatnya bekerja. Dia sempat memberitahu bahwa akan cuti selama bulan Agustus. Sayangnya, awal Agustus saya sibuk persiapan pindahan Butet. Kemudian akhir Agustusnya saya sibuk menata hati. Ehem.

Saya sudah bertekad untuk mulai melunasi "utang" ketemuan dengan mereka. Satu per satu mengundang minum teh mulai minggu depan. Di boulangerie yang tak jauh dari rumah saja. Tak bisa di rumah karena ada Paksu yang bekerja.

Masih ada dua teman Indonesia yang sudah seperti kakak saya sendiri, yang hanya berkontak lewat pesan atau telepon Whatsapp. Ada lagi satu teman Indonesia yang juga di Cannes tapi agak jauh dan susah kendaraan umum, lalu ibu dari teman primaire si Ucok yang sudah lama tak terdengar kabarnya. Kemudian ibu-ibu teman Butet juga yang salah satunya masih saya mintai saran via telepon beberapa hari yang lalu.

Ya, saya merasa punya banyak utang ketemuan. Meski tentu saja, sebenarnya itu bukan semata-mata tanggung jawab saya pribadi. Teman-teman saya itu bisa saja berinisiatif untuk mengajak ketemuan juga kan!? Tak perlu menunggu saya, lah!

Namun mungkin mereka sebenarnya tak menunggu. Bisa jadi mereka berposisi seperti saya yang merindu tapi belum menemukan waktu juga kan!?

Kamis lalu, saya bertemu dengan teman-teman yang paling baru saya kenal dibanding mereka yang saya sebutkan di atas. Kami sudah saling menagih ketemuan sejak sebelum masa liburan tetapi tak kesampaian. Dadakan saja kami janjian makan siang di sebuah rumah makan buffet di luar kota dan malah sukses! 

Bonus ketemu Victor yang somse. Huh! Hahaha.

Senang, bisa bertemu kembali dengan mereka. Meski kami belum bisa dibilang dekat, obrolan kami lancar mengalir. Termasuk saat berusaha menjelaskan ke teman yang orang Prancis tentang apa yang sedang terjadi di Indonesia minggu lalu. Heu....

Saya merasa bahwa bertemu dengan teman-teman, beraktivitas di luar rumah, ... menjadi hal yang makin penting saja untuk para ibu rumah tangga seiring waktu, apalagi saat mulai berpisah dengan anak-anak yang pergi merantau seperti saya.


Comments

Popular posts from this blog

Foto Kelas

Menengok Ketentuan Pemberian Nama Anak di Prancis

Perjalanan Bela Bangsa