Rasa Itu
Saat jalan kaki Selasa pagi kemarin, saya berpapasan dengan ibu dari salah satu teman balet Butet. Saya menanyakan kabar mereka dan di mana putrinya sekarang. Si ibu cerita bahwa anaknya saat ini berada di Lyon mengikuti kelas persiapan untuk sekolah dokter hewan.
Dari beberapa teman balet Butet yang lain yang saya kenal ibunya, satu diterima di INSA Val de Loire dan satu lagi diterima di jurusan psikologi di Aix en Provence. Anak-anak perempuan yang saya kenal sejak maternelle itu harus merantau, tak lagi tinggal di rumah orang tua mereka.
Seorang teman di Indonesia bertanya pada saya, bagaimana rasanya setelah tinggal berdua saja dengan suami di rumah. Saya mengatakan bahwa belum terasa. Atau mungkin tak akan terlalu terasa. Selama tidak dirasa-rasa!
Biasanya juga kami relatif berdua saja kan!? Sementara Paksu wfh di kamarnya, saya menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah dan tugas-tugas dari komunitas yang saya ikuti. Dan membaca. Dan nge-drakor! Hehehe.
Saat Butet belum merantau pun, dia relatif tidak di rumah seharian untuk bersekolah. Kami hanya bertemu saat bangun pagi dan seusai pulang sekolah. Paling akhir pekan saja dia di rumah. Itupun seringkali dia di kamar saja. Entah untuk tidur, mengerjakan tugas, membaca, menggambar, atau sekedar browsing. Yah, anak zaman now! Dan itu, kalau dia tak keluar bertemu teman-temannya.
Tak urung saya sempat keder kehilangan momen ngobrol sore. Namun ternyata, dengan perkembangan teknologi komunikasi, momen ngobrol kami tak jadi hilang. Sampai saat ini kami masih tetap menyempatkan waktu untuk ngobrol setiap harinya. Semoga tetap bertahan ya!
Saya yakin, kalau tak terlalu dirasa-rasa, semua akan berjalan dengan baiknya. Karenanya, saya berusaha terus menyibukkan diri, menjalani rutinitas seperti biasa, menjauhkan rasa.
Tentu, saya sempat merasa berat sekali berpisah dengan putri saya itu. Terutama saat awal sekali saya meninggalkannya di kamar asramanya. Apalagi saat itu saya melakulan perjalanan yang panjang. Sendirian.
Seperti sempat saya ceritakan sebelumnya, untuk ke Valenciennes, ada beberapa alternatif jalan. Untuk kembali ke Cannes, saya memilih kereta api dengan jalur sama dengan saat berangkat. Bedanya, kali ini saya pastikan ada waktu 2 jam untuk berpindah dari Gare du Nord ke Gare de Lyon saat di Paris. Jaga-jaga!
Perjalanan kereta api cepat TGV Valenciennes—Cannes saja sebenarnya hanya memakan waktu 7 jam. Namun ditambah "transit" dan perjalanan dari asrama Butet lalu ke rumah, plus waktu tunggu kendaraan, total memakan waktu hampir 10 jam!
Dimulai dengan naik tram dari asrama menuju stasiun Valenciennes.
Lanjut perjalanan TGV ke Paris.
Berpindah dari Gare du Nord ke Gare de Lyon dengan RER D.
Kemudian TGV ke Cannes.
Lalu bus ke rumah.
Di dalam TGV ke Paris, saya sempat terbawa perasaan berat. Didukung kosongnya tempat duduk di sebelah, saya makin melow. Saat perasaan mereda, saya menerima pesan dari Butet: link ke sebuah reels! Memang dia suka sekali membagi reels dengan saya.
Di kereta menuju Cannes yang panjang, saya berusaha menyibukkan diri. Kebetulan saya bersebelahan dengan seorang kakek pendiam yang kemudian saya dapati turun di Cannes juga.
Saya membaca, mengedit Canva, browsing, berusaha menonton film yang sudah saya unduh sebelumnya di Netflix tapi ternyata tak menarik, ... mencari jalur kendaraan umum dari bandara Lille ke Valenciennes saat perjalanan terasa begitu beratnya dan berpikir untuk naik pesawat saja lain waktu, ... Apapun yang bisa saya lakukan untuk mengalihkan pikiran sepanjang 5 jam perjalanan.
Ya, memang itu kuncinya: jangan terlalu dirasa!
Mudah secara teori. Prakteknya? Ada saja faktor luar yang membuat rasa itu datang.
Seperti saat kemarin membuka Instagram dan ternyata banyak beredar reels dari temu fans Park Bo-gum di Jakarta yang menyanyikan lagu Dekat di Hati-nya RAN, yang terus terang belum saya kenal sebelumnya.
🎶Meski kau kini jauh di sanaKita memandang langit yang samaJauh di mata namun dekat di hati🎶
Dan menulis ini pun, saya juga jadi melow ....
Comments
Post a Comment