Perhatian Akan Detil

Hari ini, salah satu wag yang saya ikuti rame membicarakan film. Ali dan Ratu-ratu Queens, untuk tepatnya. Masih membicarakan tentang bagaimana si ibu bisa mengabaikan anaknya demi impian. Ya mungkin karena memang anggota wag-nya adalah ibu-ibu yang sayang anak ya!?...

Saya sendiri, yang tak berkarir, agak membela posisi si ibu. Untuk tak menulis panjang-lebar, saya bagi saja ulasan ala-ala yang saya buat beberapa waktu lalu...

Belum juga diedit. Bahkan belum ditambah foto. Tapi biar lah. Yang penting inti pemikiran saya tertuang di sana. Buat nambah rame diskusi...

Tanpa opini saya pun, diskusinya sendiri sudah rame. Meski tak semua sepakat akan karakter ibu Ali --siapa sih, namanya?--, semua sepakat kalau cerita kepergian Ali ke Amerika kurang mantap pijakannya. Tak cuma soal visa, tapi juga tiket, dan bahkan persoalan penyewaan rumahnya pun dibahas!

Dari cerita film, pembicaraan merembet ke pengalaman nyata kenalan dari anggota yang mirip dengannya. Lalu ke pengalaman salah satu anggota wag sendiri yang nekat merantau tanpa pegangan...

Satu film, bersambung ke film lain. Masih film Indonesia. Kesimpulannya sama; film Indonesia masih kurang memperhatikan detil!

Kalau film jaman dulu, mungkin masih bisa dipahami. Di mana informasi sulit didapat, dan verifikasi sulit dilakukan. Hari gini? Hampir tak ada yang tak bisa ditemukan di internet! Tak tersedia? Post pertanyaannya ke salah satu media sosial! Yakin, bakal ada yang bisa memberi masukan...

Saya rasa tak akan mengubah cerita atau memperpanjang film jika disisipkan misalnya "sudah susah-susah ngedapetin visa, masak nggak berangkat?". Cukup "untung tiketnya terbuka ya, jadi masih bisa dipakai bertahun-tahun kemudian" atau "lumayan tiket bisa ditukar meski harus nombok" untuk memantapkan logika pembelian tiket yang semua orang tahu harganya tidak murah...

Detil membuat film jadi lebih kuat. Penonton jadi bisa lebih memercayai karakter dan cerita keseluruhannya. Penonton cerdas makin terbawa alur, yang kurang cerdas jadi tak makin tersesatkan...

Diskusi kami mengkhawatirkan beberapa hal yang mungkin orang simpulkan sembarangan : Jangan sampai ada yang berpikir bahwa merantau ke luar negeri itu segampang di film. Jangan mengandalkan nasib baik bertemu dengan saudara setanah air yang bisa membantu --yang ini sudah sempat saya singgung di ulasan saya--. Jangan kira menjadi pendatang gelap tanpa ijin tinggal resmi itu pasti aman-aman saja...

Detil mengurangi resiko film dibully penonton. Di jaman yang segala informasi mudah diakses begini, semua mudah diverifikasi. Di jaman mudah --dan bahkan terlalu mudah-- share ini, segala kritik akan sangat cepat menyebarnya. Meski memang, tergantung pencetus kritiknya juga sih. Dan di mana kritik dikemukakan...

Tergantung pemilihan bahasa juga. Semakin pedas, semakin menarik klik. Semakin viral...

Kalau kritik hanya sebatas wag, apalagi wag saya kemarin yang anggotanya sopan-sopan, what in group stay in group. Mungkin keluar dari grup dalam bentuk curhat seperti saya ini. Dengan tanpa menyebutkan grupnya, apalagi nama anggota tertentu dengan opini jelasnya. Dan jelas, tanpa screenshot liar!

Pemilihan kalimat dengan kata-kata yang halus juga nggak akan cukup menarik perhatian sih. Jadi mungkin tak banyak gunanya juga memviralkan ya!?... 

Dan memang, tujuan kami bukan membuat viral apapun. Kami hanya ingin menyebar informasi. Informasi yang akurat. Itu saja... 😉


Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah