7 Alasan Merantau Selain Perbaikan Ekonomi
Tidak hanya sekali, saat bertemu teman yang lama tak berkontak, atau sebaliknya kenalan baru, yang mengetahui bahwa kami sudah lama tinggal di rantau dan berkomentar, "Wah, betah ya di sana? Gajinya besar, sih!"
Atau di sisi lain, saat bertemu dengan sesama penduduk Prancis, ada saja yang berkomentar, "Memang enak di sini, ada banyak tunjangan!"
Kedua komentar tidak salah. Tapi tak sepenuhnya benar.
Penting dicatat bahwa tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi sebagai imigran biasa, bukan pelajar, PMI, atau ekspatriat yang mendapatkan fasilitas dari perusahaan/instansi.
Gaji Besar, Biaya Hidup juga Besar!
Orang suka lupa. Suka keblinger dengan nominal angka. Gaji di Eropa, jelas lebih besar ketimbang di Indonesia. Tapi ingat: biaya hidupnya juga setara, yaaa!
Saya ingat saat pertama kali datang ke Prancis 25 tahun yang lalu. Gaji masih UMR. UMR Prancis, tentunya ya. Saya lupa saat itu berapa. Saat ini sih UMR kotor 1.801,80 euros. Silakan dirupiahkan sendiri.
Saat ibu bertanya, berapa bayar kontrak rumah susun 1 kamar tidur kami dan saya jawab 500 euro, ibu nanya lagi, "Per tahun?". Di situlah keluarga mulai sadar betapa "gaji besar" Prancis yaaa memang harus!
Itu baru sewa rumah. Harga beras, daging, ikan, dan sayuran pun jangan lupa dikonversi juga. Jangan hanya gaji yang dirupiahkan!
Maunya sih memang gaji Prancis dengan biaya hidup Indonesia ya!? Standar Solo, pulak! Hahaha.
Tunjangan Tidak untuk Semua Orang
Sebagai imigran yang mendapatkan pekerjaan sesuai dengan pendidikannya, kami tidak termasuk dalam ekonomi lemah. Tunjangan perumahan dan keluarga hanya diberikan kepada mereka yang kekurangan. Parameternya pun banyak.
Beberapa tunjangan yang berkaitan dengan kehamilan, melahirkan, kelahiran anak kedua dan seterusnya diberikan tidak hanya kepada mereka yang dianggap kekurangan. Namun tetap saja, besarannya tergantung pada pendapatan keluarga. Tidak pukul rata.
Makan siang di sekolah negeri pun, meski memang sudah sangat murah, tetap berbayar! Demikian juga tempat penitipan anak. Lagi-lagi berdasar pendapatan keluarga.
![]() |
Ini sih bukan menu makan siang di sekolah, tapi menu makan malam yang membuat saya telat nge-list Tantangan |
Beberapa Alasan Merantau (Selain Perbaikan Ekonomi)
Kalau melihat teman-teman kuliah kami di Indonesia, mereka terlihat jauh lebih makmur: punya banyak properti, mobil bagus, menyekolahkan anak-anak di sekolah swasta yang berbiaya tinggi, sering jalan-jalan baik di dalam maupun luar negeri, ... Dari segi prestise sosial pun, banyak yang sudah menduduki jabatan penting.
Siapa yang sampai di sini berpikir akan pertanyaan, "Jadi, untuk apa merantau?" hayooo?
Tenaaang.... Pertanyaan itu sudah kami dapatkan juga kok. Sudah jauh dari keluarga, masih belum bisa beli rumah. Sudah jauh-jauh kerja, mobilnya cuma satu dan sudah belasan tahun. Tinggal di Prancis, Cannes pula, tapi nggak punya produk fesyen branded!
Ada beberapa alasan merantau yang saya ketahui ... di luar perbaikan ekonomi.
1. Peluang kerja sesuai minat dan kemampuan
Sudah pernah dengar dong, diaspora yang tak mau pulang ke Indonesia karena "ilmunya tidak terpakai"? Pada kenyataannya memang ada kasus demikian. Masih ada beberapa bidang keilmuan yang belum bisa diaplikasikan di tanah air. Mentok di teori. Sedangkan tak semua orang suka jadi guru/dosen.
Kami sendiri, sepanjang dua dekade lebih merantau, tidak hanya sekali-dua Paksu mencari peluang kerja di Indonesia. Tapi semua batal karena deskripsi kerja tak benar-benar sesuai dengan minatnya. Pernah juga ada perusahaan yang mencoba melamar Paksu, tapi mundur sendiri karena takut kami minta gaji berapa. Kenapa nggak nanya dulu ya? Hihihi.
![]() |
Merantau bukan (hanya) untuk jalan-jalan |
2. Membuka wawasan
Wawasan pengalaman, pendidikan, kemandirian, ... Banyak yang bisa dipelajari dari merantau, yang tidak bisa kita dapatkan di negeri sendiri. Jauh dari keluarga, jauh dari teman, ... jauh dari lingkungan yang nyaman, membuka mata kita lebih lebar untuk melihat dunia di luar sana. Yang sebenarnya! Bukan hanya yang terpilih untuk diperlihatkan di media!
Awal merantau, kami hanya ingin tinggal satu-dua tahun saja. Sekedar mencari pengalaman, menambah isian CV Paksu. Lewat seperempat abad, bukan berarti sudah cukup wawasan, malah makin sadar kalau masih banyak sisi yang belum kami rambah.
3. Mencari Tantangan
Senada dengan membuka wawasan, tetapi ada unsur bosan. Ada keinginan melepaskan diri dari zona aman. Tempat merantau pun sering kali bukan lokasi impian: daerah bencana, desa terpencil, negeri yang sama sekali tak dikenal bahasanya, ... Mencari pemicu adrenalin ... dan kepuasan saat bisa menaklukkannya!
4. Kualitas hidup yang lebih baik
Saya bersyukur mendapatkan rezeki tinggal di Prancis dengan struktur pendidikan dan kesehatan yang sangat baik. Tinggal di wilayah selatan dengan iklim yang relatif nyaman. Kota kecil dengan udara segar, minim polusi.
Standarnya, tempat-tempat yang menawarkan pekerjaan sesuai dengan profesi suami kebanyakan berlokasi di kota besar. Seperti sebentar lagi, sepertinya kami harus pindah ke kota besar. Tapi itu cerita lain lagi.
![]() |
Pemandangan Laut Tengah dari kota tua Cannes yang pasti bakal kami rindukan |
5. Prestise
Ya, ada orang merantau karena prestise. Orang-orang ini memandang luar negeri pasti lebih bagus. Lebih maju, lebih keren, dan lebih canggih. Biasanya berlanjut ke ekonomi yang lebih mapan dan diharapkan membuat dirinya lebih mapan juga.
Belum lama ini saya berbincang dengan teman mengenai mahasiswa Indonesia di Prancis yang makin muda saja. Kalau dulu S2 baru ke Prancis, belakangan sudah banyak anak S1 yang sekolah jauh. Kebanyakan memang di sekolah yang bagus. Namun ada beberapa yang di sekolah biasa-biasa saja.
"Masalahnya", kami lihat pemberi kerja di Indonesia sendiri masih melihat bahwa lulusan luar negeri, atau yang berpengalaman kerja di luar negeri, pasti lebih bagus. Padahal jelas, belum tentu!
6. Hijrah
Tadinya saya mau menuliskan melarikan diri. Tapi sepertinya kok ekstrem amat ya? Karenanya saya memilih hijrah. Hijrah yang dalam definisi kedua di KBBI adalah berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya).
Di sini sebenarnya saya ingin menyoroti para perantau yang beralasan "mencari suaka". Saya tambahkan tanda kutip karena sebenarnya tidak semua dari mereka dalam situasi yang membahayakan kehidupannya di tanah airnya. Bisa jadi dia merasa tak nyaman di negerinya, sehingga memilih untuk mencari negara lain yang dianggapnya dapat lebih menampung aspirasi (ideologi, politik, ...)-nya.
7. Mengikuti pasangan
Iyaaah, misalnya ya saya sendiri iniii! Hehehe.
Dan banyak yang seperti saya. Banyak laki-laki dan perempuan yang meninggalkan tanah kelahirannya untuk mengikuti pasangannya. Entah karena alasan profesi, atau karena merupakan negeri asal pasangannya. Pilihan ini diambil lepas dari situasi ekonomi. Lebih karena salah satu atau gabungan dari alasan-alasan yang saya tuliskan di atas.
![]() |
Kantor walikota Cannes—tempat kelahiran anak-anak didaftarkan—di waktu malam |
Siap Konsekuensi
Begitulah. Tak semua orang yang merantau beralasan utama perbaikan ekonomi. Kalau memang ada benefit di sisi ekonomi, ya itu bonus saja. Karena pada dasarnya nominal pendapatan di suatu daerah akan berbanding lurus dengan biaya hidupnya. Belum lagi kalau harus menghitung biaya mudik kan!?
Mungkin masih ada alasan merantau lain yang belum sempat saya tuliskan di atas. Silakan tambahkan di kolom komentar ya!
Dan tentu saja, harus selalu diingat bahwa setiap pilihan pasti ada plus-minusnya. Saat memilih, harus siap dengan konsekuensinya. Jangan berharap apalagi membuat orang lain menanggung akibat dari pilihan kita.
Tak lupa untuk selalu bersyukur, melihat dari sisi positif dan mengambil hikmah dalam setiap situasi. Karena syukur adalah kunci. Termasuk dalam bertahan menjadi perantau ... atau dalam menahan diri untuk menunda merantau!
---
Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Mei 2025 yang bertema Pendapat Tak Populer atau Unpopular Opinion dengan Mamah Host Ilma dan saya sendiri!
Suka deh teh Alfi pakai diksi hijrah. Pertanyaannya kapan pulang? Hehehe...
ReplyDeleteSudah dijawab di tantangan Maret: wallahu 'alam 😁
DeleteIya euy, aku lihat mamah-mamah di MGN yang di LN sepertinya humble aja tuh lifestyle nya. Mematahkan stereotype tinggal di LN itu gaya hidupnya "wah".
ReplyDeleteYang sering kelihatan (memperlihatkan diri?) memang yg "wah" itu juga kali ya? 😁
DeleteIyaya baru inget teh Alfi di Cannes. Kok jadi inget Syahrini yang viral, tau-tau muncul di Festival Film Cannes. Ketemuan ga Teh...hihihi...
ReplyDeleteSepertinya pas kami lagi di Paris. Tlisipan deh! 😜
DeleteSebelum MGN:
ReplyDeleteCannes itu tempat yang suka diadakan Festival film yaa.
Setelah gabung MGN:
Cannes itu ada teh Alfi!
Hahaha. Ayo sini, main ke sini! 🤗
DeleteBagus sekali artikelnya, Mba Alfi 🥹. Menyajikan perspektif menarik tentang motivasi merantau. Dan ternyata, se-beragam itu ya Teh. Masing-masing individu punya alasan unik yg mncerminkan nilai pribadi mereka.
ReplyDeleteIni align dengan pandangan bahwa pembangunan ekonomi bukan hanya mengenai prtumbuhan angka-angka saja namun juga peningkatan kualitas dan kebahagiaan seseorang.
Mungkin masih ada alasan lain lagi. Karena masing2 perantau punya alasan sendiri2 yang mungkin tidak/belum bisa kita pahami 😉
DeleteKalau aku lihatnya teman-teman yang di luar negeri itu kelebihannya adalah bisa dapat pengalaman hidup di negara berkembang. Sekaligus menurutku yang paling penting adalah sebagai syiar Indonesia. Asyik aja kayanya bisa jadi duta negara di negara lain.
ReplyDeleteNaini teh, duta bangsa ini yang jadi tanggung jawab sebagai perantau. Terutama dari sisi positif atau bisa juga mengungkap sisi negatif, dengan tujuan adanya perbaikan di kemudian hari 😇
DeleteTeh Alfi baca pikiranku ya? Hahaha.
ReplyDeleteNanti kalau hasil votingnya tulisan Teh Alfi masuk kategori relatable, aku salah satu yg voting 😁
Ternyata nggak masuk! 😂✌️ Terima kasih sudah vote dan menjadikanku masuk 10 besar 🤗😘
Delete