Melepas Remaja ke Luar Rumah

Hari ini Butet jalan-jalan ke kota bersama salah satu sahabatnya. Pikir-pikir, sejak mulai liburan musim dingin tahun Senin lalu, baru hari ini Butet ke luar rumah untuk sekedar jalan-jalan. Memang Selasa lalu kami makan siang di rumah teman. Tapi itu lebih ke acara saya, bukan agenda Butet sendiri...

Butet dan temannya berjanji temu di kota. Tadinya Butet hendak naik bus. Tapi dia mau ditemani. Saya tawari untuk mengantarkannya berjalan kaki. Sekalian saya ingin agak menggerakkan badan meski dokter akan bilang kalau itu bukan olah raga... 😝 

Baru beberapa puluh meter, kami balik kanan. Saya tersadar kalau lupa membawa inhaler. Kalau saya tak sadar sepenuhnya, mustinya tidak apa-apa. Tapi karena saya tersadar, bisa berbahaya kalau saya tak berhasil mengendalikan kecemasan. Karenanya, kami pulang lagi mengambil symbicort. Lalu ke halte bus. Sudah lambat untuk jalan kaki...

Saya lepas Butet di depan toko di mana dia kencan dengan temannya. Kebetulan temannya datang hampir bersamaan. Butet dan temannya akan jalan2 di sekitaran pusat kota saja. Untuk pulang naik bus sendiri, dia sudah biasa. Saya tenang melepasnya...

Saya sempatkan mengganti batre jam tangan yang ternyata mati sejak seminggu yang lalu. Sambil menunggu waktu, saya jalan-jalan ke toko suvenir, survey kado tantangan wag Mamah Gajah Ngeblog yang saya janjikan untuk dihadiahkan. Tapi itu cerita lain lagi... 😉

Kemarin Butet dan saya sempat berbincang. Membandingkan di umur berapa saya dan papanya membiarkan abangnya ke luar jalan bersama teman-temannya tanpa pengawasan?

Ingat-ingat, sepertinya di 3e (setingkat kelas 9) Ucok baru jalan sendiri ke kota. Beda dengan Butet yang dari 5e pun sudah kami lepas bersama teman-temannya...

Kalau Ucok lebih lambat, rasanya bukan karena kami larang. Tapi memang karena anaknya sendiri tidak meminta... Bukan jalan-jalan di luar, Ucok lebih sering mengundang teman ke rumah. Kadang dia ke rumah temannya. Sering kali masih kali antar. Untuk pulangnya, kadang dijemput, kadang sendiri. Tergantung lokasi rumahnya juga. Ucok sendiri sudah pulang-pergi le sekolah tanpa pendampingan. Naik bus dengan mandirinya lepas satu bulan kami antar-jemput...

Pertama kali Butet jalan bareng teman-temannya tanpa dampingan, seingat saya adalah di akhir tahun 6e (setingkat kelas 6 SD)-nya. Jalan ke kota bersama sahabat-sahabatnya. Kami ijinkan, karena waktu itu kami masih positif pindah ke Singapura. Kalau tidak ada rencana kepindahan, apakah kami ijinkan ke luar tanpa dampingan? Apakah sekarang dia bisa bebas jalan-jalan bersama teman? Entahlah...

Masuk SMA, Ucok banyak keluar rumah bersama teman-temannya. Dari sekedar nonton film di bioskop, makan siang, ke pantai, sampai liburan menginap di gunung. Semua dengan ijin dan detil siapa yang ikut. Ucok sudah biasa langsung menyodorkan data-data pendukung dikeluarkannya ijin. Dan dia sudah hafal batasan-batasan apa yang kami pegang...

Kapan kami membiarkan Butet menginap di luar rumah? Sudah pernah semalam di rumah seorang temannya. Saya agak menyesal. Saya tak mengenal sama sekali orang tuanya. Dan ternyata kedua gadis kecil ditinggalkan di rumah berdua saja sepanjang hari. Si ibu kerja sampai malam. Mereka makan makanan siap saji yang hanya dipanaskan di micro wave saja. Temannya bahkan tidak punya kamar! Mereka tidur di tenda yang dipasang di ruang tamu. Herannya, anak ini sering mengundang teman. Dan memang karena itu saya memercayakan Butet menginap di sana...

Memang sepertinya mengenal pengundang adalah kunci. Mengenalnya hingga tak ragu untuk menawari membawakan makanan, misalnya, saat melepas anak kita... Saya ingat hendak membekali Butet dengan ayam ungkep atau kue buatan sendiri tapi urung. Padahal kalau dia ke rumah sahabatnya sesiangan saja, hampir pasti saya bekali sekedar kudapan...

Masing-masing anak punya pencapaian kemandirian yang berbeda. Minat mereka pun berbeda. Bukan karena laki-laki atau perempuan. Bukan pula karena anak pertama atau anak ke dua. Mungkin karena kombinasi dua faktor itu. Berkombinasi juga dengan perkembangan jaman dan situasi. Juga dengan kondisi mental-material orang tua sendiri...



Comments

Popular posts from this blog

Memimpikan Bandung Tanpa Macet

Televisi

Pindah or not Pindah